Negosiasi

4.1K 631 108
                                    

Jangan lupa vote & komennya kawan✌️




















Hari ke lima berada negeri asing tanpa senyum mu yang menyambut pagiku.
Maaf karena mengingkari janji yang akan mengirimi mu surat setelah dua hari kedatanganku.
Aku merindukanmu, amat sangat merindukanmu.
Bahkan tidak ada satu hal pun yang membuat mu luput dari ingatanku.

Mungkin baru dua atau tiga hari lagi surat ini akan sampai di tanganmu, dan saat itu ku pastikan bahwa aku masih menetap dengan rasa rindu yang sama. Bahkan sepertinya lebih besar lagi.

Apa di sana hujan Permaisuri?
Jika iya, aku memang berdoa untuk menurunkan Hujan di negeri kita. Bukan karena Theodoric mengalami kekeringan, tapi untuk menyampaikan pesan bahwa aku dilanda kesedihan tanpa mu di sampingku.

Permaisuri, apa ada satu kelopak bunga yang jatuh pada kulitmu?
Jika iya, aku juga memang berdoa agar kelopak bunga cantik yang gugur bisa menyentuh kulitmu. Mungkin kau akan berpikir aku manusia aneh, tapi kelopak itu ku tugaskan untuk menyampaikan pesan betapa inginnya aku menyentuh mu, memelukmu erat, mendekap mu dalam kehangatan dan penuh cinta.

Permaisuri, Permata hatiku, apakah kau mendengar suara burung-burung liar yang terbang bebas di angkasa? Aku juga berdoa agar burung-burung itu berada di sekitarmu untuk menyuarakan betapa inginnya aku kembali padamu.

Ratuku, tolong tunggu sebentar lagi. Biar ku selesaikan semua ini, dan kembali padamu dengan kemenangan. Bersabar sedikit lagi, dan berikan restu mu dalam setiap perjalan ku. Jika dulu hanya restu dari kedua orang tua yang ku dapatkan, kini aku mengharapkan hal yang sama dari Istriku tercinta. Maka berikan setiap alun doa mu untukku.

Salam Cintaku
Lee Jeno, Milikmu





Sepucuk kertas berstempel Raja yang kini sudah berada di tangan sang Ratu Theodoric. Layaknya seperti tiga tahun silam, kebiasaan mengirim surat cinta masih belum pudar dari si Lelaki April itu. Tulisan, dan runtun kalimat manis yang menyentuh masih terasa sama walaupun Renjun sudah menjadi miliknya.

Sudah lebih dari sepuluh hari sejak kepergian Jeno ke Artanta. Perjalanan ke negeri Timur laut itu memakan waktu yang cukup lama. Belum lagi sesampainya di sana, Jeno tidak mungkin langsung melaksanakan negoisasi antara kedua negeri. Tentu saja banyak yang harus Jeno ketahui mengenai keunggulan, dan keuntungan apa yang akan Theodoric dapatkan jika bekerja sama dengan Artanta. Maka dari itu, banyak sekali pertimbangan, dan hal-hal yang harus Jeno kenali.

Renjun tersenyum melipat apik bukti gurat pena yang Jeno torehkan pada selembar kertas demi menyusun setiap kalimat indah pada sang Istri. Setelah membaca isi dari sehelai kertas itu, Renjun menerawang ingatannya tentang beberapa waktu belakangan ini. Ya, Theodoric diguyur hujan pada sore hari sejak tiga hari kepergian Jeno. Ya, sehelai kelopak mawar sempat jatuh di tangannya, dan Ya, pagi ini burung-burung bernyanyi dengan indah di atas birunya dirgantara.

Alam pun seolah ikut serta dalam menyampaikan pesan antara si Dominan yang merindukan makhluk cantik tercintanya. Tidak ada yang lebih indah dari jatuh cinta, diikuti dengan restu dari Semesta. Renjun mengalihkan pandangannya dari sepucuk surat itu pada langit biru yang masih begitu cerah.

“Jika alam bisa mengerti apa yang kau rasakan, dan ingin kau sampaikan, bisakah alam juga menyampaikan hal yang sama dariku untukmu Jeno?” gumamnya dalam kesunyian Pavilion Ratu.

“Dewa, bawa ia kembali ku mohon... Kembali bukan hanya raganya, tapi dengan rasa cinta yang sama”

Kelopak mata itu terpejam sembari memanjatkan doa agar di dengar oleh Yang Kuasa. Si manis berharap jika Semesta juga ikut merestui jalan cintanya. Semoga perasaan ini sampai pada hati yang di tuju di seberang sana.


















Amour Éternel [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang