12 : Menjemput Tambatan Hati

20 9 48
                                    

Selama perjalanan, gadis itu memandang jalanan hampa. Demi pujaan hati, dia rela meninggalkan rumah hanya untuk menciptakan jumpa. Meski dikekang, dia akan merubuhkan segala anggapan tentang ikatan terlarang ini.

Gadis itu memiliki penglihatan jeli, dari kejauhan saja dia dapat melihat Simran dan Ashish yang tengah memindahkan barang pindahan. Menghentikan perjalanan, gadis itu keluar dari taksi kuning untuk berjumpa kawan baru, tetapi terasa keluarga.

"Ashish? Simran? Kalian di sini?" Gadis itu membuka kacamata hitam, kemudian melempar senyum.

"Oh, ya, ampun! Apa itu kau? What?!" Ashish tercengang hingga kotak yang dipegang bersentuhan langsung dengan tanah.

Tidak hanya dia, Simran pun turut terkesiap akan perubahan gadis itu. "Ya, ampun! Hei, kau berbeda sekali sekarang! Tapi, kenapa kau tidak ke rumahnya?"

"Tidak, ini kejutan. Ya, inilah aku yang kalian kenal kemarin, tapi apakah benar ini alamat yang ada di tasku? Sebentar." Tangan gadis itu merogoh, lalu menyodorkan secarik kertas yang terselip dalam tas.

Gadis berambut sebahu mengangguk yakin. "Iya, benar, tapi rumah ini sekarang dibeli oleh kami. Jangan khawatir! Kau duduk saja, istirahatlah. Besok kita akan menemanimu bertemu dengannya."

"Waw! Beruntungnya dia. Andai saja kau kekasihku. Ha-ha!" tutur Ashish secara tidak sadar.

"Ashish!" tegas Simran.

"Ups! Aku lupa ada kau. Ha-ha!" Untuk menghapus kekesalan, pemuda itu merangkul sang kasih dari belakang. Dia undang kedamaian untuk mengubah hati yang merajuk, dia pula hadirkan kesunyian teruntuk jiwa yang gundah.

Gadis bergaun polkadot terkekeh kecil melihat pertengkaran mereka berbuah asmara. "Ashish, kau masih saja seperti dulu. Dasar perayu!"

Simran menghampiri, kemudian menggandeng lengannya untuk mengajak pada kediaman. "Sudahlah, kita tinggalkan saja dia. Sayang, lanjutkan bersih-bersihnya, ya? Dah! Ha-ha!"

"Hei, halo? Aku bukan tukang sampah! Halo, Ladies? Sayang, aku hanya bercanda. Ah, sial!" Pemuda playboy merajuk, dia mencebik kesal seraya kembali menyapu halaman dengan amat terpaksa.

Dua gadis itu kembali merayakan kenangan di masa-masa indah. Perbincangan ringan dibaluti canda jenaka. Suatu hal membuat gadis bergaun polkadot merasakan jiwa yang hilang melalui aroma daksanya.

"Ah, dia pasti sering kemari, ya? Aku bisa mencium aroma kekasihku, dia ada di sini," tebaknya yakin.

Selepas pekerjaan yang menguras penat, Ashish menemui mereka dengan garpu taman di tangan kiri. "Sebenarnya tidak. Dia akan menik-"

"Ashish! Maksudnya dia sedang menikmati rumah barunya sekarang. Kau jangan khawatir! Dia beli itu katanya hanya untukmu," potong Simran. Dia tahu, kebenaran yang telah tersusun akan membuat gadis itu tersakiti.

"Yah, kau membocorkan kejutannya, Sayang. Ha-ha!" Ashish tertawa jahat saat Simran keceplosan tentang kejutan untuk gadis itu.

"Uh! Awas kau, ya!"

Mereka kembali bertengkar. Simran bangkit dari sofa dan langsung mengejar Ashish yang masih memegang garpu taman. Gadis itu kembali terkekeh, mereka memiliki cara unik untuk mencintai.

"Apa kalian sudah menikah?" tanya gadis itu penasaran.

Keduanya berhenti bersamaan, lalu mengambil tempat duduk untuk kembali berbincang. Pertengkaran Ashish dan Simran berumur pendek, tersebab kepingan cinta lebih mendominasi.

"Bulan ini kami akan menikah, untung saja kau datang. Jujur, kau berbeda sekarang dan aku bangga dengan perubahanmu saat ini," jawab Simran disertai senyuman.

Takdir Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang