DENGAN cepatnya hari sudah mulai berganti. Tanpa alarm pun Prisca sudah bangun di awal pagi untuk menyiapkan semuanya. Mulai memasak sarapan, menyiapkan bak mandi yang kosong, membereskan kamar tidur, setelah itu ia harus membangunkan adiknya lalu menyiapkan diri untuk pergi kembali ke sekolah.
Prisca tumbuh dewasa dengan mandiri, terbiasa menyiapkan segala sesuatunya sendiri bahkan bertanggung jawab atas adiknya juga.
Ketika semuanya sudah siap. Prisca dan Alpha berangkat menuju sekolah lebih awal karena langit yang mendung.
Mereka takut jika menunggu jam biasanya mereka pergi ke sekolah hujan akan turun.
Namun, perkiraan mereka salah ternyata hujan tetap turun. Tidak mengerti akan Alpha dan Prisca yang tidak ingin basah oleh air hujan.
Awan tidak ingin menanggung beban yang banyak lebih lama lagi sehingga ia menumpahkan semua beban yang ia tanggung selama ini.
Lalu apakah Prisca bisa seperti awan yang menumpahkan semua beban yang selama ini ia tanggung? Oh, andai saja bisa seperti itu mungkin Prisca tidak akan sedikit bicara, sering menampakkan ekspresi lebih banyak ceria seperti anak muda pada umumnya.
Ia tidak pernah menyesali alur hidupnya. Ia menikmati setiap langkah dan menelan semua masalah yang pernah dan akan terjadi dalam hidup nya.
Untuk apa disesali? Ia percaya bahwa semua akan indah walaupun sampai saat ini keindahan itu belum berpihak pada dirinya. Tapi, ia tidak pernah putus asa menunggu keindahan itu.
"Kak, neduh dulu ya!" teriak Alpha mengalahkan suara derasan hujan.
"Udah terlanjur basah," jawab Prisca. "Lagian nanti telat," lanjutnya.
Lalu Alpha mempercepat motornya agar cepat sampai tujuan dan Prisca mengeratkan pelukan di pinggang Alpha.
Saat Alpha memparkirkan motornya ada seorang perempuan menghampiri dengan payung yang melindungi tubuhnya dari air hujan.
"Permisi, kamu tau tempat parkir mobil di sebelah mana?" tanya perempuan itu dan sepertinya sangat asing dimata Alpha.
"Oh, tempat parkirnya di belakang. Lo lurus aja terus nanti ada banyak mobil di sana."
"Terima kasih," ucapnya lalu diangguki oleh Alpha. Alpha pun berjalan menuju kelas karena saat sampai parkiran tadi Prisca sudah mendahului Alpha untuk masuk ke dalam kelasnya, khawatir semua buku di dalam tas ikut basah seperti dirinya.
Setelah memparkiran mobil. Bastard berlari menuju koridor sekolah karena takut seragam yang mereka pakai basah.
"Tadinya gue mau pakai hoodie ke sini, cuma gue takut cewek-cewek disini pingsan liat kegantengan gue bertambah," celetuk Edghar seraya merapikan rambutnya.
"Iya mereka pingsan liat cowok kaya lo pake hoodie, nggak pantes!" cibir Bryan lalu Edghar menyentil bibir tipis milik sahabatnya itu.
WARMHEART
TIDAK ada satu murid pun yang tersisa di lapangan atau area luar kelas. Semuanya berada di dalam kelas dikarenakan hari ini adalah hari senin.
Semua guru aktif mengajar sehingga tidak ada pelajaran kosong. Seperti biasa kelas XI IPA 2 sangat ricuh membuat Prisca memijit pelipisnya.
"Minta perhatiannya--" ucapan Prisca dipungkas oleh Alcasta yang sedang duduk di atas meja sambil memainkan gitar, "kurang perhatian dari gue?"
Prisca tidak menggubris perkataan Alcasta yang menurutnya tidak penting.
"Gue minta tolong sama kalian kerja samanya. Tolong jangan terlalu berisik!" perintah dari ketua kelas sama sekali tidak ada respon sedikitpun.
Gerombolan siswi yang sedang menceritakan drakor terbaru, menceritakan kejadian horror yang mereka alami dan menceritakan orang yang mereka tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARMHEART
Teen FictionSeorang Bad Boy yang bernama Diago Alcasta selalu membuat kerusuhan di kelasnya, membuat guru-guru di SMA Alundra malas mengajar kelas XI Ipa 2. Dengan masalah yang Alcasta buat, guru-guru selalu menyalahkan Prisca Birgitta yang menjabat sebagai ket...