Bab 8a

6.1K 713 35
                                        

Tangan Maryam bergerak cepat merapikan lembaran uang yang ia keluarkan dari dalam tas. Ia menata satu per satu dan menghitungnya. Besok harus dibawa ke bank dan dimasukkan ke tabungan. Sebenarnya, ini tugas akunting restoran. Ia cukup memerintah dan mereka akan melakukan perintahnya. Sayangnya, ia tidak cukup mempercayai mereka semua untuk memegang uang. Ia selalu menganggap para pegawainya tak ubahnya penjahat yang bisa setiap saat mencuri.

Sebenarnya, bukan hanya dengan pegawai restoran ia tidak percaya, bahkan dengan suaminya sendiri pun sama. Laki-laki itu akan mengambil sebagian untuk dirinya sendiri dan itu membuatnya jengkel.

Restoran memang milik Jaka. Laki-laki itu yang mendirikan tapi ia yang mengelola hingga seramai sekarang. Jaka tidak pernah peduli bagaimana agar restoran tetap disukai. Laki-laki itu mempercayakan semuanya pada manajer dan hanya menerima laporan saja.

Saat resmi menjadi istri Jaka, Maryam bekerja banting tulang pagi hingga malam, untuk membuat restoran maju. Maryam bahkan melupakan anak bungsu yang baru dilahirkan dan menyerahkan semua pengasuhan pada Laluka. Kini, anak sulungnya sudah tidak ada dan ia mengeluarkan uang untuk menggaji pengasuh. Uang yang tidak seberapa kalau dibandingkan dengan banyaknya waktu yang harus ia korbankan kalau mengasuh Jehan. Sayangnya, Jaka membuat masalah besar yang akhirnya membuat restoran bangkrut dan ia terpaksa menjual Laluka demi mereka. Menukar anak gadisnya dengan segepok uang yang menolong banyak orang. Berdalih bahwa yang ia lakukan demi keselamatan orang banyak, ia mengabaikan perasaan Laluka.

Meletakkan uang di dalam brangkas, senyum terkulum dari bibir Maryam. Lambat laun, tabungannya banyak dan pasti akan mencicil satu per satu utangnya. Kaesar memang memberikan banyak sekali uang, tapi semuanya habis untuk membayar kerugian dan juga modal awal restoran. Namun, masih banyak utang-utang lain yang belum terbayar seperti cicilan mobil dan lainnya.

Selesai dengan pekerjaannya, ia melangkah ke dapur. Mengernyit saat mendapati ruang tengah sepi. Biasanya Jehan ada di sana untuk menonton televisi ditemani pengasuhnya.

"Korin! Korin!"

Ia memanggil sang pengasuh dan mengernyit saat tidak mendengar jawaban. Dari arah kamar Jehan ia mendengar suara cekikikan, merasa heran ia membuka pintu dan mendapati Jaka serta Korin sedang bermain dengan Jehan.

"Ayah kenapa di sini?" tanyanya ketus.

Jaka yang semula sedang memangku Jehan, kini bangkit berdiri. "Main sama Jehan."

"Kenapa pintunya ditutup?"

"Oh, angin mungkin. Tadi kebuka."

Maryam menatap Korin yang memakai kaos ketat putih dengan celana pendek. Gadis itu berdiri di ujung ranjang dengan wajah memerah. Rambutnya yang dikuncir acak-acakan dan tubuhnya berkeringat.

"Kamu kenapa? Tanyanya pada gadis itu.

Korin mendongak lalu tersenyum. "Maaf, Nyonya. Tadi main lari-larian sama Jehan."

"Keluar! Buatkan aku makan!" Maryam memberi perintah.

Korin mengangguk lalu melangkah perlahan ke arah dapur diikuti oleh Maryam dan meninggalkan Jaka berdua dengan Jehan di kamar.

Korin tidak bisa memasak, saat Maryam memintanya menggoreng telur ternyata keasinan. Dengan terpaksa, Maryam sendiri yang menggoreng. Ia melirik dari atas penggorengan saat sosok Rainer melintas.

"Rainer, kamu mau makan?"

Rainer menghentikan langkah, menatap ibu tirinya dengan dingin. Penampilan pemuda itu terlihat berantakan dengan rambut panjang, anting-anting, dan celana robek.

"Kalau mau makan, aku gorengin telur."

Menatap Maryam yang sibuk dengan penggorengan dan pengasuh belia yang berdiri tak jauh dari wanita itu, Rainer menggeleng lalu meneruskan langkah ke kamar.

Luka (Wanita Simpanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang