Bab 9a

5.9K 775 18
                                        

Berdiri dengan gemetar dan jemari saling bertaut di depan tubuh, Laluka menunduk. Di depannya Kaesar duduk menyilangkan kaki, dengan rokok mengepul menatap Laluka tajam. Mereka terdiam untuk beberapa saat, hanya terdengar suara isapan rokok yang keluar dari bibir Kaesar. Laluka merasa jantungnya bertalu-talu. Ketakutan merambat dari hati dan menyebar ke seluruh pori-pori kulit. Di satu sisi ia lega karena bisa lepas dari para pemuda iseng yang mengganggunya, di sisi lain merasa apes karena Kaesarlah yang menolong. Sudah pasti banyak pertanyaan dan ia bersiap diri menerima amarah yang setiap saat bisa terjadi.

"Kenapa kamu ada di jalan itu?"

Suara Kaesar terdengar begitu kaku dan dingin. Laluka meneguk ludah.

"Tu-tuan, saya jalan-jalan."

"Jalan-jalan? Sampai sejauh itu?"

"Iya, Tuan. Biasa tiap sore saya jalan-jalan."

"Kalau begitu kamu terbiasa bertemu mereka? Orang-orang yang ingin menganiayamu?"

Laluka mengangkat wajah dan menggeleng panik. "Ti-tidak, Tuan. Ini pertama kalinya saya bertemu mereka, biasa jalanan itu sepi."

"Itu dia, maksudku Laluka. Jalanan itu sepi, kenapa kamu harus lewat situ?"

"Saya lewat situ karena pemandangannya bagus dan udaranya segar."

Laluka tidak tahu apakah penjelasannya mampu meredam kecurigaan Kaesar atau tidak. Yang pasti ia tidak akan mengungkap tentang panti itu sekarang. Takut Kaesar akan melarangnya bermain ke sana. Ada Nenek Saniah dan Nita, yang sekarang menjadi teman baiknya dan ia rela berbohong demi mereka.

Asap rokok menghilang, Kaesar meniup abu di pakaiannya. Ia menatap Laluka yang berdiri di depannya, menyadari kalau ada sesuatu yang salah tapi ia tidak tahu apa itu. Gadis di depannya sangat rapi menyimpan perasaan, tidak pernah menunjukkan emosi. Namun, baginya itu bagus karena hubungan mereka sekarang memang tidak perlu ada ikatan emosional apapun. Selain tubuh bertemu tubuh dan berpeluh, tidak ada hal lain yang patut ditunjukkan.

"Jadi, setiap sore kamu jalan-jalan?"

"Saat Tuan sedang tidak ada di rumah."

"Apa Bi Yuyun tahu tentang ini?"

Laluka mengangguk. "Iya, Tuan. Awalnya Bi Yuyun yang membawa saya jalan-jalan untuk memulihkan kondisi setelah sakit. Setelahnya, saya coba jalan-jalan sendiri."

Kaesar mengamati penampilan Laluka dalam balutan minidress abu-abu dengan sandal selop. Gadis itu bahkan tidak membawa ponsel, pantas saja ia susah menghubungi. Dengan rambut dikuncir kuda, Laluka terlihat bagai gadis SMA.

"Penampilanmu tidak menunjukkan kalau kamu jalan-jalan."

"Ma-maksudnya apa, Tuan?"

"Hal dasar begitu harus aku yang menjelaskan? Coba lihat penampilanmu? Cocok untuk orang jalan-jalan? Nggak aneh kalau mereka tergiur tubuhmu."

Kali ini Laluka tidak menjawab, tangannya menarik-narik minidressnya dan merasa kalau ia memang telah salah. Harusnya memakai celana panjang dan sepatu kalau memang mau jalan-jalan, bukan minidress. Sekarang ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya pada Kaesar.

"Kenapa diam?

"Ma-maf, Tuan. Saya nggak mikir ke sana."

"Kamu pikir komplek ini seperti perumahan biasa? Di sini, orang tertentu yang menempati. Kamu nggak lihat jarak dari satu rumah ke rumah lain jauh? Kamu masih berani bilang jalan-jalan?"

"Apakah nggak boleh, Tuan? Biasanya aman. Hanya jalan-jalan untuk berolah raga."

Laluka menunggu jawaban dari Kaesar. Ia tidak ingin mendapatkan penolakan karena masih ingin bertemu Nenek Saniah di panti. Ia akan melakukan apa pun untuk meluluhkan hati Kaesar. Apa pun itu asalkan ia tetap bisa keluar.

Luka (Wanita Simpanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang