25 : Kado Bersampul Renjana

16 5 0
                                    

Pagi mengusik mimpi malam, tetapi ia pula memberi harapan baru untuk menggapai angan. Pada lembaran bab pertama, mereka isi dengan kebahagiaan bertabur kejutan. Angin semburkan aroma candu. Kemenangan mengecup mesra, mengubah yang kelabu menjadi penuh warna. Atas izin Tuhan, kehidupan kembali berbingkai emas.

"Mulai sekarang, kalian harus meneruskan pendidikan. Anandhita akan aku kirim ke sekolah menengah terbaik, sedangkan Rashima akan menggeluti di kampus terkenal," ucap Anil seraya memberikan formulir pendaftaran untuk dua gadis itu.

Mereka gembira. Berbarengan, mereka membalas, "Terima kasih, Paman, Bibi."

Radha tidak menyangka, hari perhatian itu telah tiba. Wanita itu menyatukan tangan di depan dada seraya berkata, "Nyonya Suman, Tuan Anil. Aku mohon terima kasih banyak. Aku akan sangat berhutang kepada kalian."

"Nyonya Radha, Aanchi sekarang telah menjadi bagian dari keluarga. Kau juga, kita adalah satu keluarga. Apakah harus ada tempat untuk mengucap terima kasih? Sementara Anna dan Rashi, mereka layak mendapatkan apa pun yang mereka inginkan. Masa depan mereka masih panjang." Suman membalas permohonan Radha dengan pelukan menghangatkan.

"Permisi. Apa aku mengganggu?" tanya Kumari di sebalik pintu.

"Bibi, masuklah. Ayo!" ajak Aanchi. "Bibi, terima kasih banyak. Berkat kau dan Aaridhi, keluarga kami kini utuh. Terima kasih banyak," lanjutnya memberi senyum paling tulus.

"Benar, Nyonya. Dan kau, Aaridhi ... kau punya sejuta rahasia, ya?" tambah Anuj sedikit memicing mata.

"Oh-ho, tolonglah, jangan formal padaku! Aku ini bibi kalian. Walau pekerjaanku menculik, ah-maksudnya menteri ... tetap saja aku adik Kumar yang lucu. Kami, kan, kembar." Kumari memasang wajah polos seraya menusuk pipinya yang tembam.

Semua orang dibuat tertawa olehnya. Seolah kebahagiaan enggan pergi, mereka menikmati setiap detiknya. Saat candaan mencairkan suasana, Kumari diam-diam mengambil dua lembar kertas dan menyodorkannya langsung kepada gadis alam.

"Apa ini?" bingung Aanchi. Gadis itu meneliti, kertas tersebut bukanlah kertas biasa. Itu adalah tiket bulan madu bertujuan Prancis.

"Aanchi, maaf. Bibi lalai menjagamu, tapi hanya ini yang aku bisa berikan untukmu. Tolong, jangan menolaknya atau bibi akan menangis!" pinta Kumari merujuk pada pemaksaan.

"Bibi, kau memberikan kebahagiaan yang luar biasa! Kami akan menerimanya sebagai berkat darimu. Terima kasih," balas Anuj tulus.

"Lihat, kau membuat bibi mulai terharu." Kumari memeluk mereka erat. Rasa rindu yang belum tuntas pun tersalurkan dalam kebisuan.

"Dan mereka bilang, kebahagiaan tidak akan lengkap tanpa kehadiran kami." Ashish datang tiba-tiba dengan membawa koper. Disusul Simran yang tengah mengandung berumur tiga bulan.

Anuj tertawa kecil. Dia lantas mengajaknya berpelukan. "Kemarilah, Kawan!"

Simran mendekati Anuj, kemudian menyapanya hangat, "Selamat atas pernikahanmu, Kawan. Bagaimana kau bisa melupakan kami?"

Anuj tersenyum, tetapi detik berikutnya dia mengeluh, "Ini yang aku tidak suka dari kalian. Selalu mempunyai rahasia yang sangat besar."

"Aku belajar darimu, Anuj. Lihatlah! Beberapa bulan lalu dia menolak untuk menjadi orang tua, tapi sekarang itu terjadi," ucap Ashish.

"Sayangnya aku terpaksa," jawab Simran diiringi tawa.

Aanchi turut bergabung. "Selamat atas kehidupan kalian. Apa kalian akan pergi lagi?"

"Ah, iya, Aanchi. Kami akan mengunjungi orang tua sebentar dan menginap di sana juga," jawab Simran.

"Halo, Kawan!" sapa Deepak. Bukan seroang, pemuda beriris biru keabuan mengajak seorang gadis berambut gelombang.

Takdir Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang