Bab 2a

9.4K 962 41
                                    

Laluka melangkah dengan kikuk ke dalam rumah bercat putih dengan halaman luas di pinggiran kota. Ada seorang perempuan tua yang menyambut mereka dan membawa koper-kopernya masuk ke sebuah kamar yang cukup luas.

"Ini kamar, Nona," ucap perempuan itu.

Laluka hanya mengangguk, mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar yang rapi. Ada juda jendela kaca terbuka menghadap ke pagar samping. Dua lemari besar, ranjang kayu, dan satu set meja untuk berhias. Di sebelah ranjang ada dua meja kecil. Sofa panjang di dekat jendela dengan televisi layar lebar menghadap langsung ke ranjang. Tanpa perlu memeriksa, Laluka tahu kalau furniture yang digunakan berharga mahal.

"Kamu suka?"

Suara dari bariton dari belakang membuatnya berjengit kaget. Laluka menoleh dan mengangguk pada Kaesar. "Iya, Tuan."

"Bagus! Bi Yuyun yang akan mengurusmu. Sebaiknya kamu mandi lalu kita makan."

Saat membuka lemari untuk meletakkan pakainnya, Laluka kaget mendapati di dalamnya sudah banyak pakaian. Ia meraih satu lembar pakaian warna merah muda dan mendapati itu adalah ukuran tubuhnya. Bagaimana laki-laki itu bisa tahu ukuran yang pas untuknya? Laluka tidak mengerti.

Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, ia melangkah keluar. Yuyun sudah menunggunya dan mengantar ke ruang makan di mana Kaesar sudah menunggu. Makanan melimpah terhidang di atas meja. Laluka yang gugup, tidak mengerti harus bagaimana, hanya mengangguk kecil saat Yuyun membantunya mengambil nasi.

Kaesar makan juga. Ruang makan sunyi, hanya terdengar denting lirih dari sendok beradu dengan piring. Laluka makan dengan pelan karena tenggorokannya seperti terganjal dan tidak mampu menelan apa pun. Ia menatap Kaesar dengan takut, merasa terancam akan kehadiran laki-laki itu di depannya. Mereka memang tidak bicara, tapi justru itu yang membuatnya takut.

"Sudah selesai makannya?"

Kaesar bertanya saat Laluka membalikkan sendok di atas piring dan mengangguk.

"Aku akan mengatakan sekali tentang ini, jadi dengarkan baik-baik. Uang belanjamu akan tersedia setiap Minggu dan setiap akhir bulan. Terserah mau kamu gunakan untuk apa, itu hakmu. Tidak ada ikatan resmi di antara kita, tugasmu hanya melayaniku. Perjanjian ini berlaku selama dua tahun, aku akan memberikanmu rumah, mobil, dan apa pun yang kamu mau, kalau kamu bisa memberiku anak. Kalau tidak bisa, penuhi saja masa dua tahun ini dan kupastikan orang tuamu bebas utang. Kamu mengerti?"

Mengangguk kecil, Laluka merasa hatinya bagai diremas-remas. Ia manusia, seorang perempuan dengan harga diri tapi dipaksa untuk menjadi boneka pemuas nafsu. Ia menyesali keputusannya untuk datang, tapi tidak berani mengatakan perasaannya saat bertatapan dengan mata Kaesar yang tajam penuh selidik. Jujur saja, ia takut dengan laki-laki itu. Ia tidak tahu, bagaimana nasibnya kelak saat harus tinggal di rumah ini selama dua tahun. Derit kursi ditarik membuat Laluka mendongak.

"Pergilah ke kamarmu, aku menyusul tiga puluh menit lagi."

Mengangguk kecil, Laluka melangkah dengan gemetar. Keringat dingin membanjiri tubuh saat ia mencapai pintu. Terduduk di atas ranjang, ia terdiam dan menekuk kepala di antara lutut, berusaha menahan isak. Ia masih tidak bisa terima kenyataan pada hidupnya, tyapi nyatanya memang seperih ini. Menit menit yang berlalu saat menunggu laki-laki itu datang, bagaikan siksaan. Ia membenci setiap detik yang berjalan dan merasa waktu membunuh kewarasannya.

Saat pintu dibuka, jantungnya serasa melompat keluar. Ia mendongak, menatap Kaesar. Laki-laki itu tidak mengatakan apapun, membuka kemeja biru yang dipakai dan menggantungnya di dekat pintu. Di susul dengan membuka ikat pinggang dan berdiri menatap Laluka.

"Mau sampai kapan kamu duduk di situ?"

Laluka bangkit dari sofa, menatap nanar.

"Ke atas ranjang, berbaring."

Ia mengepalkan tangan, ingin menolak perintah laki-laki itu tapi ketakutan menjalar dari ujung kaki hingga kepala. Ia melangkah perlahan, berbaring di atas ranjang dan menatap langit-langit.

"Buka bajumu!"

Laluka mengedip. "Tu-tuan, saya—"

"Bukan bajumu atau aku yang akan merobeknya!"

Duduk dengan kepala ditekuk, Laluka menahan malu. Membuka minidress yang dipakai dan menyisakan hanya bra dan celana dalam. Kaesar maju, berdiri di ujung ranjang lalu merangkak naik. Laluka melotot, menutup dadanya dengan tangan menyilang. Kaesar tidak mengindahkannya. Tangan laki-laki itu menyingkirkan tangannya dan tanpa kata-kata menindihnya.

Laluka berusaha untuk tidak berteriak, saat laki-laki itu mulai menciumi wajah, leher, dan bahunya. Ia berusaha menahan napas, untuk tidak menangis kala jemari Kaesar bergerak perlahan untuk membuka bra.

"Tu-tuan, tolonglah!" Ia memohon.

Kaesar seolah tidak mendengarnya. Laki-laki itu merenggut paksa bra yang dipakai, menahan kedua lengan Laluka di atas kepala dan meremas lembut dada gadis itu. Menurunkan mulut untuk mengulum puting yang tegak menantang. Ia terengah, berusaha menyingkirkan rasa jijik dan takut. Tangan Kaesar bergerak ke bawah, merenggut lepas celana dalamnya dan membuat Laluka memekik, membalikkan tubuh dan berbaring menelungkup.

"Balikkan tubuhmu!"

"Tuan, saya ...."

"Aku perintahkan balikkan tubuh!"

Bentakan keras laki-laki itu membuat Laluka yang semula tengkurap, perlahan membalikkan tubuh dan menatap laki-laki yang berdirinya menjulang di ujung ranjang. Laki-laki paling kaya dan paling berkuasa di daerah ini dan juga tuannya. Kaesar membuka celana panjanganya dan menyisakan celana dalam. Laluka menggeleng, berusaha mengusir rasa takut.

"Buka pahamu!"

Laluka menggeleng, berusaha menghalau air mata yang mengucur deras di sudut mata. Ia tahu, sudah tugasnya untuk melayani sang tuan meski tetap saja ketakutan. Ia berniat merangkak pergi, membawa sedikit harga diri yang tersisa.

"Tahan, Tuan. Tolonglah!"

Ia berbisik dan memohon tapi ucapannya tidak didengar laki-laki yang telah telanjang bulat dan duduk di atas pahanya. Ia berusaha untuk tidak bergidik saat tangan laki-laki itu menyentuh seluruh tubuhnya dan membelai bagian mana pun yang terbuka.

"Aku akan membuatmu basah, agar kamu tidak kesakitan."

Laki-laki itu berbisik dan membelai kewanitaan Laluka yang berdenyut dalam irama yang menurutnya menjijikkan. Ia jijik pada tubuhnya dan juga pada napas hangat laki-laki itu di lehernya. Ia jijik pada kenyataan kalau tubuhnya sudah dijual. Jemari Kaesar memijat, membelai dan memaksa membuka pahanya, dengan satu sentakan lembut, menyapu bagian atas vaginanya lalu masuk.

Laluka menahan napas, saat satu jemari laki-laki itu membelai vagina dan satu lagi meremas dadanya. Pertama kalinya ia membiarkan tubuhnya dijamah laki-laki. Ia menggigit bibir bawah, menahan teriakan. Meski begitu, bisa merasakan kalau vaginanya lembab. Ia berusaha mengalihkan pandangan ke mana pun, asalkan tidak pada kejantanan Kaesar yang berdiri tegak. Ia merasa mual saat melihatnya.

"Ini akan menyakitkan," bisik laki-laki itu saat mengangkat satu pahanya dan memosisikan di tengah. "Kamu bisa menggigit bahuku atau menangis, terserah!"

Laluka terbelalak. Ia bersiap pada rasa sakit yang akan menyerangnya. Saat kejantanan laki-laki itu menyentuhnya, ia menahan diri untuk tidak memberontak.

Kaesar menurunkan tubuh, mengisap leher Laluka dan berusaha untuk menerobos pertahanan ketat dari keperawanan Laluka. Ia bergerak lembut hingga akhirnya tidak dapat menahan diri dan masuk seutuhnya.

Laluka terbeliak saat rasa sakit itu menyerangnya. Ia ingin menolak Kaesar yang bergerak di atasnya tapi tidak berdaya melakukannya.

***
Update setiap hari di Karya Karsa

Luka (Wanita Simpanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang