Dear Readers,
Selamat membaca..
----------------------------------Chapter 12
"Babe, dokter bilang kita sudah bisa pulang."
"Hmm... Aku ingin pulang."
"Ya... ayo pulang ke rumah."
"Tidak... aku ingin pulang ke rumah ayah."
***Sudah tiga hari sejak Pieck keluar dari rumah sakit, sudah beberapa hari dia hanya terdiam memandang keluar jendela kamar masa kecilnya. Duduk meringkuk di sofa tunggal dengan kedua lengan memeluk dirinya sendiri. Bayangan kejadian itu, rasa yang tubuhnya rasakan pada saat itu, bayangan saat dia tidak bisa merasakan detak jantung putranya-
Pieck mencengkram kedua lengannya sendiri, mencoba merasakan sakit cengkraman itu, berharap dia akan segera terbangun dari mimpi. Berharap apa yang dia alami hanyalah ilusi.
Tapi dia tidak terbangun dari mimpi.
Ini adalah realita.
Dan ini sangat menyakitkan.
Pieck tidak tahu, sejak kapan air matanya mengalir. Betapa kuat dirinya ketika dia meminta Jean untuk membawanya melihat jasad putra mereka. Dia begitu kecil, tangan mungilnya menggenggam seakan dia berusaha untuk bertahan.
Pieck mencoba menyentuh genggaman tangan putranya yang hanya sebesar ujung jarinya. Betapa kuat keinginannya untuk bertahan.
Pieck berfikir, seandainya saja dia lebih berhati-hati, putranya tidak akan kehilangan nyawanya. Seandainya saja dia bisa melindunginya lebih baik, Jean tidak akan begitu hancur seperti sekarang. Seandainya saja-
Tapi ini adalah realita.
"Aku ingin dia di kuburkan."
"Iya..." Jeaan hanya menjawab dengan singkat pada saat itu.
Menyakitkan, saat kau kehilangan orang yang sangat kau cintai. Dan, sangat menyakitkan menyaksikan orang yang kau cintai begitu sedih dan hancur.
***Pieck tidak ingin kembali kerumah mereka, dan Jean sangat mengerti akan hal itu.Terkadang dia akan tidur sambil memeluk Pieck, terkadang dia hanya terduduk di sofa dan memperhatikan Pieck yang tertidur.
Tidak hanya sekali, sejak mereka kehilangan putra mereka, Pieck sering mengalami mimpi buruk. Menangis ketika dia tidur bahkan terkadang dia akan mengerang kesakitan. Jean selalu membangunkannya dan memeluknya erat, menenangkannya hingga dia tertidur lagi.
Jean kembali bekerja pada hari ke-tiga setelah Pieck keluar dari rumah sakit. Dia akan menyempatkan pergi ke rumah mereka untuk mengambil beberapa pakaian. Ayah mertuanya memutuskan untuk bekerja dari rumah dan tidak kembali ke singapura untuk beberapa waktu hingga Pieck stabil. Ibunya selalu pergi ke sana untuk menemani Pieck. Mereka begitu beruntung memiliki ayah dan ibu yang selalu ada bersama mereka.
"Bagaimana keadaannya?" hal yang tidak biasa ketika Annie duduk bersama Jean dan juga Connie.
"Dia... tidak baik-baik saja. Terkadang dia akan terbangun tengah malam, menangis." Jean mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Connie menatap baik-baik sahabatnya, "Dan... bagaimana keadaanmu?"
Jean tersenyum sedih, "Kau bisa lihat." dia tahu bagaimana dirinya sendiri terlihat, begitu sedih dan dia merasa jika setengah jiwanya telah hilang. "Kehilangan orang yang ku cintai memang menyakitkan dan aku pernah merasakan hal itu. Tapi melihat Pieck seperti itu, itu membuat hatiku hancur. Aku akan baik-baik saja jika dia juga baik-baik saja. Aku akan bahagia jika dia juga bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indo Ver. STUCK WITH YOU (JeanPiku AU fanfiction)
FanfictionJean dan Pieck tidak pernah akur, selalu saling mengejek dan membenci satu sama lain. Hingga seketika kehidupan mereka berubah saat mereka memutuskan untuk berdamai.