“Wah, luar biasa. Aku bahkan tidak tahu kamu bisa berenang lebih cepat dari aku. Kapan kamu belajar renang, Ki?” seloroh Kesy saat mereka keluar dari penatu sekolah. Ada petugas yang mengurus cucian untuk baju siswanya yang perlu dicuci. Mereka akan kembali dalam tiga hari untuk mengambil dan menaruhnya di loker.
Kedua remaja itu melangkah menuju kantin yang berjarak tidak jauh dari penatu.“Itu tidak penting, Ke,” jawab Kiki.
Kesy meninju lengan kanan Kiki karena jawaban yang tidak memuaskan itu. Kiki hanya tertawa, keduanya sampai di kantin dan berhenti di stan yang menyediakan makanan dengan porsi tidak banyak, cukup untuk memenuhi permintaan perut mereka.“Kamu mau pesan apa?” tanya Kesy.
“Rice bowl kulit dan lime mojito,” ucap Kiki lalu berjalan mencari kursi. Sementara Kesy yang memesan makanan ke kasir.
Ketika duduk, Kiki merasa ponselnya bergetar. Dia mengambil dan membuka notifikasi pesan yang baru masuk.
“Lisa,” gumamnya.
Sepandai-pandainya tupat melompat, dia pasti terjatuh. Saat hari itu tiba, aku harus bersiap.
Kiki mencengkeram badan ponselnya, tiba-tiba dia merasa kesal setiap membaca pesan dari Monokrom. Kiki baru menyadari pesan darinya penuh teka-teki, padahal mereka tidak sedang mengisi teka-teki silang. Ini bukan permainan, dan hidupnya bukan untuk dipermainkan. “Maksud dia apa, sih!”
“Kenapa, Ki?”
Kiki terkejut saat Kesy sudah duduk di hadapannya. Kiki meregangkan cengkeraman dan menaruh ponselnya di meja. Dia diam di tengah Kesy yang masih menunggu jawaban darinya. Ketika menatap kedua retina milik Kesy, di sana terlihat banyak pertanyaan yang berkeliaran di bola putihnya. Kesy pasti memiliki banyak pertanyaan untuk disampaikan kepadanya, tetapi enggan untuk bertanya. Kiki merasa bersalah karena sudah banyak melampiaskan rasa kesalnya kepada Kesy, padahal dia sadar Kesy tidak pantas diperlakukan demikian dingin.
Pikiran Kiki memang diracuni banyak keraguan, tentang Lisa yang penuh teka-teki, Rena dengan sikap labilnya, dan Hendra. Sejak kepergian Lisa, papanya sendiri tidak pernah peduli terhadap Kiki. Dia mengira Hendra ikut kesal terhadap Rena yang mengusir anak angkatnya. Sikap Hendra banyak berubah dan mereka sering berdebat hanya karena hal sepele. Hendra semakin kasar terhadap Rena, dan bahkan kepadanya sehingga membuat rumah seakan terbakar. Keadaan ini membuat Kiki frustrasi dan dia sangat membenci papanya, karena itu Kiki memaksa Rena untuk membawa Lisa ke rumah agar rumahnya kembali bersinar. Nyatanya, sudah hampir tiga tahun Lisa tidak kembali. Jujur saja, Kiki merasa kecewa saat mendengar Lisa sudah tinggal bersama orang tuanya di Australia, tetapi dia belum percaya sepenuhnya dengan ucapan Rena, mengingat mamanya pernah berbohong.
Rasanya Kiki ingin mengiris pergelangan tangannya, tetapi dia sendiri takut. Masih ada impian yang harus dikejar, hanya itu satu-satunya cara agar dia terbebas dari belenggu neraka yang ada di rumahnya. Kini, Kiki sangat marah, semua orang di sekitarnya seakan ingin bercanda dan mempermainkan hidupnya. Hanya Kesy yang masih tulus dan setia di sampingnya, dan Kiki harus berterima kasih untuk itu.
Setelah lama bergeming, Kiki memutuskan untuk tidak membahas Lisa atau Rena di depan sahabatnya, dia memilih topik lain untuk mengembalikan kehangatan persahabatan mereka.
“Ke, minggu ini ada konser nggak? Sudah lama kita nggak nonton konser bareng.” Akhirnya Kiki mengajak Kesy untuk healing sejenak.
Kesy menganga tanpa sadar, ini adalah jawaban dari diamnya Kiki dan Kesy bisa langsung memahaminya. Dia ingat Kiki pernah meminta ruang untuk bernapas, mungkin ini yang dia maksud, healing.
“Belum ada, Ki. The stars itu ada konser tapi bulan depan. Gimana kalau kita nonton?” usul Kesy untuk mengurangi kekecewaan Kiki.
“Wah, good idea, Ke. Sudah lama memang aku nggak nonton bioskop.” Kiki tampak sumringah, senyumnya mengembang dengan manis. Ada kelegaan di ruang hati Kesy melihat wajah sahabatnya cerah kembali. Dia ingin terus melihatnya seperti saat ini.“Kamu mau nonton film yang mana?” Kesy bertanya dan menyodorkan ponsel untuk menunjukkan aplikasi Cinema XXI kepada Kiki. Sementara menunggu Kiki memilih filmnya, pelayan kantin sedang mengantar pesanan mereka. Saat pesanan tiba di meja, Kesy langsung meminum lecy mojito kesukaannya.
“Yang ini aja, Ke.” Kiki mengembalikan ponsel milik Kesy sembari menunjukkan film yang akan mereka tonton. Tiba-tiba Kiki tampak ragu dengan keputusan ini, dia memikirkan Kesy yang pernah bercerita menyukai seseorang.
“By the way, bukannya kamu menyukai seseorang, Ki? Bagaimana perkembangannya sekarang?”
Air muka Kesy memerah, dia hampir tersedak mendengar pertanyaan Kiki yang tiba-tiba itu. Kiki tertawa melihat sikap Kesy yang terlihat salah tingkah.
“Perkembangan apa? Aku tidak melakukan apa pun, Ki.”
“Waktu itu aku belum sempat melihat tampang lelaki yang kamu sukai karena waktunya bertabrakan dengan bunyi bel, tapi melihat ekspresimu yang seperti ini … kelihatannya dia tidak terlalu buruk.” Kiki berusaha menggoda, sedangkan Kesy hanya pasrah dan menahan rasa malunya.
“Aku tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk memvisualisasikannya, aku takut salah menilai, Ki. Sebelumnya, aku tidak pernah menyukai seseorang yang rasanya seperti jatuh di taman surga. Indah sekali.”
“Astaga, kata-katamu, Ke. Kamu benar-benar jatuh cinta sekarang, ya,” ejek Kiki. Dia mulai mengunyah rice.
Kesy senang mendengar itu, tetapi ada yang mengganggunya. Dia menurunkan pundaknya dengan lemah. Wajah ayunya berkurang satu persen. “Tapi aku ragu dia menyukaiku. Kamu juga tahu seperti apa cinta bertepuk sebelah tangan itu, Ki, pasti pedih rasanya.” Suara Kiki terdengar sayu rayu, tetapi tetap merdu di telinga Kiki. Kiki melihat Kesy hanya membuat sendoknya menari di atas bowl tanpa memakan rice-nya. Padahal, rasa rice bowl itu sangat lezat. Kiki saja menyukainya.
“Hei Kesy, ayolah.” Tangan Kiki bertengger di kedua pundak milik Kesy. “Tidak mungkin dia menolak gadis seanggun dan semanis dirimu, Kesy Gita Ayudisha,” sambungnya dengan senyum manis.“Semoga begitu, Ki.” Kesy tersenyum tipis kepada sahabatnya. Melihat cara Kiki menghiburnya, dia merasa Kiki sudah kembali lebih baik. Mungkin kemarin Kiki tampak suram karena masih dalam proses penyembuhan atau karena dia berhasil mendapat nilai terbaik dari Pak Tegar? Bisik hati Kesy. Apa pun itu, Kesy merasa bersyukur.
“Oh ya, aku penasaran soal ini. Kamu bilang dia dari gedung Aristoteles? Bagaimana cara kamu mengenal dan menilainya, Ke?” tanya Kiki setelah lama mereka berdiam.
Kesy memasang wajah genit, dia menyipitkan mata dan mendekat ke wajah Kiki lalu berbisik, “Asal kamu tahu, Ki. Aku punya someone di gedung Aristoteles. Dia yang selalu memberiku informasi tentang my crush, everyday and everytime. Bisa dibilang dia mata-mataku.”
“Oh my God, Kesy. Aku bahkan tidak tahu kamu melakukan ini, dasar gadis picik,” ucap Kiki disertai gelak tawa Kesy.
