2. Awan di Atap Newton

9 3 0
                                    

Jalan Tentara Pelajar terlihat sunyi. Kendaraan belum banyak yang melintas, tetapi satu dua masih terhitung. Kiki melirik jam di pergelangan tangannya setengah tujuh. Apa matahari terlambat terbit di sini? Tidak mungkin, itu pasti karena pohon rindang di sekitar sekolah yang menghalangi jam kerja Sang Surya. Kiki mencium jalanan yang basah, sejuknya udara pagi belum sirna. Dia mengambil kesempatan ini untuk segera menghirup oksigen dan membuangnya perlahan, di kota besar ini dia jarang bernapas dengan udara bersih.

Di hadapannya telah berdiri kokoh sebuah gerbang besar dan menjulang, pintunya membentuk struktur piramida dengan ujung meruncing. Di tengah pintu gerbang terukir simbol pendidikan Indonesia, sedangkan di bagian atas pintu terdapat tulisan timbul dengan bahan stainles, SMA Harapan Indah.  Kiki tak memperlihatkan kekaguman sedikit pun dengan gerbang sekolah yang telah direnovasi itu. Baginya, gerbang sekolah yang dulu lebih megah dan klasik. Saat ini, Kiki belum melangkah sejak turun dari mobil. Pintu gerbangnya masih tertutup, dan itu membuat Kiki harus menunggu.

Tak lama, Kiki mendengar suara kaki tengah berlari. Seorang satpam membuka pintu gerbang dan membiarkan simbol pendidikan terbelah. Satpam itu tersenyum dengan memperlihatkan deretan gigi kuningnya.”Selamat pagi, Neng.”

“Apa saya datang terlalu pagi, Pak Karno?” ucap Kiki selagi berjalan melewati batas keluar-masuk gerbang. Saat itu, kedua matanya menangkap seorang laki-laki berjalan di lapangan basket.

“Eh, maaf, Neng, saya lupa membukanya, tadi habis dari kantin, ngopi dulu,” jawab Pak Karno.

“Lupa? Itu artinya gerbang ini belum dibuka sama sekali?”

Pak Karno mengangguk.

“Kira-kira berapa gaya gravitasi di sekolah kita, Pak? Tidak ada manusia yang dapat melompati gerbang setinggi hampir dua meter ini, kecuali dia titisan Spider-Man.”

“Apa? Ya?” Pak Karno gelagapan, masih mencerna ucapan Kiki. Kiki mendekati benda hitam di dekat pos satpam dan menempelkan jempolnya ke alat bernama finger print.

“Bagaimana caranya dia masuk?” Kiki memelotot untuk membawa kedua mata satpam itu ke arah pungung siswa yang mulai membelok ke arah gedung Da Vinci.

“Loh, bagaimana dia bisa masuk!” kejut Pak Karno mengulang pertanyaan Kiki dengan terbata, merasa kesulitan menemukan kata yang tepat, dia memilih diam dan memegang tengkuknya. Karena tak mendengar penjelasan apa pun, Kiki hendak pergi begitu saja. Namun, dia menghentikan langkahnya saat memikirkan kemungkinan lain.

“Oh, damn it! Pak Karno? Apa dia memanjat gerbang itu?”

What! Gusti … bisa dipecat saya. Aduh!” Pak Karno memukul dahinya, “Ke mana anak itu, biar saya kejar dia dulu, Neng, permisi.”

Pak Karno meninggalkan Kiki yang masih berdiri di dekat pos satpam. Dia hampir tertawa melihat tingkah Pak Karno yang tampak gelisah.

***

SMA Harapan Indah memiliki tiga jurusan, IPA, IPS, dan Bahasa. Kelas IPA berada di gedung Newton, IPS di gedung Aristoteles, dan Bahasa di gedung Da Vinci. Struktur sekolah ini memiliki bangunan seperti persegi panjang. Setelah melewati gerbang, siswa akan bertemu dengan empat gedung utama. Gedung Newton berhadapan dengan gedung Aristoteles, sedangkan gedung Da Vinci berhadapan dengan gedung Einstein, yang merupakan ruang kepala sekolah dan para guru. Di tengah keempat gedung tersebut terdapat lapangan basket dan voli. Saat ini Kiki melangkah menuju gedung Newton.

Setelah sampai di lantai tiga, dia belum memasuki kelasnya yang baru. Kiki memilih berdiri di depan kelas IPA-2. kini, dia menginjak kelas tiga, rasanya baru kemarin sibuk berkutit dengan soal-soal olimpiade. Begitulah cara kerja waktu, dan Tuhan tidak pernah salah saat menyerahkan waktu ke hamba-Nya. Kesalahan hanya dilakukan oleh manusia yang membuang waktunya dengan sia-sia. Mengingat itu, Kiki mulai berpikir untuk memanfaatkan waktunya sebaik mungkin, dia harus terus memandang ke depan dan fokus mengejar impiannya.

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang