Epilog II

160 21 10
                                    

WARN: Dead character (beneran terakhir ini)
















































BRAK

Pria bersurai snow blonde itu tidak henti-hentinya melakukan pekerjaannya. Menebang pohon demi pohon, mengasah gergajinya dan mengikat kayu yang sudah dikumpulkannya dengan ukuran berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Telah sekian hari ia bekerja di sana, burung-burung gagak yang bertengger di pepohonan menyaksikannya seorang diri mengusung potongan kayu tersebut dari satu tempat ke area di bawah kaki bukit yang telah membentuk sebuah alas rumah.

Ketika dirasa tubuhnya tidak kuat lagi, ia pun akan beristirahat dan merebahkan diri di atas konstruksi sederhana yang baru saja bermula di hamparan salju itu. Namun kali ini, ia memilih spot yang sedikit lebih jauh, di bawah pohon pinus yang berhadapan tepat dengan pondasi bangunannya.

Geonhak mengatur nafasnya dan bersandar pada batang di belakangnya, menatap rangka rumah dari perspektif tersebut. Masih butuh beberapa batu besar untuk menopangnya agar tetap kuat dan berdiri dengan kokoh. Hanya saja, ia tak yakin apakah mampu menyelesaikannya sebelum musim dingin selesai.

Setelah puas menatapi, ia pun menengadahkan wajah pada langit yang mulai menurunkan jingganya. Geonhak menghela nafas pelan, menggaet sebuah syal yang tersimpan dalam mantel yang ia letakkan asal di atas salju. Ia tak memakainya, hanya memangkunya di atas paha dan mengusap rajutannya yang telah longgar dengan lembut.

"Aku tak percaya kalau Hyunseo sudah besar, tidak terasa," ucap Geonhak entah kepada siapa, memperhatikan telapak tangannya yang begitu kasar. "Hari ini ulang tahun cucu kita, tetapi aku tidak bisa mengunjunginya."

Meminta diri dari keluarganya bukan hal yang mudah. Ia ingat putri kecilnya, Seoyoung, yang meski saat ini juga sudah memiliki mate dan satu anak perempuan yang menggemaskan, menangisi kepergian Geonhak saat pria itu mengatakan akan pergi ke kaki bukit untuk menghabiskan waktunya di sana.

Tetapi keputusan Geonhak sudah bulat. Sudah saatnya ia berpisah dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan sejak lama.

Membangun rumah untuknya dan Youngjo.

"Kau tahu, Youngjo... Ini musim dingin keempat puluh sembilanku tanpamu." Geonhak terkekeh pelan, namun sebulir air mata jatuh pada syal kumal tersebut. "Dan aku masih merindukanmu. Sangat menyakitkan."

Teman-teman seperjuangannya telah pergi dengan damai kepada nenek moyang mereka. Tetapi hanya Geonhak yang bertahan. Harus menyaksikan kehilangan yang seperti tiada akhir, hingga iapun memilih untuk menjauh dan tak ingin untuk mendapatkan rasa hancur itu pada keluarga kecilnya.

"Seoyoung tumbuh dengan baik. Dia sangat cantik dan disukai semua orang. Menikah dan hidup bahagia dengan pujaan hatinya," bisik Geonhak, mengulas senyum mengingat akan putrinya. "Benar-benar mirip denganmu, Youngjo. Dia menyukai idealis romantis seperti kau."

Di kehidupan selanjutnya, maukah kau tetap mencintaiku?

Kata-kata Youngjo masih terus terngiang dalam benaknya seperti baru saja terucapkan. Kehilangan Youngjopun sungguh membuatnya sesak meskipun Seoyoung, buah hati mereka, tak pernah sedikitpun mengabaikan Geonhak dan terus menghujaninya dengan perhatian dan kasih sayang ketika seharusnya itu menjadi tugasnya sebagai ayah.

"Seberapapun aku berjalan dan menjauh, kehangatanmu masih memenuhi tanganku."

Geonhak memeluk syal milik sang kekasih dan memejamkan kedua matanya sembari terus melantunkan sajaknya.

✅ The Fallen Alpha [ONEUS; Youngdo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang