#30 - Permission

954 122 10
                                    

Bugh!

Tinju dari Tay Tawan mendarat keras di wajah putra sulungnya. Pluem sendiri belum sepenuhnya sadar dari mabuk.

Beruntung, itu pukulan pertama dan satu-satunya yang dilayangkan oleh sang ayah. Tentu saja karena New menahan Tay yang bisa saja menggila.

"Ayah kecewa sama abang. Bukan kayak gini sikap yang ayah mau lihat dari anak kebanggaan ayah. Lari dan menghindar dari masalah yang kamu buat sendiri. Kamu ini calon jaksa, bang. Apa pantes kamu bersikap seperti ini?!!"

Tidak hanya New, si kembar juga ikut membujuk sang ayah agar sedikit meredakan amarahnya.

"Sekarang kalian semua balik kamar. Besok pagi kita ke rumah Off." Kata penutup Tay itu membubarkan seluruh anggota keluarga.

"Te, kamu jangan terlalu emosi ya. Kasihan abang." New mengusap pundak suaminya segera setelah mereka sampai kamar.

"Hin, kamu jangan terlalu manjain anak-anak lah. Lihat gimana cara Pluem lari dari masalah. Aku nggak pernah ngajarin anakku buat jadi pengecut!"

"Iya, Te. Aku tahu kamu kecewa sama abang. Aku juga. Tapi kita harus ngerti, dia masih sangat muda. Dia mungkin  syok dan mau menata hati dulu. Bukan maksud dia untuk lari dari masalah."

New paham betul bahwa Pluem bukanlah pengecut yang akan kabur dari masalah yang dibuatnya tanpa bertanggungjawab.

"Udahlah, Hin. Aku capek. Besok pagi kita harus ke rumah Off buat lurusin semua ini. Entah dia sama Gun udah tau perkara ini atau belum."

Tay dan New menempatkan diri untuk tidur karena mereka yakin besok akan jadi hari yang berat bagi mereka.

__________

Ting Tong!

"Loh, Peng! Ngapain pagi-pagi kesini? Masuk deh, ayo New, Pluem." Off mempersilakan tamunya.

"Kita mau bicara sama lo, Gun, dan Chimon." Kata Tay singkat.

"Eh, oke tunggu bentar. Duduk dulu." Meski heran, Off belum bertanya macam-macam.

Ketika semua telah berkumpul di ruang tamu, Tay membuka suara.

"Jadi niat kami datang kesini adalah untuk melamar Chimon menjadi pasangan Pluem."

Mendengar hal itu Off dan Gun tentu saja kebingungan. Sedangkan Chimon terlihat gelisah dan menggigit bibirnya.

"Maksud lo gimana, Peng? Lo tau sendiri mereka masih kuliah. Apalagi Chimon yang baru awal-awal kuliah." Tanya Off.

Pluem mengarahkan pandangan pada Chimon. Mereka pun saling bertatap.

"Sebelumnya Pluem minta maaf, Papi Off dan Mami Gun. Sebenarnya Chimon saat ini sedang hamil anak Pluem." Kalimat Pluem bagaikan petir yang menyambar rumah keluarga Adulkittiporn.

"Hah??? Chimon hamil???" Gun berteriak histeris.

Air mata tak mampu lagi dibendung oleh Chimon, isakan pelan berubah menjadi sedu sedan.

Belum ada jawaban apapun dari Off yang rahangnya terlihat mengeras dan punggungnya menegak.

Gun pun memeluk Chimon dan mencoba memberikan kekuatan mental pada anak semata wayangnya.

"Oke. Kami terima lamaran kalian. Pluem dan Chimon akan segera menikah, tapi dengan syarat mereka harus tinggal disini bersama kami. Chimon harus tetap lanjut kuliah meskipun harus cuti semester depan."

Keputusan Off membuat semuanya bernafas lega.

"Pluem-" Lanjut Off lagi. "Jujur saja saya kecewa sama kamu. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Saya juga tahu bahwa kamu dan Chimon saling mencintai. Jadi tolong bahagiakan anak kami."

"Baik Papi. Terimakasih atas restunya untuk menikahi Chimon. Pluem akan segera lulus dan akan memenuhi kebutuhan Chimon." Jawab Pluem.

"Peng, gue harap kejadian ini gak memutus persahabatan kita." Kali ini Tay yang buka suara.

"Peng, kita gak bisa sahabatan lagi" Jawaban Off membuat tegang suasana.

"Karena kita bakal jadi besan hahahaha..." Tiba-tiba saja Off mengeluarkan guyonan yang membuat semuanya tersenyum canggung.

"Tenang aja, peng. Gue tau Pluem itu anak baik. Gue tau dia bakal bertanggungjawab sama apa yang dia perbuat."

Syukurlah, semuanya dapat bersikap dewasa dalam mengatasi masalah ini. Meski rasa khawatir tentu tetap muncul mengingat usia Pluem dan Chimon yang masih muda.

Seusai pertemuan, Pluem mengajak Chimon bicara berdua di halaman belakang.

"Chim, abang minta maaf soal kemarin. Abang bener-bener syok dan gak tau musti gimana. Maaf kalau kamu ngerasa abang bakal kabur ninggalin kamu."

Mata mereka bersibobrok, tangan Pluem menggenggam erat tangan sang kekasih dan mengusapnya pelan.

"Abang janji gak akan pernah ninggalin kamu. Abang akan usahain yang terbaik buat kita berdua. Abang sayang sama kamu dan anak kita."

Satu tangan Pluem beralih mengusap perut Chimon yang masih rata. Namun Pluem yakin, eksistensi di dalamnya akan selalu menjadi prioritas hidupnya.

"Aku juga sayang abang dan anak kita." Lirih Chimon menahan tangis.

"Maaf untuk sekarang abang belum bisa kasih kamu apa-apa. Chimy mau kan berjuang sama abang?"

Anggukan mantap dari Chimon merekahkan senyuman Pluem. Sebenarnya inilah hal yang paling dipikirkan Pluem. Bagaimana kehidupan mereka kelak, apakah Pluem bisa membahagiakan Chimon?

Chimon tumbuh besar di keluarga yang sangat berkecukupan. Meskipun keluarga Vihokratana juga bukan sembarangan, namun Pluem tidak mau merepotkan orangtuanya apalagi mertuanya.

Sambil mendekap Chimon erat, Pluem bertekad untuk membangun rumah tangga bahagia bersama Chimon dan anak mereka.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Keeping Up with The Vihokratanas (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang