Part 8

955 111 37
                                    

-Debaran ini menyiksa, tapi aku suka-


Semua berjalan seperti biasa, Gita dan Giska yang sibuk dengan padus, Lia yang makin mahir dengan basket, lalu Andis yang disibukkan dengan kegiatan teater, OSIS dan cintanya.

Ya, tidak ada yang berubah, tidak ada kemajuan antara Andis dan Alka. Andis yang tidak punya nyali serta Alka yang dingin dan jarang kelihatan.

Alka lebih sering berada di parkiran belakang yang tidak mungkin Andis lalui selain hari Senin, jadwal piket Andis.

Berbicara tentang piket, Andis benar-benar menepati perkataannya mendaftar OSIS saat kelas 11 dan lolos. Salah satu alasannya agar dia bisa lebih bertukar pikiran dengan banyak orang, tapi alasan utama adalah bisa bertemu dengan Alka di gerbang sekolah karena seingat Andis, Alka sering terlambat. Terdengar aneh memang.

Andis melupakan 1 fakta penting tentang Alka yang ke sekolah jalur lompat pagar, bukan gerbang.

"Sisa setahun bisa ngeliat kak Alka, nggak sampe malah. Terus nanti gue harus gimana? Kalo kangen gimana?" Pikir Andis.

Andis melihat jam yang masih menunjukkan pukul 06.32.

"Laper, ke kantin belakang ah. Sekali-kali flashback waktu itu." Andis tersipu sendiri.

Emang jatuh cinta segila ini ya?

Kosong, tentu saja. Tidak ada orang selain Bi kantin. Puntung rokok terlihat di beberapa bagian, kulit kuaci serta domino tak lepas dari pandangan Andis.

Tidak ada yang berubah.

"Kayak markas gangster," gumamnya.

"Mau pesan apa, nak? Tumben banget loh ada cewe ke sini, OSIS pula," ucap Bu kantin ramah.

"Eh Ibu tau dari mana saya OSIS?"

"Yaa itu jaketnya tulisan OSIS SMA TIRAWA." 

Bi Inem menggeleng.

"Panggil Bi Inem aja, nak. Anak-anak yang sering beli di sini panggil Bi Inem soalnya," sambungnya.

"Tolong batagornya 1 nggak pake kecap ya, Bi Inem."

"Oke, tunggu sebentar ya ..."

"Andis, panggil Andis aja, Bi," jelas Andis saat melihat raut bertanya Bi Inem

"Oke, tunggu sebentar ya, nak Andis."

Andis mengangguk

Andis memilih duduk di samping jendela dekat pintu masuk tempat yang sama saat tangannya digenggam Alka. Membayangkannya saja membuatnya berdebar.

"Bi Inem, di sini sering rame ya?" Tanya Andis mencoba mencari informasi tentang Alka.

Bi Inem lupa kalau Andis adalah gadis yang dibawa Alka waktu itu, saat itu ia tidak terlalu memperhatikan Andis.

"Iyaa, nak. Tapi ramenya biasa habis apel atau agak siangan, apalagi ini hari Senin, bisa lebih siang lagi." Ucap Bi Inem hati-hati. Meskipun pelanggan Bi Inem termasuk berandalan sekolah, Bi Inem tetap menyayangi mereka karena mereka kantinnya menjadi ramai.

Kantin Bi Inem tidak seramai kantin lain. Bi Inem bersyukur karena mereka Bi Inem bisa melanjutkan usaha.

Andis mengangguk paham

"BI INEM, KETOPRAKNYA 1 YA, BI," teriak Awan di pintu kantin

"Aduh Nak Awan jangan teriak-teriak, kasian nak Andis kaget." Awan berbalik.

"Eh, maap. Biasanya jam segini masih sepi soalnya," ucap Awan tidak enak.

"Nih nak Andis batagornya udah jadi." Andis mengambil batagornya.

CRUSH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang