08 : Takdir yang Disimpan

41 13 66
                                    

"Hei, kita mau ke mana?" Anuj melempar tanya, tetapi belum menuai jawaban.

Dalam menit terakhir, Aanchi membawanya lebih dalam ke hutan, kemudian menembus portal menuju desa berpenghuni kecil. Tiada sapa, tiada salam, tiada perjumpaan. Gadis alam menyamarkan derap langkah agar tidak seorang pun menyadari keberadaannya.

Mengingat Aanchi dianggap kutukan, dia tidak ingin merisaukan warga desa pada kedatangannya. Di belakang desa, terbangun rumah mungil sepenuhnya berbahan dasar kayu.

Gadis itu berhenti, napasnya mendadak menderu kencang. Dia pun menoleh. "Anuj, aku ingin kau berjanji untuk tidak akan mengatakan pada siapa pun tentang keluargaku, tolong!"

Anuj mengangguk pelan. "Janji, Aanchi."

Decitan tercipta kala pintu penghalang membukakan jalur untuk dua pendamba cinta. Dalam ruang tanpa pembatas, Wanita bersurai gerai menoleh ke pintu masuk, diekori dua gadis berupa hampir mirip.

"Inilah mereka! Orang-orang mengatakan kami adalah kutukan, itulah sebabnya mereka kekurangan pendidikan dan berdampak pada bibi Radha juga." Gadis alam menyekat napas, betapa sulitnya mengutarakan kebenaran yang telah terpendam bertahun-tahun lampau.

"Aanchali! Siapa dia?! Tidak, suruh dia keluar!" Wanita itu mendorong Anuj arogan, rasa trauma masih mengintai setiap orang asing mendatangi kediaman.

Gadis alam mencoba meluruskan kesalahpahaman. "Bibi, kumohon! Dialah Anuj yang aku ceritakan padamu sejak kecil, dialah Bunny."

Dia memandang fotografer buana cukup lama. Tidak ada perlawanan atau pembelaan, pemuda itu masih terlihat tenang meski diperlakukan kasar. Cukup satu persamaan, wanita itu akhirnya mengakui. "Maafkan bibi, ya, Nak? Sebenarnya takdir sungguh tidak berpihak pada kami. Jika tahayul ini berakhir, mungkin kami akan diterima oleh masayarakat."

"Tidak apa-apa, Bibi. Aku mengerti. Dan mereka siapa?" tanya Anuj menunjuk dua gadis yang enggan menampilkan diri.

Aanchi menjawab, "Mereka sepupuku, Anandhita dan Rashima."

Pemuda pemilik iris cokelat melipat tangan di depan dada. Dia pun sedikit menundukkan pandangan bermaksud menghormati. "Bibi, Aanchi, semuanya ... aku berjanji, kalian akan diterima dalam masyarakat. Dan aku akan ajak kalian ke Delhi di mana tidak ada yang mengenal kalian."

Radha otomatis menarik Aanchi dan menyembunyikan di balik kain saree, berinisiatif sebagai perlindungan. "Tidak, Nak. Bibi sewaktu muda, mengalami hal yang sangat mengerikan saat bertemu pria kota sepertimu datang ke desa dan berjanji untuk menikahi bibi. Namun, sayangnya dia hanya membuat bibi hamil anak-anaknya di luar nikah selama delapan tahun."

Takdir telah menyita kebahagiaan mereka karena ulah orang lain. Mungkinkah sampai raksa mendulang kehidupan? Atau mungkin saja masih tersemat dan akan membaur dengan sendirinya?

"Itu sebabnya kami takut dengan orang lain, tetapi bukan berarti kami aneh dan berbeda dengan yang lain, jika kau paham maksudku." Aanchi memangutnya dari belakang, menghantarkan dukungan akan kesetiaannya.

Segala rahasia semesta, telah menyampaikan jawaban. Namun, tidak ada yang tahu akankah duka kembali hadir untuk dirahasiakan?

"Aku paham. Di dunia ini memang wanita itu objek yang rawan, tapi, Bibi ... jika melihatku sama dengan yang lain itu salah, aku berbeda. Dan aku akan mengajak Aanchi ke kota." Anuj mencoba merakit kepercayaan, yang kemudian akan dia gunakan sebagai fondasi sebuah ikatan.

Namun, wanita itu kian mengencangkan eratan. "Aanchali tidak boleh ke mana-mana! Jika kau benar mencintainya, bawa saja orang tuamu kemari!"

"Baik, Bibi. Aku akan berusaha untuk meyakinkan orang tuaku dan berjanji akan membahagiakan Aanchi." Pemuda itu berikrar, menguatkan kesetiaan, dan menuntunnya lebih bertanggung jawab.

Takdir Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang