Sabtu pagi, Pradnya keluar dari unit apartemen dengan sweter longgar dan celana tidur belel kesukaannya untuk membuang sampah. Dengan rambut berantakan dan wajah khas bangun tidur, kedua tangannya menenteng dua plastik besar berisi sampah daur ulang dan sampah sisa makanan yang sudah ia pisahkan.
Ketika berjalan gontai menuju pintu tempat pembuangan sampai di lantai unitnya, lift berbunyi dan terbuka tepat ketika Pradnya melewatinya. Mata Pradnya otomatis menoleh dan ia langsung merasa ingin ditelan bumi ketika melihat Adimas berdiri di sana dengan wajah penuh peluh lengkap dengan setelan jogging dari atas sampai bawah.
Tangan Adimas yang tengah melepas airpods di telinganya terhenti begitu mata mereka bertemu.
Meski hal yang paling ingin Pradnya lakukan saat ini adalah mengebor tanah dan bersembunyi sedalam mungkin, tapi ia memilih membungkukkan badannya untuk menyapa bos ganteng dan super produktifnya itu. Sejak malam pembalut dan kejadian bertemu ayah Adimas, Pradnya memang belum sempat bersinggungan lagi dengan Adimas.
Pradnya pun melanjutkan langkahnya untuk membuang sampah. "Emang semua orang sukses kayaknya kegiatannya sama," gumam Pradnya pada dirinya sendiri sambil geleng-geleng kepala. Ketika Adimas sudah lari sampai penuh keringat di akhir pekan, dirinya baru bangun tidur. Wah, luar biasa perbedaan yang sangat jelas itu. Membuat Pradnya merasa ia tak punya pilihan selain mengubur dalam-dalam perasaannya untuk Adimas.
Setelah mencuci tangannya dengan hand sanitizer yang ada di depan pintu gudang pembuangan sampah, Pradnya kembali berjalan menuju unit apartemennya.
"Kamu ada rencana apa hari ini?"
"Astaga!" Pradnya terkesiap dan mundur ke belakang saat suara Adimas tiba-tiba terdengar. Pradnya pun menemukan kalau lelaki itu tidak pulang dan sedang berdiri di depan pintu apartemen Pradnya.
"Emmm, ... tidur?" Pradnya nyengir, sebab memang itulah seluruh rencananya di hari Sabtu.
"Mau ikut saya?"
Pradnya memiringkan kepalanya. "Ke mana, Pak?"
"Ketemu orang spesial yang pengen banget kamu temui," ujar Adimas ditutup oleh sebuah senyuman.
Hati Pradnya berdesir. Untuk pertama kalinya, ia melihat senyuman penuh ketulusan terpatri di wajah Adimas.
Tentu saja, Pradnya dan hatinya tak bisa menolak ajakan itu.
***
Pradnya tak pernah mengira bahwa Adimas tak berbohong ketika mengatakan bahwa ia akan membawa Pradnya menemui seseorang yang sangat ingin Pradnya temui.
Sekitar satu jam kemudian, setelah sama-sama bersiap, Adimas membawa Pradnya mengemudi cukup jauh dengan mobilnya. Di sebuah toko bunga, Adimas sempat berhenti dan membeli sebuket bunga lily putih yang begitu indah. Melihat raut serius yang enggan luruh dari wajah Adimas, Pradnya pun tak banyak bertanya tentang tujuan mereka. Dua jam setelahnya, Adimas menepikan mobil di depan sebuah bangunan tua yang tampaknya tak lagi digunakan.
"Masih harus jalan kaki sedikit dari sini, nggak apa, kan?"
Pradnya mengangguk dua kali kemudian mereka berdua turun dari mobil untuk menyusuri jalan setapak. Tak begitu jauh dari tempat mobil Adimas menepi, mereka tiba di depan sebuah gerbang permakaman kecil.
Kaki Pradnya berhenti melangkah. Saat itulah Pradnya mengerti maksud Adimas tadi.
Adimas sempat menoleh ke belakang, melihat Pradnya sekilas, lalu tersenyum sebelum kembali melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Pradnya yang setia berada di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
03.45
ChickLit[Update ulang dengan revisi setiap Minggu, Rabu, Jumat] Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah serta membuat ibunya tak bisa sembuh, Pradnya Nathania selalu terbangun dari tidurnya setiap pukul 03.45 pagi. Selain itu, keganjilan pun dialami P...