Sambil berpangku dagu, Pradnya menatap Adimas yang tengah menandatangani berkas-berkas di mejanya dengan serius. Waktu pulang kantor sudah berlalu lebih dari satu jam dan pekerjaan Adimas sepertinya masih menumpuk. Setelah memastikan lantai dua kosong, Pradnya yang sebelumnya bersembunyi di toilet mengendap-endap masuk ke dalam ruangan Adimas dan duduk di hadapan lelaki itu. Akan tetapi, sudah hampir lima belas menit Pradnya di sana, dan Adimas belum juga menyadari keberadaan Pradnya!
"Ini kayaknya kalau Jakarta dibom juga kamu nggak sadar, deh."
Adimas mendongak dari kertas-kertas di tangannya dan terperanjat begitu melihat Pradnya yang duduk di hadapannya. "Kamu ngapain?"
Pradnya tertawa mendengar respons Adimas yang sangat Adimas. Seharusnya, ia sadar bahwa Adimas tak akan banyak berubah meski dengan titel pacar. Adimas mungkin bahkan tak menyadari kalau ketika hanya berdua, Pradnya sudah mulai memakai kamu pada Adimas.
"Kok, malah ketawa?" Adimas membuka kacamata dan menyimpan pulpennya di meja. Melepaskan kertas-kertas yang sedari tadi menempel erat di tangannya.
"Pak Adimas nggak laper?"
Adimas mengernyit. "Kok, pakai Bapak lagi?"
"Hah?"
"Tadi sudah pakai kamu, sekarang kenapa bapak-nya muncul lagi?" tanya Adimas terdengar tak suka.
Giliran Pradnya yang mengernyit, jadi selama ini dia sadar?
"Kamu sadar aku udah pakai aku-kamu?"
Adimas mengangguk.
"Kok, nggak pernah dibahas?" tanya Pradnya tak terima.
"Memangnya perlu?"
Pradnya mengepalkan tinjunya di atas paha. Astaga, Tuhan, ... kenapa bisa ada manusia kayak Adimas di dunia ini?
Tak kunjung mendapat jawaban, Adimas menegakkan tubuhnya. "Bukannya memang sudah seharusnya begitu?"
Pradnya mengerutkan kening, susah banget ngomong sama Adimas!
"Kita, kan, pacaran, bukannya pakai aku-kamu itu memang wajar? Kenapa harus saya pertanyakan?"
Mendengar kalimat itu diucapkan Adimas dengan tenang dan serius, Pradnya menahan napas.
"Napas, Pradnya."
"Fuuuh."
Sontak, tawa Adimas memenuhi ruangan sebelum lelaki itu berdiri dan mengambil jasnya yang tersampir di kursi. "Ayo, makan. Kamu lapar, kan?"
Pradnya mengangguk kemudian mengikuti Adimas keluar dari sana. Sambil menuju mobilnya di parkiran, Adimas menghubungi seseorang.
"Yudh, bisa kirim gue soft copy semua berkas yang gue perlu buat meeting besok? Gue mau kerjain di apartemen," katanya pada Yudha, asistennya.
Pradnya yang berjalan di belakang Adimas memperhatikan lelaki itu, seulas senyum terukir di wajahnya ketika melihat Adimas kebingungan harus menyimpan jasnya di mana karena tangan kanannya memegang telepon dan tangan kirinya harus mengeluarkan kunci mobil.
Pradnya meraih jas tersebut dari tangan Adimas dan Adimas yang tangan kirinya bebas kini merogoh saku celananya untuk mengeluarkan kunci.
"Iya, yang itu nggak perlu. Udah sempet gue baca tadi. Oke, thank you."
KAMU SEDANG MEMBACA
03.45
Chick-Lit[Update ulang dengan revisi setiap Minggu, Rabu, Jumat] Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah serta membuat ibunya tak bisa sembuh, Pradnya Nathania selalu terbangun dari tidurnya setiap pukul 03.45 pagi. Selain itu, keganjilan pun dialami P...