Chapter 21

172 24 25
                                    

Seoho duduk di samping pintu sebuah rumah sembari memeluk kedua lutut. Ayahnya ada di dalam, membicarakan entah apa dengan peramal di desa mereka. Mungkin soal penyakitnya yang tak kunjung sembuh, mungkin mengenai pergantian musim yang cepat, atau lainnya.

Sampai pintu terbuka oleh sosok ayahnya yang berjalan menggunakan tongkat. Seoho reflek berdiri dan membantunya berjalan tanpa menanyakan apapun.

"Ayah akan segera sembuh," ucap pria Beta itu. "Jadi Seoho tidak perlu khawatir."

Anak berusia 12 tahun itu hanya mengangguk dan membukakan pintu rumah mereka yang tak jauh dari sana.

"Oh, iya." Ayahnya berujar lagi saat mereka sudah sampai di dalam. "Peramal juga tidak mengatakan apapun soal pasanganmu, kalau kau ingin tahu."

Seoho sama sekali tak keberatan dengan kenyataan itu. "Tidak apa-apa, Ayah. Menjalin hubungan dengan seseorang sangat merepotkan. Lihat saja Geonhak yang terus mengikuti Youngjo kemanapun!"

Ayah Seoho tertawa kecil melihat wajah putranya yang memberengut.

"Kalau nantinya mate-mu seperti Ayah, apa yang akan kau lakukan?"

Seoho nyaris menumpahkan air yang dituangkannya ke gelas untuk ayahnya. Walau usianya masih sangat muda, tapi ia cukup paham dengan maksud tak tersirat dari pria yang telah membesarkannya seorang diri setelah ibunya meninggal saat melahirkannya.

Beta memiliki ciri yang nyaris sama dengan manusia biasa, dengan rambut gelap dan feromon tipis. Sekilas mereka seperti seorang berkaki dua yang kebetulan saja bisa berubah bentuk menjadi serigala.

Karena itu peramal sering kesulitan untuk membaca garis takdir Beta maupun calon mate dari status tersebut.

Jujur Seoho tidak terlalu peduli dengan masa depannya. Yang terpenting adalah, kebahagiaan yang ia miliki sekarang.

"Ayah hanya tak ingin kau kesepian, Nak." Ayah Seoho melanjutkan karena putranya terus bergeming. "Hidup sendiri itu... Sulit. Akan lebih baik kau memiliki seseorang yang bersamamu sampai akhir.

Seoho cepat-cepat mengulas senyumnya. "Aku takkan kesulitan. Bukankah aku punya Ayah?"

Langit jingga semakin meredupkan cahayanya pada muka bumi. Serigala berbulu abu-abu itu sudah tak mengingat lagi ke arah mana ia berlari dan sejauh apa ia pergi. Yang diketahuinya adalah berlari sejauh mungkin dari kenyataan.

Sesampai di tepi sungai yang tengah surut, Seoho mendudukkan tubuh lelahnya di atas rumput. Tidak terlalu basah dan hijau, namun setidaknya jauh lebih nyaman ketimbang di rumah. Ia menjulurkan moncongnya dan sebisa mungkin meraup air untuk memuaskan dahaganya. Tak peduli lagi dari mana aliran sungai ini berasal atau sedang berada di manakah ia sekarang.

Terlalu banyak tenaga dan emosi yang ia limpahkan hingga tak tersisa kekuatan lagi untuknya bangkit. Bahkan dirinya tak yakin apakah ia mampu menyembuhkan luka-luka cakaran serta gigitan yang menganga hingga membuatnya kehabisan darah di sekujur tubuhnya.

Selama beberapa saat Seoho terdiam di sana, mengatur nafasnya yang kian pendek sembari memandangi rupa serigalanya yang masih nampak jelas di atas permukaan sungai.

Mati pernah menjadi pilihannya. Terkadang Seoho berpikir, jika menjadi serigala membuat mereka harus menderita dan selalu diburu oleh manusia, maka tak ada lagi alasan untuk tetap hidup. Dadanya berkedut nyeri, entah karena cakaran dalam yang diterimanya, atau mengenai pertengkarannya dengan Geonhak sendiri.

Semalaman Seoho berpikir ia melakukan hal yang benar atas kesalahan yang diperbuatnya. Terus menanamkan dalam dirinya bahwa tak ada satupun manusia yang baik. Karena pada akhirnya, mereka terus merenggut kebahagiaannya.

✅ The Fallen Alpha [ONEUS; Youngdo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang