Lassitude-Bagian 10

1.1K 59 5
                                    

Karina menoleh ke balik bahunya kita aroma parfum milik Bramasta itu terhirup olehnya. Laki-laki itu sudah rapi dengan kemeja kerjanya, lalu duduk di kursi meja makan. Karina kemudian kembali sibuk dengan nasi goreng yang sedang ia masak.

Sebenarnya Karina masih terus merasa terganggu dengan apa yang ia dapati semalam. Kalimat-kalimat pesan dari Jane terus melintas di pikirannya. Ia sudah ingin sekali mendengar penjelasan Bramasta. Ia tidak mau lagi salah paham. Semua harus dibicarakan dengan kepala dingin.

Tangan lentik milik Karina itu lalu meletakkan piring yang telah ia isi itu ke hadapan Bramasta. Bibirnya langsung melengkung saat mata Bramasta menatapnya dengan teduh.

"Makasih, sayang," ucap Bramasta lembut.

"Sama-sama," balas Karina.

Karina mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. Ia tidak bisa menutupi kegusarannya. Wajahnya dengan gamblang menampilkan semburat kegelisahan itu.

"Ada apa? Kau sakit?" tanya Bramasta, Karina bisa merasakan kekuatiran suaminya itu di sana.

Karina bergumam ragu sambil menatap Bramasta dengan wajah merasa tak enak. "Hm, begini. Aku mau tanya sesuatu."

Bramasta lalu menghentikan kunyahannya. Tatapan laki-laki itu tetap tenang. Mungkin karena tidak merasa sedang melakukan kesalahan, jadi ia tidak panik dengan ucapan Karina itu.

"Tanya apa, sayang?"

Karina menarik napasnya dalam lalu membuangnya dengan cepat. Ia kemudian menggigit bibir bawahnya, ragu. Karina pikir, ini masih terlalu pagi untuk membahas hal yang cukup sensitif. Meskipun Karina yakin, Bramasta tidak akan marah dengan pertanyaannya nanti. Tapi Karina takut, bisa jadi justru ia yang akan kesal sendiri atau bahkan merajuk pada suaminya itu.

"Nanti pulangnya jam berapa?"

Kedua alis Bramasta terlihat terangkat, ia heran. Sedetik kemudian wajah heran itu berubah jadi tawa. Bramasta kemudian mengusap pipi Karina dengan lembut.

"Seperti biasa. Jam lima sore, dan kemungkinan sampai di rumah jam setengah enam. Ada apa?" suara Bramasta masih diselingi tawa kecil.

Karina mengusap tengkuk lehernya. Nyatanya ia belum siap untuk menanyakan perihal Jane, dan malah menanyakan hal yang tak perlu ia tanyakan.

"Oh, ya sudah kalau begitu," sahut Karina sambil tersenyum malu. Ia kemudian menyendokkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya, berusaha melupakan tingkah anehnya barusan.

"Kenapa? Kau ingin aku pulang cepat?" tanya Bramasta yang langsung dibalas gelengan kepala dari Karina.

"Ya kalau kau ingin aku pulang cepat juga bisa aku usahakan. Siapa tau kau ingin mengulangi apa yang terjadi semalam," Bramasta mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum jahil pada Karina. Wajahnya seketika terlihat memerah.

"Ah, bukan begitu," bantah Karina tak mau kalah. "Aku cuma bertanya."

Bramasta hanya tertawa pelan sambil menatap Karina penuh arti. Laki-laki itu lalu melanjutkan kegiatan makannya. Sementara Karina hanya mendengus pelan sambil memandangi suaminya dengan pikiran yang telah bercabang ke mana-mana.

📎📎

Wanita itu mengamati gambar dirinya pada pantulan cermin. Pakaian yang ia kenakan hari ini tampaknya cukup membuatnya merasa lebih cantik dari kemarin. Sapuan make up tipis itu juga terlihat manis dan memaksimalkan penampilannya. Tapi tetap saja, ada hal yang tidak bisa luput dari pandangannya.

"Sepertinya aku sudah semakin keriput," gumam Elina setengah mengeluh saat mendekatkan wajahnya ke cermin.

Tahun ini usianya akan memasuki angka 35. Usia yang akan dianggap sudah tua karena belum menikah. Tapi akan dianggap terlalu muda jika tiba-tiba mati. Elina berdecak kesal mengingat  umurnya itu.

Lassitude (FAST UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang