Jeno benar-benar mengantar muridnya itu pulang hingga sampai ke rumah. Jeno menggunakan mobil hitam nya menuju rumah Jaemin.
Di perjalanan hanya ada obrolan ringan antara mereka.
Drtt Drrttt
Jaemin yang melihat ponselnya berdering lantas mengangkat telfon tersebut. Menggeser tombol hijau yang terlihat pada layar lalu menempelkan ke telinganya.
"Halo?"
"Lo di mana anjing, gue daritadi nelpon ga lo angkat!" Teriak pemuda di sebrang dan membuat Jaemin menjauhkan ponselnya.
"Hehe, gue tadi bersihin ruangan dosen dua puluh kali, maaf deh."
"Mampus, lain kali ulangin lagi ya HAHAHAHA."
"Abis jalan ini kemana Jaem?" Kata Jeno sambil memelankan laju mobilnya. Si penelpon berhenti tertawa ketika mendengar suara tak asing.
Jaemin menjauhkan telfonnya dari telinga lalu menengok ke arah Jeno.
"Oh itu belok kanan terus maju sedikit udah sampai Kak." Jeno mengangguk lalu mengikuti arahan yang Jaemin berikan. Jaemin mendekatkan ponselnya kembali.
"Yaudah gue lagi dijalan ini, nanti lo telfon lagi deh." Jaemin selanjutnya memutuskan panggilannya sepihak karna takut sahabatnya itu menertawai dan mengejeknya terus-menerus hingga sampai di kediamannya.
Setelah sampai Jaemin tersenyum lalu keluar dari mobil tak lupa mengucapkan kalimat perpisahan pada dosen muda itu.
"Thanks Kak." Jeno mengangguk lalu pamit pergi.
"Saya pergi dulu, makasih juga buat bersihin ruangan saya, Jaemin." Jaemin mengangguk lalu melambaikan tangannya saat Jeno mulai melajukan mobilnya.
- - -
"WOI!" Teriak pemuda mungil saat dirinya menabrak seseorang dengan membawa buku di tangannya.
Renjun si pelaku peneriakan itu menatap tajam pada orang yang entah sengaja atau tidak sengaja menabrak bahunya.
Tadinya Renjun bersama Jaemin setelah insiden yang menyita waktu bersenang-senang mereka. Tadinya Renjun dan Jaemin mengira bahwa mereka memasuki kelas yang sama, tapi malah Renjun yang berbelok karena melirik mading saat pagi tadi.
Setidaknya dia masih memperhatikan walau setidaknya melirik selama 3 detik.
Orang itu berbalik menatap Renjun dari balik kacamata nya. Renjun melihat dari bawah hingga ke atas orang itu, dan yang baru ia sadari oknum tersebut seperti tidak asing di penglihatannya.
"Bangsat lo, punya mata apa gak sih anjing? Gue jadi telat kan!" Teriak Renjun pada pemuda di depannya masih dengan tatapan membunuh.
Orang itu masih diam.
"Kalo ada orang nanya itu dijawab, lo punya mulut kan?!" Balas Renjun dengan nada sama tanpa menurunkan satu oktaf pun.
Orang di depannya malah tersenyum lalu sedikit menunduk mendekati di pemuda Huang. Renjun yang melihat itu sedikit memundurkan langkahnya tapi sialnya punggungnya sudah terhimpit dinding bercat pastel ini.
"Mau apa lo bajingan." Desis Renjun sambil menahan dada si lawan tapi justru membuat pemuda tinggi di depannya itu tersenyum lalu melihat wajah manis Renjun dari balik kacamata nya.
"Huang Renjun." Suara berat itu membuat Renjun terdiam. Suara yang sudah lama tak ia dengar dan ia rindukan.
Pemuda yang lebih tinggi dengan kemeja biru dongker itu terkekeh pelan. Dia menatap Renjun lalu melepaskan kacamatanya.
Renjun yang melihat wajah itu merasa kakinya melemas.
"Kita ketemu lagi." Ucapnya lalu melebarkan senyumnya yang membuat Renjun berhasil meloloskan air matanya.
Renjun menubruk tubuh bongsor di depannya lalu menangis. Pemuda tinggi yang mendapatkan perlakuan tiba-tiba dari Renjun itu terkejut tapi tetap membalas pelukan si mungil dengan erat.
"Maaf, hiks." Ucap si Huang sambil mendusalkan wajahnya ke dada pemuda itu.
"Gak papa Renjun." Renjun yang mendengar itu berusaha mengehentikan tangisnya dan menghirup aroma yang telah hilang begitu lama dan ia rindukan.
"Udah ya?" Renjun mengangguk lalu mendongak menatap si tiang.
Si pemuda tinggi itu lantas mengecup kedua mata Renjun yang basah membuat Renjun sesenggukan tapi tak mengeluarkan air matanya. Sesenggukan karena kesenangan jika kata Haechan.
Si tinggi terkekeh melihat si mungil masih sesenggukan.
"Kamu masih sama, gemesin." Katanya lalu membuat Renjun diam dengan cengirannya.
"Ayo bolos, aku kangen kamu." Kata Renjun yang membuat lawan bicaranya itu mengetuk dagunya dan menampakkan postur berpikir.
Setelahnya si tinggi mengangguk membuat Renjun lantas tersenyum. Senyum yang kembali ia keluarkan setelah dua tahun lamanya. Senyum yang membuat siapa saja terpesona dan mabuk.
Juga senyum yang membuat pemuda tinggi itu terpikat untuk ke sekian kalinya setelah beberapa tahun tidak bertemu.
Renjun menggandeng tangan pemuda rambut hitam itu lalu berjalan menuju area luar kampus untuk menuju kafe terdekat.
Obrolan ringan terjadi di antara mereka. Mulai dari Renjun yang semakin cantik dan menggemaskan, kedekatan mereka dulu, Haechan yang terjatuh dari tribun saat menonton bola dan menjadi pusat perhatian orang-orang, Jaemin yang memukul Hyunjin keras hingga Hyunjin hampir menangis karna menimbulkan bekas merah, Hanjis yang tertidur dengan mulut terbuka di kelas dan Renjun yang dulunya pemuda polos hingga menjadi berandal seperti sekarang karna ditinggal seseorang.
"Kamu kok malah jadi berandal gini." Renjun terdiam dan menunduk.
"Ya gara-gara kamu juga." Jawabnya lalu membuat si pemuda tinggi menaikkan alisnya.
"Aku ngerasa sepi gak ada kamu, gak kayak dulu pas kita masih ada hubungan. Ini salah aku kenapa gagal ngebujuk mama buat batalin perjodohan itu, maaf." Si tinggi menghentikan langkahnya lalu menatap Renjun yang menunduk.
Mengusap pelan bahu Renjun lalu tersenyum hangat.
"Tapi aku gak cinta sama dia, aku masih sayang kamu." Tambah Renjun sambil mendongakkan kepalanya menatap mata yang terdapat pantulan dirinya disana.
"Bantuin aku."
"Apa?"
"Bantu aku cerai sama suami aku, Guan."
KAMU SEDANG MEMBACA
No, Sir [Nomin]✓
Fanfiction[SELESAI/SHORT STORY] Jaemin si berandal yang tidak ingin kuliah malah berurusan dengan dosen hingga membuat perasaannya goyah, sialnya dosen itu sudah beristri terlebih itu orang terdekatnya. BXB, GAY, HOMO, LGBT, NOT GS.