Nayra kembali ke rumah menjelang sore hari setelah satu malam di rawat, kepulangannya di sambut warga setempat, di sambut karena rasa penasaran mereka terhadap kejadian mati surinya.
"Masya Allah, Alhamdulillah ya Allah, Non Nayra." Siti sesenggukan menyambut Nayra ketika masuk ke dalam rumah. Siti memeluk erat.
"Biar Nayra duduk ya, Mba." Pinta Syahla.
Siti membawa Nayra duduk di ruang tamu, Siti duduk di lantai sambil memijit pelan kaki Nayra.
"Jangan, mba Siti. Nayra baik-baik saja," ucap Nayra.
"Non Nayra pasti pegel seharian berbaring di rumah sakit."
"Terima kasih ya, Mba."
Nayra senang sekali dapat kembali ke rumah yang penuh kasih sayang, matanya berkeliling, semuanya sudah kembali ke tempatnya semula berbeda sekali dengan kemarin saat datang dengan si manis.
"Apa yang kamu pikirkan?" Dewa mengusap kepala Nayra dari arah belakang.
"Gak, Ka." Nayra tersenyum.
"Kamu harus banyak istirahat, Nay. Jangan pikirkan yang aneh-aneh."
Nayra tersenyum menanggapi ocehan Dewa. Teringat kejadian kemarin saat Dewa dan Rio sempat terluka.
"Ka Dewa, kemari sebentar." Pinta Nayra seraya mengulurkan tangannya. Dewa mendekat dan memberikan tangannya. "Ka Rio, juga." Menatap ke arah Rio yang duduk di sofa sebelah kanan.
Rio masih ikut mengantarkan Nayra pulang ke rumah sedangkan Tatsuo sudah kembali pulang, bahkan Tatsuo berencana akan terbang ke jepang untuk bertemu Urabe.
Nayra menyentuh pergelangan tangan Dewa terlebih dahulu, merasakan irama denyut nadi milik Dewa, sepertinya ada luka di bagian perut Dewa. Nayra terkejut mengapa dirinya bisa merasakan luka dalam itu.
"Ada apa?"
Nayra tersenyum. "Kaka lagi sakit perut ya?"
"Sok tahu," ucapnya. Lagi-lagi mengacak rambut Nayra dan menjauh. Dewa sedang berbohong agar Nayra tidak khawatir. Nayra meraih tangan Rio yang tadi berdiri di belakang Dewa. tak ada luka di sana, kekebalan tubuh Rio jauh lebih baik dari Dewa. Nayra melingkarkan jarinya tanda oke.
Kembalinya Tatsuo ke jepang selain memiliki urusan dengan Urabe ada pesan dari Nayra yang akan ia tanyakan dan semoga ada jawaban.
"Tuan Tatsuo?"
"Ya, Nayra."
"Junita bilang, kalau kakek moyangku berasal dari Jepang. Lalu, siapa yang ia bawa, Junita atau si manis? Sepertinya telingaku juga lebih sensitif, apakah ini kekuatan dari mereka juga."
Tatsuo tersenyum.
"Kenapa?"
"Anda lebih banyak bicara."
Nayra terkekeh. "Benarkah?"
"Meski ada Tengu, aku bukanlah cenayang. Tapi, saat nanti aku ke jepang menemui tuan Urabe, aku akan bertanya padanya, mungkin dia tahu."
"Terima kasih, tuan Tatsuo."
Nayra melirik ke arah pintu. "Om."
"Ya," jawab Adam saat di ambang pintu. Semua terheran, kenapa Nayra tahu bahwa Adam akan masuk sedangkan yang lain saja belum melihat Adam masuk.
"Apa besok Nayra sudah boleh masuk sekolah?"
"Apa kamu sudah lebih baik, luka di perutmu cukup dalam." Adam mendekat.
"Masih sakit, sih. Tapi, aku bisa menahannya."
"Sebaiknya kamu beristirahat lebih lama, Nay. khawatir lukanya akan semakin parah."
"Baiklah."
"Besok, aku akan membawa Dina dan Damar sepulang sekolah. Soalnya mereka ingin segera bertemu denganmu."
Nayra tersenyum. "Mereka tidak sabar, Wi." Nayra menunjuk ke arah pintu.
"Assalamualaikum!" Muncul Damar dan Dina dari arah pintu.
"Astaghfirullah, Nay. Dari mana kamu tahu?" Tanya Dewi berbarengan dengan wajah heran lainnya.
"Entahlah, aku mencium bau mereka dan mendengar langkah kaki mereka. Seperti sudah terekam dipikiranku."
"Nayra!" Dina berlari dan langsung memeluk. "Apa kamu baik-baik saja?"
"Iya, aku baik-baik saja."
"Hey, apa yang kamu perbuat malam itu, kenapa keluar sendiri seperti itu!" Marah Damar pada Nayra.
"Maaf." Nayra tersenyum masih dalam keadaan di peluk Dina. Dina menghapus air matanya dan melepaskan pelukannya. Damar yang hendak ikut memeluk di tahan oleh Rio dengan tangan kanan dan tangan kirinya memberi isyarat mengusir.
"Ya Allah, Ka. Pelit amat sih." Tingkah Damar malah memancing gelak tawa yang ada di sana. "Ya aku duduk di sini saja." Damar duduk dibawah dekat kaki Nayra.
"Apa yang terjadi malam itu?" tanya Dina penasaran.
"Tubuhku terasa panas seperti duduk di dekat bara api, tenggorokanku haus, kulitku kering dan perih," jelas Nayra. Sembari menunjuk ke leher kulit tangannya.
"Setelah itu aku lupa, hanya melihat sekeliling tapi seperti mimpi," sambung Nayra. Sejujurnya ia tahu apa yang terjadi malam itu.
"Lalu, apa yang kamu lihat ketika kamu berada di alam kematian?" tanya Damar.
Nayra tersenyum. "Aku melihat semua orang di bakar di dalam kolam penuh lahar panas, entah siapa mereka. Panasnya terasa sampai ke kulitku,. Padahal aku berdiri cukup jauh. Karena aku ketakutan aku berjalan mundur kemudian lari mencari jalan. Tapi, aku hanya melihat kegelapan dan rasa sesak kemudian kembali lagi ke tempat di mana orang yang terbakar lahar. Seperti itu terus sampai dua kali. Kemudian aku merasa di tarik cukup kuat dan masuk ke dalam seekor kucing yang datang ke rumah ini. Tapi, mba Siti mengusirku."
"Eh, kucing, mba kemarin mengusir kucing hitam saat hendak melakukan tahlil." Siti mengingat-ingat kejadian kemarin.
"Iya, itu aku."
"Ya Allah, maaf."
"Sebentar, aku belum paham. Bagaimana kamu bisa berada di dalam tubuh kucing?" tanya Damar.
"Entahlah, aku juga tidak mengerti." Nayra tertunduk.
"Lalu?" tanya Damar lagi.
"Damar dah cukup, kamu ini bawel banget." Protes Rio dengan tatapan marah.
"Rasakan kau," oceh Dewi. Dia duduk di sisi kanan Nayra dan Dina di sisi kiri. Damar cemberut.
"Setelah itu, aku berlari menuju makam dengan sangat cepat, sudah lepas dari tubuh kucing, aku saja sampai terheran kenapa aku lari begitu cepat, dan aku melihat ka Rio, ka Dewa dan Om Adam."
"Ka Rio selalu pertama kali kamu sebut," protes Dina yang di dorong oleh Rio dari belakang. " Ih, ka Rio. Kasar." Dina bertolak pinggang. Semua terkekeh geli.
"Ada juga Tatsuo dan pak Burhan, aku hanya mengingat itu saja," ucap Nayra lagi. "Ada ka Joni dan kawannya." Tunjuk Nayra keluar rumah.
Benar saja, Joni dan ketiga temannya memberi salam ketika berdiri di depan pintu yang dipersilahkan masuk oleh Syahla.
"Hey, apa kabar?" Sapa Joni.
"Alhamdulillah, baik." Joni mengepalkan tinjunya untuk melakukan TOS yang di ikuti juga oleh kawannya.
Dewa bergeser mendekati Rio tepat di belakang Nayra, mereka berdua hanya saling melirik lewat ekor matanya.
"Terima kasih sudah membantu saya kemarin," ucap Dewa. Bicara dengan berbisik.
"Terima kasih juga, Ka. Sudah mempercayakan saya untuk terus berada di dekat Nayra sejak malam itu."
Nayra tersenyum mendengar pembicaraan kedua orang di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nayra (Pemilik Netra Merah)
HorrorNayra tidak pernah tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri, entah kenapa kelebihan ini jatuh pada dirinya dan entah mengapa sosok 'dia' ada di dalam dirinya. Tertabrak mobil, hilang ingatan bahkan selamat dari kematian. Nayra sempat berpikir apak...