04 : Kutukan Tahayul

56 19 83
                                    

Saat mereka bersama, terpahat gejolak saling suka. Mungkinkah ikatan persahabatan telah menjadi rasa cinta? Ya, mereka mengakui adanya cinta yang melengkapi alur kehidupan.

Bernaung dalam kehangatan jenggala, keduanya menikmati apa yang disuguhkan senja pada bumi. Dalam lenggang waktu, fotografer buana dan gadis alam mencoba menciptakan kembali kenangan masa kecil yang terkoyak.

Anuj bertanya membelakangi cahaya. "Em, Aanchi, apa kau ingat tentangku? Pernahkah kau menungguku?"

Aanchi membalikkan pertanyaan, "Menanti seseorang atau mengharapkan seseorang, apa bedanya? Jika kau tahu, aku masih teringat akan lukisan yang kau berikan di pohon sebelah sana. Apa kau juga lupa pada yang terlukis?"

Pemuda itu menjawab yakin, "Ya, aku mengingatnya. Itu adalah satu-satunya kenangan kita. Dalam ukiran kayu, tertulis 'AA'. Anuj dan Aanchi."

Jemarinya mendekap pada genggamam Aanchi untuk mengajak menuju pohon istimewa yang dimaksud. Tanpa ada perubahan, pohon itu masih berdiri kokoh yang kini telah menjadi ikonik hutan Jamnagar.

Gadis alam tersenyum puas. "Kau memang Bunnyku, sekarang aku sepenuhnya percaya padamu." Aanchi merangkul lengan Anuj, kemudian bersandar pada bahunya. "Apa kau tahu, pernah ada yang ingin menebang pohon ini? Namun, dulu aku menakuti mereka hingga tidak pernah ingin kembali lagi."

Anuj menanggapi, "Sungguh?"

Gadis itu mengangguk antusias. "Ya, mereka kemudian lari dengan membawa peralatan. Dan hingga saat itu, tidak ada yang berani kemari."

Mereka kembali berteduh di bibir sungai untuk memuji keindahan semesta. Keheningan terjadi, tetapi degup jantung terlalu keras kepala untuk mengalah.

Aanchi memperhatikan fotografer buana cermat. Pemuda itu terlihat tenang, sama seperti pertama kali bertemu. "Ceritakan kisah kehidupanmu, Anuj. Aku ingin tahu, apa yang tersembunyi dari kemanisan hatimu? Apalagi pertemuan kita yang secara singkat dulu, membuatku larut menunggumu."

Tidak ada penolakan, pemuda itu bercerita, "Baiklah. Aku Anuj, pemuda asal Delhi. Ayahku adalah seorang jurnal berita dan konten masyarakat umum. Pendeknya, dia memburu dan datang ke sini hanya untuk mendokumentasikan berita saja."

Dia terdiam sejenak, agaknya pemuda itu telah larut dalam bisikan masa lalu. "2012, aku dan ayah sedang bersiap ke hutan ini. Di mana saat kau hadir sebagai pemanis kenangan. Ayah memanglah orang yang keras kepala dan pemarah. Saat itu, umurku delapan tahun. Aku hanya melihat dari kejauhan saat ayah melakukan tugasnya. Dan kehidupanku berubah setelah bertemu denganmu." Netra mereka saling bertemu, fotografer buana menggenggam tangan Aanchi begitu erat untuk menjalarkan kehangatan cinta.

"Tunggu jika keluarga kita mendengarkan kisah ini!" Dia tampak bersemangat. Menerawang masa depan bersama Aanchi, membuatnya kecanduan oleh efek halusinasi.

Gadis alam mendadak cemas. Memang, bersama Anuj membuatnya bahagia, tetapi ada kebahagiaan lain yang tidak bisa ditinggal. "Apa kau akan membawaku pergi dari hutan ini?"

Anuj memandangnya selidik. "Memangnya kau tidak ingin kita bersama, Aanchi?"

Gadis itu tidak bisa memutuskan keadaan hatinya sekarang, hanya rasa bimbang. "Bukan begitu. Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini."

"Tenang saja, kita akan kembali setelah ayah merestui kita." Pemuda itu menyalurkan kehangatan kuat sebagai bukti keyakinannya. Namun, kebisuan Aanchi membuatnya takut. Dia lantas mengubah topik pembicaraan. "Sebenarnya apa hubunganmu dengan hutan ini? Ayolah, aku ingin tahu tentang dirimu!"

Gadis alam membalas dengan senyuman. Ada rasa tidak menyenangkan dalam hati, tetapi perasaan itu memang harus keluar melalui curahan. "Aku Aanchali Kumar. Anak tertua dari keluarga sederhana. Memiliki adik terpaut enam tahun, namanya Preeta. Sayangnya, aku tidak bisa melihatnya lagi setelah peristiwa kecelakaan itu."

Takdir Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang