Part 12

899 90 13
                                    

2 Minggu berlalu dan saatnya pengumuman juara kelas. Kelas Andis mendapat juara 1 dan sukses menjadi juara 1 selama 2 tahun berturut-turut. Dilanjutkan dengan 12 IPA 3 yang memperoleh juara 2, kemudian 12 IPS 5 yang menempati juara 3.

Hadiah juara 1, 2, dan 3 tahun ini mendapatkan uang dan kesempatan mengikuti camping seluruh kelas beserta wali kelas dengan semua biaya ditanggung pihak sekolah.

Kelas 11 Ipa 1 sedang ramai merayakan kemenangan keduanya. Mempertahankan juara 1 bukan hal yang mudah mengingat kelas 12 juga begitu ambisius untuk menang.

"TOLONG PERHATIANNYA!" Teriak Bu Reka yang langsung mengundang atensi seluruh kelas.

Mereka semua menatap wali kelas dengan raut bertanya.

"Selamat atas kemenangan kalian, kerja kelas kalian selama 2 Minggu ini membuahkan hasil. Saya sangat bangga sama kalian."

"Maksud ibu kerja keras dan kemenangan kita, kan?" Ucap Agil.

Bu Reka tersenyum lembut.

"Iyaa, kerja keras kita. Ini adalah amplop berisi surat izin orang tua. Saya butuh tanda tangan orang tua atau wali kalian sebagai bentuk perizinan mereka. Kumpulkan suratnya besok sama ketua kelas. Oke?" Jelas Bu Reka.

"Oke, Bu," jawab mereka serempak.

Malamnya Andis tidak tenang, gadis itu sedang memikirkan cara agar mendapat tanda tangan ayahnya.

Orang tua Andis tipe orang tua yang lumayan strich. Karenanya Andis sangat jarang keluar malam dan tidak pernah ikut kegiatan malam selain LDK waktu seleksi OSIS.

Andis melihat ayahnya di ruang kerja sedang berkutat pada laptopnya.

"Andis kenapa di pintu?" Andis terlonjak

"Eh, nggak, Yah."

"Sini masuk," panggil ayahnya.

Andis duduk di depan ayahnya.

"Itu amplop apa?"

"Tadi kelas Andis menang lomba kelas lagi, juara 1, hadiahnya uang, piagam, sama kesempatan camping gratis dari sekolah. Ini surat izin orang tua," jelas Andis takut-takut, hawa di ruangan tiba tiba berubah dingin.

"Andis mau ikut?"

Andis mengangguk serius

"Kenapa?"

"Karena Andis gak pernah ikut camping. Terakhir berkemah pas SD, itupun Umi ikut nginep di tenda, Andis malu. Sekarang Andis udah besar, pengen sekali-kali ngelakuin hal seru kayak remaja kebanyakan," jelasnya pelan, Andis takut menyinggung ayahnya.

"Bisa ayah baca dulu suratnya?" Andis mengangguk, ia menyodorkan suratnya.

"Di sini tertulis 3 hari 2 malam? Lumayan lama ya." Andis hanya mengangguk lemah.

"Yasudah kalo Andis mau, ayah izinkan, tapi janji jangan buat aneh-aneh ya." Ayah Andis menandatangani surat tersebut.

Andis hampir memekik senang.

"Ayah kenapa diizinin?" Ucap Umi Andis tiba-tiba masuk.

"Udah lah, Mi. Andis udah gede juga."

"Kalo sakit di sana siapa yang ngurusin? Kalo asmanya kambuh gimana? Di sana dingin loh, nanti malah ngerepotin orang lain lagi."

Kata-kata Umi cukup membuat Andis menahan tangisnya.

"Andis nggak selemah itu, Mi. Iya kan Nak?"

Andis mengangguk lemah

CRUSH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang