Bab 6b

6.8K 787 46
                                        

"Katakan saja kalau kamu ingin sesuatu. Sudah seharusnya aku memberimu bonus." Kaesar mendekat, meraih dagu Laluka dan mengelusnya. "Kamu sudah melayaniku dengan sangat baik. Kalau kamu menguasai semua gaya dari pemeran film-film porno itu, aku akan menambah bonusmu."

"Iya, Tuan."

"Sebaiknya kamu sering menonton, sesekali kamu harus mengirim video telanjang untukku."

"Apaa?" Laluka tanpa sadar berteriak. "Ma-maksudnya apa, Tuan?"

"Apa omonganku nggak cukup jelas, Laluka? Sesekali, aku ingin dikirimi video saat kamju telanjang. Mungkin sedang mandi, atau onani. Ah, jangan bilang kamu nggak tahu apa itu onani?"

Dengan mata terbeliak ngeri, Laluka menggeleng. "Nggak, Tuan."

Kaesar menegakkan tubuh, mengancingkan kemejanya yang terbuka. Menghadap ke kaca dan memperbaiki penampilanya. Dari bias kaca, ia melihat Laluka yang terbelalak masih menatapnya. Gadis yang sungguh polos, di usianya yang sudah 20 tahun, bahkan tidak mengerti apa arti onani.

"Laluka, onani itu artinya membuat diri sendiri mencapai puncak atau, jangan-jangan kamu belum pernah orgasme saat bersamaku?"

Laluka menghela napas panjang, makin banyak yang diucapkan oleh Kaesar, makin bingung dirinya. Apa itu onani dan seperti apa bentuk orgasme? Yang ia tahu semua itu berkaitan dengan sex, sedang untuknya sex itu sangat tidak membuatnya nyaman.

"Tidak masalah kalau kamu tidak mencapai orgasme. Nanti, kalau kamu sudah lebih lihai dalam bercinta, mengerti apa yang kamu inginkan dan apa yang aku inginkan, sudah pasti mencapai orgasme. Sekarang yang perlu kamu lakukan hanya melayaniku. Itu saja."

Kaesar membalikkan tubuh. "Ambilkan jasku."

Laluka bangkit dari ranjang, membungkus dirinya dengan seprei dan meraih jas di gantungan. Tanpa disangka, Kaesar menarik spreia di tubuhnya dan membiarnya teronggok di lantai.

"Untuk apa kamu malu, Laluka. Di sini hanya kita berdua, telanjang di depanku seharusnya bukan masalah untukmu."

Laluka memejam, tangannya gemetar saat membantu memakaikan jas Kaesar. Mereka memang telanjang saat bersetubuh tapi tidak saat seperti ini. Rasanya sungguh memalukan dan membuatnya terhina.

"Su-sudah, Tuan."

Ia mundur, mencari bajunya yang teronggok di lantai dan memakainya. Tidak ingin memberikan kesempatan pada Kaesar untuk mempermalukannya.

"Aku pergi sekarang, ingat yang aku bilang, video telanjang."

Laluka berdiri di tengah pintu dengan hati hampa saat kendaraan Kaesar meninggalkan halaman. Selalu seperti ini, perasaan yang sama seiring dengan datang dan perginya laki-laki itu. Dua tahun ini, ia harus bertahan. Tidak peduli apa pun yang terjadi. Setelah itu, ia akan bebas dan pergi ke manapun yang ia inginkan.

Berdiri di tengah halaman dengan kepala mendongak, Laluka menatap bulan yang bersinar redup karena langit mendung. Merasa sendiri, hampa, dan kesepian. Ia bahkan mempertanyakan, arti hidup di dunia.

"Tuhan, apakah aku berdosa kalau ingin mati saja?"

Tidak ada jawaban, bahkan angin yang berembus pun tidak punya jawaban untuknya.

**

Bukan pertemuan biasa, acara siang ini lebih mirip sebuah sirkus keluarga, di mana masing-masing anggotanya sedang mempertontonkan kebodohan. Itu yang dipikirkan Kaesar saat satu per satu anggota keluarga dari Hanaruki berkumpul. Yang tertua tentu saja, Pras Hanaruki. Laki-laki tua usia 70 tahun yang masih memegang kuasa atas segala sesuatunya di keluarga. Sudah lima tahun menduda semenjak ditinggal mati istrinya. Tubuhnya kurus dengan uban memenuhi kepala. Meski begitu terlihat segar di usianya. Yang kedua adalah adiknya Pras yang bernama Hisam. Laki-laki awal enam puluhan yang memegang 10 kasino gelap di kota. Bertubuh gemuk dengan kumis lebat, di sampingnya ada wanita berambut pirang dengan dada montok dan kulit putih yang diakui sebagai istrinya. Semua orang tahu, wanita bodoh itu adalah simpanannya.

Kaesar melengos saat wanita berambut pirang yang dipanggil Angela, mengedipkan sebelah mata padanya. Ia bersusah payah menghindari wanita itu karena hanya akan mempersulit dirinya.

Yang ketiga, paling bungsu dan paling tampan adalah ayah dari Sofia. Laki-laki yang terkenal pemalasa dan hobinya menghamburkan uang keluarga. Meskipun menikah, tak lebih hanya status karena seluruh anggota keluarga tahu kalau Simon adalah gay.

Amira mengarahkan kursi rodanya ke arah Pras dan mengecup pipi laki-laki itu. "Papa, senang melihatmu."

"Anakku, kamu kelihatan sehat." Pras memeluk Amira dengan hangat.

"Semua karena Kaesar yang merawatku."

Amira mengerling ke arah suaminya yang sedang minum dengan tenang di kursi paling ujung.

"Ah, menantu idaman memang, Kaesar."

Pras mengangkat gelas ke arah Kaesar dan mereka bersulang dari jauh. Terdengar dengkusan tak lama Daran berucap keras.

"Siapa pun tahu, papaku tercinta memang luar biasa, Kakek. Semoga saja tidak akan membuat kalian kecewa."

Tidak ada yang memperhatikan ejekannya, masing-masing orang sibuk dengan mereka sendiri. Si pirang kini beralih ke atas pangkuan Hisam dan menggelendot manja. Sofia berdebat kecil dengan sang papa, dan Amira sibuk mengobrol bersama Pras.

Sampai datang dua wanita kurus dengan satu memakai gaun yang terlalu besar untuk tubuhnya, satu lagi memakai semua perhiasan dari kepala sampai kaki. Mereka adalah saudara kembar, Julia dan Juli. Julia adalah mantan istri Hisam, dan memberikan tiga anak, Juli adalah istri Simon, atau ibu dari Sofia. Tidak peduli kalau suaminya gay, yang penting uang mengalir dengan lancar padanya.

"Apa acaranya belum dimulai?" Julia tersenyum, menatap suaminya yang memangku wanita berambut pirang dengan senyum geli. "Kami sudah datang, mana makanannya?"

"Ma, kenapa datang-datang mau makan?" tegur Sofia.

"Memangnya kenapa, Sayang? Mama terlalu kurus, harus banyak makan."

Pras mengetuk sendok pada permukaan piring lalu berucap lantang. "Pelayan! Keluarkan hidangan."

Mereka makan di ruang tengah dengan meja panjang. Sepanjang acara makan, Kaesar lebih banyak diam. Ia memperhatikan dengan malas, orang-orang di sekeliling meja. Tidak begitu menyukai mereka tapi terdampar di sini.

"Aku dengan Black Heaven beroperasi dengan lancar. Apakah kamu jadi membuka cabang, Kaesar?" Pras bertanya, suaranya yang keras berusaha mengatasi percakapan yang berdengung.

Kaesar mengangguk. "Iya, Pa. Sedang dalam persiapan."

"Bagus, kasih tahu kalau ada butuh bantuan."

"Huft, papaku selalu butuh bantuan , Kek." Daran menyela keras. "Kakek tahu apa yang paling dibutuhkan sama dia? Uaaang!"

"Siapa yang nggak butuh uang zaman sekarang." Sofia berucap ringan, menyendok spageti di atas piring dan memutar dengan garpu. "Nggak ada salahnya dengan uang."

Daran tersenyum ke arah Sofia. "Tanteku tersayang, selalu membela papaku. Jangan katakan kalian punya hubungan?"

"Jauhkan pikiran kotormu, Daran!"

"Kalau begitu, kenapa selalu membela, Papa? Selain cinta apa lagi?"

"Ada, selain cinta adalah kebencian, terutama dengan orang sepertimu." Tanpa disangka, Kaesar berucap keras. Memotong perdebatan Daran dan Sofia. Tidak memedulikan pandangan mengancam yang diarahkan sang istri padanya, memang sudah seharusnya memberi pelajaran pada Daran agar tidak lagi kurang ajar.

**

Tersedia di google playbook. Link di papan pesan

Luka (Wanita Simpanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang