11 : Pencarian Hati yang Hilang

24 9 53
                                    

Cinta bukan ilusi, cinta itu mutlak. Janji teruntuk Teman Seperjalanan, dia lembarkan bait-bait bermakna candu, dia pula untaikan selaksa kalbu hanya demi meraih kehidupan bersampul cerita unik.

"Ah, akhirnya aku berhasil meraih impianmu satu demi satu." Pemuda berlesung pipi itu tersenyum puas. Berkat kegigihannya di usia sembilan belas tahun, dia mampu membeli tempat berteduh ternyaman. Meski terlihat sederhana, kepingan dari ikrar suci cukup untuk fondasi rumah sejatinya.

"Ashish, aku menyesal tidak mengatakan perasaan ini sejak awal. Kaulah masa depanku, hari ini untuk pertama kalinya kau membuatku menjadi milikmu satu-satunya. Terima kasih." Simran merengkuh lengan Ashish, kemudian menjalarkan kehangatan melalui dekapan.

"Dengar, Sayang, ini baru awal. Akanku bahagiakan dirimu lebih dari ini. Dan, ya, aku senang jika kau senang," balasnya dengan perasaan haru. Tetapi sedetik kemudian, pemuda itu memicing mata jahil. "Sekarang aku meminta imbalan darimu."

"Imbalan? Hm, apa pun untuk Romeoku tersayang." Tiada sikap curiga terasa, gadis itu telah menaruh semua keyakinan pada pasangan seumur hidupnya.

Dia membungkuk. Lantas, mengambil kotak tipis dari ransel. "Aku mau kau memakai gaun malam ini sebelum kita menikah. Aku akan memperlihatkan kejutan malam ini!"

Simran tersenyum malu, sebuah ekspresi yang jarang terlihat. "Oke, Sayang." Mimiknya berubah tiba-tiba, tergantikan oleh senyum jahil. Tunggu! Ada apa itu di telingamu?"

"Oh, ya? Apa ada serangga?" tanya Ashish seraya menepuk telinganya pelan.

Simran mendekat pada telinga Ashish. "Aku ...." Terjeda beberapa sekon, gadis itu kembali melanjutkan dengan lantang, "Mencintaimu!" Dia tertawa kencang, kemudian lari untuk melarikan diri.

"Simran! Awas kau, ya!" Pemuda berlesung pipi mengejarnya diselingi tawa.

Dia tertangkap, tetapi keduanya terjatuh pada tumpukan kardus berisi bantal. Tersebarlah bulu putih isi dari bantal menghiasi lantai.

"Aku mencintaimu, Simran. Aku mencintaimu!"

"Aku juga mencintaimu. Ayo, kita menikah!"

Mereka tertawa. Sudah jelas, makna cinta menurut mereka bukanlah duka, melainkan sebagai jalan menuju kehidupan berlembar asmara.

"Ashish? Kau di sini? Deepak bilang kau-" Hadirnya yang tiba-tiba, membuat pasangan tersebut menoleh bersamaan dengan posisi yang masih sama. Senyum gadis itu luntur melihat mereka menikmati waktu bersama.

"Oh, hai, Nimrat. Kau di sini? Masuklah! Maaf  aku lupa untuk mengundangmu kemarin, kami baru saja bertunangan." Pemuda itu bangkit, kemudian mengulurkan tangan pada Simran yang hendak berdiri. Setelahnya, Ashish menemuinya dengan berlari kecil. Secara tidak langsung, pemuda itu memamerkan jari manis berhias cincin bertuliskan huruf S dengan ukiran hati.

Tatapannya berubah meredup. Hatinya kembali terkelupas oleh cinta yang telah menempat di tempat lain. "Oh, jadi kau melupakanku dengan cepat? Aku kemari sebenarnya hanya ingin mengambil barang-barangku dan pergi."

Ashish mengeluarkan deru halus dari mulut. "Baguslah, kau tidak marah. Semua barangmu termasuk hadiah untukku darimu juga ada di gudang. Kau ambil saja dan pulang."

Cinta menciptakan perubahan. Kekasih yang dulu selalu setia memberi perhatian, tetapi sekarang seolah hadirnya saja tidak terlalu menggairahkan. Selepas memungut barangnya, dia pun akhirnya pamit. "Baik, nikmati waktu kalian! Aku pergi!"

Intonasinya menunjukkan keadaan hati. Ashish merasakan ada sesuatu yang harus dibicarakan, lantas dia pun menyusul Nimrat yang hendak keluar dari halaman rumah.

Takdir Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang