𝗦𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗱𝗮𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗯𝗮𝗿𝘂𝗸𝘂.
𝗔𝗱𝗮 𝗯𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗵𝗮𝗹 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗹𝘂 𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮𝗸𝘂.WAJIB DIPERHATIKAN!
Cerita ini fiksi, tidak nyata dan tidak berkaitan dengan tokoh asli di dunia nyata. Jadi aku harap kalian tidak menyangkut pautkan kisah ini dengan kehidupan nyata para tokohnya. Aku tau readersku pintar, jadi tolong lebih bijak dalam menanggapi ceritaku ya.
Cerita ini kedepannya akan mengandung bahasa kasar, tindakan kekerasan, darah dan adegan dewasa. Jadi pembaca dibawah umur tidak disarankan untuk baca cerita ini, atau yang memiliki trauma akan hal-hal yang aku sebutkan di atas. Meskipun segala tindakan kekerasannya menurutku tidak begitu berat, tapi takutnya ada readersku yang ke trigger. Jadi aku memberi peringatan di awal biar kalian bisa berhati-hati. Sekian dan Terimakasih. Selamat membaca kawan-kawan✌
Jangan lupa vote & komennya ya kawan.
Sepasang tungkai berlarian dengan tergesa menyusuri lorong istana yang megah. Di belakangnya, para dayang sudah kewalahan mengejar pangeran muda mereka yang begitu bersemangat menyambut sehelai kertas berstempel kerajaan dari negeri seberang.
"Pangeran.. Hati-hati, perhatikan langkahmu pangeran! Nanti kau terjatuh" ucap seorang dayang yang sudah berpuluh tahun mengabdikan diri demi mengurus keperluan si pangeran muda sedari lahir. Dayang Son Wendy namanya, ialah dayang yang bertugas membantu Ratu Winwin menjaga sang pangeran.
Dayang Son sangat kewalahan mengejar pemuda manis yang kini terlihat begitu terburu-buru. Ya mau bagaimana lagi, pemuda itu begitu gesit berlari menuju aula depan kerajaan, sedangkan sang dayang sudah terlalu berumur untuk menyesuaikan energinya dengan si pangeran muda.
Sesampainya di aula depan, sang pangeran langsung saja menghampiri pria paruh baya yang bertugas mengantar surat "Hahh hah... A-apa ada surat untukku?" nafasnya terengah menghampiri utusan kerajaan yang biasa datang untuk mengantarkan pesan. Sang utusan tersenyum sembari merogoh tasnya, dan mengeluarkan sepucuk surat berstempel khusus, dengan kertas cantik yang begitu rapi.
"Tentu ada pangeran. Seperti biasa ini surat mu"
"Terimakasih banyak paman"
Setelah mendapatkan surat yang ia tunggu-tunggu, kaki jenjangnya kembali berlari menuju taman belakang istana. Dengan perasaan senang yang tak terbendung, ia berbaring di atas rerumputan hijau menghadap langit biru, sembari membuka selembar kertas yang selama tiga tahun belakangan ini sering ia dapatkan.
Kepada;
Rubah kecil pengisi hatiku.
Apa surat ini sampai padamu pada pagi hari? Jika iya maka ku sampaikan kegiatanku di pagi ini adalah mengagumi mu.Apakah surat ini datang di siang hari? Dibawah matahari yang terik atau sedang hujan lebat kah di sana? Jika iya maka akan ku sampaikan kegiatanku di siang ini adalah merindukanmu.
Apakah surat ini datang di malam hari? Dibawah sinar rembulan dan kerlip bintang diantara gelapnya langit. Jika iya, maka akan ku sampaikan kegiatanku malam ini adalah memandangi bintang itu yang serupa dengan netra indah mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Éternel [SUDAH TERBIT]
Romance"Aku bersumpah demi nama rakyatku dan mendiang ayahku. Jika aku berani melukai Renjun sedikitpun, maka potong kedua tanganku dengan pedang ku sendiri. Untuk apa aku punya sepasang tangan jika ku gunakan untuk menyakiti orang yang ku cintai? Ku rasa...