"Baiklah, sekian dari Bapak, sampai jumpa di pertemuan minggu depan. Permisi.""Terima kasih, Pak," jawab anak-anak.
Seorang guru berkacamata berjalan ke luar kelas, jam pelajaran kedua telah berakhir. Suasana yang tadinya kantuk, kini terlihat lebih segar. Anak-anak mulai keluar satu per satu. Kesy hendak melakukan hal yang sama, tetapi dia melihat Kiki masih terdiam. Kiki merasa ponselnya bergetar saat pelajaran tadi, dia mengambil ponsel dan membuka pesan masuk.
Monokrom tidak selalu hitam atau putih, dan kamu membuat keduanya kelabu. Siapa yang menyuruhmu memakai warna monokrom? Ada warna lain yang lebih cerah. Cobalah ganti, mungkin itu bisa membuat kamarmu hidup, juga jiwamu.
Kiki mendengus.
"Kamu kira aku mati?" lirihnya.
"Apa, Ki?" Kesy yang dari tadi memperhatikan Kiki terlihat penasaran.
"Oh, nggak."
"Pesan dari siapa?" Kiki menggeleng, tidak berniat menjawab pertanyaan Kesy. "Mau ke kantin?"
"Nggak dulu, Ke, aku mau ke perpustakaan, cari referensi untuk mengisi soal Fisika."
"Hemm, kamu masih harus ikut olimpiade, ya?"
"Iya. Ini olimpiade terakhirku sebelum fokus dengan ujian sekolah."
"Mau aku temenin?""Tidak perlu, Ke, kamu ke kantin saja."
Kesy mengangguk, dia berjalan meninggalkan Kiki di kelas. Kiki kembali melihat ponselnya, saran pesan itu baginya tak begitu buruk. Akhirnya dia searching di internet mengenai warna monokrom. Dia menggulir layarnya dengan pelan, dan menemukan satu link yang menarik. Benar kata si monokrom, warna monokrom tidak selalu hitam dan putih, bisik hatinya.
"Mungkin aku harus mencobanya," ucapnya kemudian.
***
Kiki berjalan di antara rak yang tersusun rapi, sebenarnya dia belum tahu buku mana yang memiliki pembahasan lengkap. Dia tidak bisa asal menjawab soal-soal Fisika yang begitu rumit kalau tidak memahami pembahasan detailnya, karena Fisika adalah ilmu pasti.
Sedari tadi, Kiki hanya mondar-mandir dan membuka satu buku, lalu pindah ke buku lain sampai akhirnya dia lelah. Dia memilih duduk di kursi yang tersedia dan membawa satu buku di tangan, berharap menemukan jawabannya di buku itu. Saat membuka buku, telah tampak sebuah lembar pamflet bergambar sekolah dan bertuliskan program tahunan yang dilaksanakan tahun lalu. Pada pamflet tertulis jika siswa harus mengikuti rangkaian kompetisi yang dilaksanakan sekolah dan berlomba memenangkan golden ticket sebagai siswa yang direkomendasikan sekolah untuk mendaftar kuliah di dalam atau luar negeri dengan beasiswa. Hal itu menarik perhatian Kiki, dia tahu sekolahnya mengadakan program tahunan seperti ini, tetapi dia tidak tahu betul kegiatannya akan sama atau tidak.
"Boleh duduk di sini?"
Suara hangat itu datang dari seorang laki-laki yang muncul di depannya, Kiki segera menyembunyikan pamflet tersebut dan menutup buku. Namun, saat mengangkat dagu, dia merasa dikhianati.
"Apa semua laki-laki sepertimu masuk perpustakaan?"
"Maaf? Apa katamu?" Suara yang terasa seperti kopi itu bahkan tidak menarik bibir Kiki untuk tersenyum.
"Lupakan! Duduk saja kalau mau."Laki-laki itu langsung duduk, tetapi tidak menghilangkan rasa penasaran mengapa seorang gadis yang tidak dikenalnya berkata kasar.
"Apa kita pernah bertemu?"
Kiki hendak membuka buku, tetapi dicegah pertanyaan yang tak pernah diharapkannya.