Lassitude-Bagian 6

909 55 2
                                    

Jane berdiri tegak dengan tangan yang berpaut di atas perutnya, melihat Reyhan yang sedang membuka sepatunya. Laki-laki itu baru pulang setelah selama 2 minggu melakukan perjalanan bisnis.

"Jadi apa Sekar sudah memberikan berkas laporan yang aku minta waktu itu?" tanya Reyhan sesaat setelah selesai membuka sepatunya.

"Sudah," jawab Jane singkat.

"Arion. Apa dia sudah meninjau lokasi yang akan dijadikan kantor baru itu?" Reyhan melangkah ke arah dapur.

Jane menghela napasnya. "Sudah. Seminggu yang lalu dia sudah ke sana. Bahkan sudah dua kali dia meninjau tempat itu."

"Oh ya?"

Reyhan lalu mengambil gelasnya mengambil air dari dispenser. Ia langsung meneguk minuman itu dengan posisi berdiri.

"Kalau minum jangan sambil berdiri. Tidak baik untuk ginjalmu," tegur Jane yang saat ini sudah duduk di kursi meja makan.

Reyhan hanya melirik Jane sambil mengangkat bahunya. Laki-laki itu selalu saja tak acuh pada teguran Jane.

"Tentang tanah yang ditawarkan oleh Pak Ridwan itu... Aku rasa aku akan membelinya. Menurut beberapa temanku daerah itu akan cepat berkembang. Kemungkinan besar akan segera menjadi tempat yang strategis. Apalagi Pak Ridwan memasang harga yang menurutku...cukup murah, sangat menarik. Bagaimana menurutmu?"

Jane membuang pandangannya dengan wajah yang sedikit ditekuk. "Kau bahkan belum menanyakan kabar kami berdua."

Reyhan terlihat menunjukkan gestur tubuh yang seperti tidak nyaman. Ia mengusap wajahnya lalu menarik kursi itu dan duduk di situ.

Jane masih membuang pandangannya. Ia tidak mau memandang suaminya itu. Dengan sedikit berat hari Reyhan menarik tangan Jane lalu menggenggamnya. Ia sebenarnya risih dengan momen seperti ini. Reyhan bukan tipe laki-laki romantis dan perayu. Ia rasa ia tidak suka membuang-buang waktu dengan drama seperti ini.

"Aku seperti ini demi kau dan anak kita juga. Jika semua bisnis lancar dan berkembang, itu akan jadi hal yang sangat baik, bukan?"

Meski tangannya sudah digenggam oleh Reyhan, Jane masih belum mengalihkan pandangannya.

"Dengan terjaminnya kehidupanmu dan anak kita, kabar kalian akan terus baik-baik saja, Jane. Kenapa kau harus marah hanya karna hal seperti ini?" suara Reyhan terdengar benar-benar lelah.

Jane lalu menatap Reyhan dengan sorot mata tak suka. Keningnya berkerut dengan ujung bibir yang sedikit naik.

"Kau pikir kabar yang baik selalu datang dari keuangan yang baik? Apa kau menilai segala sesuatunya dari uang?"

Reyhan mendesah kesal lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Tangannya terangkat dan terbuka tanda ia tidak tahu lagi harus menjawab apa.

"Ah, terserahlah. Aku tau kau seperti ini pasti karna hormon kehamilanmu. Tidak masalah, aku memakluminya." Reyhan lalu berdiri, beranjak dari tempatnya.

"Aku benar-benar lelah rasanya. Aku istirahat dulu," pamit Reyhan lalu mengecup singkat bibir Jane. Wanita itu hanya diam saja sambil terus melihat suaminya itu masuk ke dalam kamar mereka.

Jane menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia merasa bahwa rumah tangganya yang baru berjalan 3 bulan ini sudah sangat terasa membosankan. Tidak ada perhatian, tidak ada cinta yang hangat. Reyhan terlalu kaku, laki-laki itu terlalu memakai logikanya hingga seolah tidak punya perasaan.

📎📎

"Maaf ya membuat kalian repot," ucap Karina.

Mayang berdecak. "Kau ini. Kau anggap kami temanmu atau bukan? Kenapa harus bicara seperti itu," omel Mayang sambil mengupas mangga yang hijau kekuningan itu.

Lassitude (FAST UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang