Parung Bogor tujuan Nayra dan anggota klub misteri sekarang, mereka menggunakan kereta api dari stasiun tiga raksa menempuh perjalanan yang panjang karena harus berhenti di setiap stasiun.
Mereka berdiri di sebuah gedung sekolah X (maaf, author tidak bisa menyebutkannya) Nayra menyentuh pagar hitam bangunan sekolah itu.
"Dari logonya, ini bener sekolahnya," ucap Damar dengan melihat hasil gambarnya.
"Sekarang hari sabtu, sekolah libur, Nay." Dina bertolak pinggang sembari berdiri di depan pagar sekolah berlantai tiga tersebut.
Damar mulai mengeluarkan kamera dan mengambil gambar. Nayra hanya melirik kemudian tersenyum, Damar memiliki persiapan yang matang untuk kontennya kali ini. "Jangan lupa di sensor."
"Siap."
"Sekarang tujuan kita kemana?" tanya Rio.
"Ke kanan," tunjuk Mutia sembari menunjuk arah kanannya.
"Jum!" Damar mendahului Nayra. Nayra tersenyum.
Mereka berjalan cukup jauh, Rio memberikan air mineral kepada Nayra yang baru saja ia beli barusan, tiga D juga langsung menyerbunya.
"Apa jauh, Nay?" tanya Dewi. Mereka duduk sembarang dekat gapura yang terbuat dari bambu, memisahkan RT dan RW setempat.
"Kita sudah dekat," jawab Nayra.
Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun baru saja lewat di depan Nayra dan yang lainnya, wajahnya pucat dan ada kantong matanya seperti beliau kurang tidur, dengan hitungan menit ada saja orang yang mondar mandir karena melihat sekelompok orang berjongkok dan duduk di ujung jalan, ya... Itulah Nayra dan temannya. Warga setempat curiga dengan mereka.
"Sebaiknya kita jalan, orang-orang sudah mulai curiga," ucap Nayra. Nayra bangun dari duduknya dan mulai berjalan meninggalkan tempat, Dewi mengikuti karena takut terjadi hal yang buruk, yang lainnya juga mulai berjalan tak jauh dari Nayra.
Kini, Nayra sudah berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar, semuanya ikut memandang ke rumah tersebut, tidak ada yang aneh dengan rumah itu. Terlihat bersih dan asri tidak seram sama sekali.
"Dewi,"
"Ya?"
"Kamu ingat, aku dan ka Dewa pernah hilang saat pernikahan om Adam."
"Ah, waktu kamu menolong seorang gadis yang di guna-guna."
Nayra mengangguk. "Ini kasus yang sama."
Nayra mengetuk tiga kali pagar rumah tersebut dan mengucapkan salam, suara wanita menjawab salam dari dalam. Pintu rumah terbuka pelan, terbuka setengah, wanita itu wanita pemilik kantong mata.
"Permisi, Bu," ucap Rio.
"Cari siapa?"
"Anak gadis ibu sakit, ya?" Mata ibu terbuka namun meredup seakan malu. "Boleh kita bicara sebentar, di luar juga boleh," tutur Nayra.
Wanita itu membuka pintu rumahnya lebar, mempersilahkan anggota klub misteri untuk masuk dan duduk di teras, Damar hendak mengeluarkan ponselnya tapi di cegah oleh Rio, khawatir ibu itu tersinggung.
"Mungkin ini terdengar aneh, tapi saya bertemu dengan putri ibu di dalam mimpi," tutur Nayra. Nayra menceritakan semua mimpinya, si ibu menitikkan air matanya, kemudian ia bercerita.
"Putriku pernah cerita kalau ia pernah bermimpi bersetubuh dengan pria yang tidak ia kenal, sampai vaginanya sakit, saya sebagai ibu khawatir dan membawa ke bidan untuk memeriksakannya dan ternyata putriku masih gadis, saya khawatir ia halusinasi dan melakukan yang tidak-tidak, sampai suatu hari ada yang bilang kalau anakku di ikuti makhluk halus, sampai saya meminta kesana kemari untuk ikhtiar supaya anak saya tidak lagi bermimpi hal-hal aneh. Waktu itu malam hari, anakku mata dan mulutnya terbuka seperti yang merasakan sakit, saya dan ayahnya membawanya ke rumah sakit, dokter bilang anakku struk." Ibu itu makin terisak, Dewi dan Dina mendekat dan mengusap punggungnya menenangkan si ibu. Si ibu kembali bercerita. "Karena kehabisan uang, kami membawa kembali putri kami yang masih terdiam tak bergerak, ia berinteraksi dengan matanya."
Mereka semua terdiam, memberikan ruang pada si ibu yang sedang menangis.
"Apa kamu bisa menolong putriku?"
"Saya mau mencobanya, Bu. Apa boleh?"
"Tentu saja boleh, Ayo masuk." Ibu itu bergegas masuk ke dalam.
"Sebaiknya kalian tetap di luar, aku tidak tahu seberapa bahayanya," ucap Nayra.
"Aku akan berjaga di sini," ucap Rio. Dan Nayra mengangguk.
Nayra mulai masuk ke dalam rumah, di luar memang terasa hangat, tetapi begitu masuk ruangannya terasa dingin dan pengap, seperti tidak pernah ada sinar matahari yang masuk ke dalam, padahal jendelanya dan ventilasi udaranya sangat cukup.
Astaghfirullah, Nayra sangat nelangsa melihat gadis yang terbaring menatapnya, kulitnya pucat, kantong mata menghitam Nayra duduk perlahan di samping si gadis dengan bersila dan menggenggam tangannya.
"Tubuhmu sampai habis seperti ini, apa gondoruwo jelek itu menyiksamu?"ucap Nayra yang membuatnya melebarkan matanya.
"Ya, aku di siksanya!" ucap si gadis tanpa suara, hanya Nayra yang dapat mendengarkannya. Gadis itu berteriak sangat kuat di dalam hatinya tapi suaranya tetap tak terdengar orang lain. Gadis itu menangis, air matanya mengalir ia kesal karena mulutnya tidak mengeluarkan suara.
"Aku bisa mendengarmu, kok," ucap Nayra tersenyum. Membuat si ibu yang duduk tidak jauh Nayra keheranan. Karena melihat Nayra berbicara sendiri.
Gadis itu membulatkan lagi matanya karena terkejut. "Apa kau bisa mendengar aku? Benarkah?"
"Ya, aku bisa mendengarmu," ucap Nayra lagi.
Gadis itu menangis tergugu di dalam hatinya, ia senang karena akhirnya ada yang mendengarnya, suara tangis yang terdengar lirih, sedih sekali tangisan yang di dengar hanya oleh Nayra, sepertinya gadis itu sangat tersiksa sekali selama ini. Nayra menaruh telapak tangannya tanpa menyentuh dari kepala sampai ke kaki, Nayra memberi energi hangat ke tubuh si gadis. Nayra menaruh ibu jari di kening si gadis. "Ini sedikit sakit, tahan ya."
Sepertinya sentuhan ibu jari Nayra begitu sakit untuk si gadis, karena ia meringis lewat matanya kemudian air matanya mengalir deras ke telinganya karena posisi gadis itu sedang berbaring.
"Argh!!" Teriak si gadis menahan rasa sakit berhasil menclos keluar dari mulutnya yang sudah beberapa bulan tidak bicara.
"Heni!" Pekik ibu memeluk putrinya di kaki, karena sejak tadi ia duduk di dekat kaki putrinya.
"Ibu," ucap si gadis suaranya bergetar.
"Putri ibu hanya bisa bicara sementara, tubuhnya belum bisa saya bantu untuk bergerak lagi," ucap Nayra.
"Terima kasih." Ibunya Heni menangis.
Nayra harus kembali karena pulang ke rumah membutuhkan waktu yang cukup lama, dan Nayra berjanji akan kembali besok.
"Nak, apa ibu boleh meminta nomor telepon mu?"
"Maaf, ibu. Saya tidak bisa memberikan nomor telepon saya, tapi saya janji akan kembali esok."
Mereka kembali ke Tangerang, klub misteri sempat bertanya kenapa tidak meninggalkan no ponsel. "Jika nomor kita tersebar, maka kita akan sibuk membasmi hantu bukannya belajar." Mereka mengerti.
****
Bersambung yaaaa plen.Sori Netra Merah aku publish ulang, ada sebagian plen-plen yang marah-marah karena di hapus 😁
Demi kalian deeeh pokoknya 🥰
Sampai Minggu depan!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nayra (Pemilik Netra Merah)
HorreurNayra tidak pernah tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri, entah kenapa kelebihan ini jatuh pada dirinya dan entah mengapa sosok 'dia' ada di dalam dirinya. Tertabrak mobil, hilang ingatan bahkan selamat dari kematian. Nayra sempat berpikir apak...