Bab 20: Kunjungan

3.4K 630 80
                                    

"Pradnya Nathania, gue tau lo bosen denger ini, tapi, serius, lo fix pernah nyelamatin raja di kehidupan lo sebelumnya! Atau, lo pasti penemu listrik yang akhirnya bikin manusia keluar dari kegelapan tak berkesudahan—"

"Lebay, Brigitta." Gusti yang duduk di samping Brigitta dengan tega menoyor kepala gadis yang tengah bicara dengan antusias itu. Bagaimana tidak, Pradnya baru saja menceritakan kalau ia saat ini resmi menjadi pacar Adimas. Sekali lagi, menjadi pacar Adimas. Iya, Adimas yang itu.

"Nyaaaa, astaga, gue seneng banget! Astaga, astaga!" Brigitta bertepuk tangan heboh sementara Pradnya yang kini duduk di depannya hanya nyengir—sejak tadi pagi, Pradnya memang tak bisa berhenti tersenyum. Luar biasa efek yang diberikan oleh Adimas kepadanya!

"Karena gue hepi banget, makanan ini gue yang bayar semua!" Brigitta tertawa bahagia sebelum mengambil sepotong pizza di hadapannya.

"Nggak salah, Bri? Yang jadian, kan, Anya, aturan dia yang traktir," komentar Gusti—yang langsung dipelototi oleh Pradnya.

"Gus, Brigitta ini sahabat yang luar biasa. Gue bahagia, dia ikut bahagia. Jadi, kita hargai kantong tebalnya, oke?" Pradnya kini memicingkan matanya menatap Gusti.

Gusti cuma geleng-geleng kepala meski akhirnya ikut mencomot satu slice pizza.

Dalam diam, Brigitta menatap Pradnya yang tengah tersenyum menyantap pizza. Hatinya penuh, sungguh. Bagi Brigitta, Pradnya adalah teman yang sangat ia sayang. Keluarga Brigitta bisa dibilang serba ada, tapi sejak kecil, Brigitta tumbuh sendirian. Orang tuanya suka bekerja, sangat suka bekerja. Waktu kecil, kakak laki-lakinya selalu mau diajak bermain oleh Brigitta, tetapi semakin lama, dia semakin punya kesukaan dan kehidupan sendiri. Ketika masuk SD, kakaknya itu sudah tak tergapai. Di sekolah menengah, Brigitta memiliki banyak teman, tapi Brigitta tahu mereka tak pernah benar-benar menyukai Brigitta. Mereka hanya suka karena Brigitta sangat loyal dan akan membayar ini dan itu setiap mereka main. Namun, Pradnya berbeda. Sejak pertama kali bertemu, Pradnya dan hidupnya sangat mengagumkan di mata Brigitta. Pradnya adalah orang paling kuat yang pernah Brigitta tahu. Pradnya menanggung segalanya sendiri. Jika Brigitta selalu merasa sendirian, ia tahu Pradnya benar-benar sendirian. Makanya, mendengar saat ini Pradnya memiliki seseorang yang bisa ia sandari, Brigitta merasa sangat senang. Meski—mungkin—bagi Pradnya, rasa senang Brigitta hanya karena Pradnya berhasil mendapatkan seorang Adimas Atmaja yang sempurna, tapi, sesungguhnya, rasa senang Brigitta jauh lebih besar dari itu.

"Bri, malah ngelamun lo." Pradnya mengelap sudut bibir Brigitta yang penuh saus dengan tisu, kemudian membuang tisu tersebut di tong sampah kecil di sisi meja.

Brigitta terkekeh lalu mencubit kedua pipi Pradnya gemas. "Pokoknya, lo nggak boleh putus sama Adimas, oke? Oke? Inget, Nya, dia aset yang luar biasa berharga!"

Pradnya tertawa sambil mengaduh, lalu mengangguk. "Lagian gue ragu ada cowok lain yang mau sama gue, Bri."

Brigitta geleng-geleng kepala. "Ada, Nya. Tapi, belum tentu spesifikasinya kayak Adimas."

"Emangnya handphone segala pake spesifikasi." Gusti geleng-geleng kepala. "Dasar cewek," katanya yang dihadiahi tatapan sebal oleh Brigitta dan Pradnya.


***


Bu Suci

Mas Dimas, pasien sedang dalam kondisi sadar.


Adimas sekali lagi membaca pesan masuk dari Bu Suci sekitar dua jam yang lalu. Setelah mendapat pesan itu, Adimas yang sedang memeriksa dokumen pekerjaan di apartemennya, tanpa pikir panjang segera meraih kunci mobil dan mengebut menuju sanatorium.

03.45Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang