Selamat Malam, Duhai Kekasih🌛

80 13 5
                                    

Kanaya tidak pernah merasa semalu ini dalam hidupnya. Memang ada beberapa hal memalukan yang pernah ia lakukan secara sengaja maupun tidak, banyak  di antaranya adalah hal yang sebenarnya boleh dikenang. Namun sekarang ia menghadapi rasa malu yang lain, rasa rendah diri, sampai-sampai Kanaya mau mengubur diri rasanya.

Ini karena keluarga Tio, Kanaya tidak menyangka akan merasa seperti itu saat bertemu mereka. Padahal mereka tidak mengatakan apa-apa, tidak juga mengungkit penyebab batalnya pertunangan antara dirinya dan Tio. Mereka malah menyapa dirinya seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Namun justru perhatian yang diberikan ibu Tio semakin membuatnya merasa kecil.

"Kamu apa kabarnya Kanaya?" Beliau tersenyum ramah sementara tangannya mengelus lengan Kanaya dengan lembut.

"Baik tante, alhamdulillah."

"Tio cerita, tadi sore ketemu kamu pas jajan kebab."

"Eh iya tante. Nggak sengaja ketemu sebenarnya." Kanaya menjawab sekenanya.

"Loh? Ketemu di mana?" Ibu Kanaya ganti menyahut. Beliau ikut bergabung setelah kembali dari kamar mandi. Di sudut lain, para bapak-bapak telah membuat forum tersendiri juga. Setelah dipertimbangkan, akhirnya Bapak dan Eyang Kanaya menggunakan kamar yang sama. Memungkinkan bagi mereka juga untuk meminta extra bed dengan kamar yang lebih besar.

"Tadi Tio sama Rara sebenarnya mau saya ajak jenguk ke sini. Eh, malah si Jeje datang main ke rumah."

"Lho, Rajen ke sana?" Eyang Kanaya yang dari tadi mengobrol dengan Eyangnya Tio tahu-tahu menyahut.

"Iya Pakdhe, datangnya tadi pas kami lagi siap-siap."

Kanaya kira Eyangnya bakal marah karena Rajen yang bertamu tidak tahu waktu. Apalagi dengan fakta bahwa 2 anggota keluarganya sedang terbaring di rumah sakit. Ternyata dugaannya salah, ia malah mendapati wajah Eyang yang terlihat senang.

"Beda ya anak laki-laki jaman sekarang sama kita dulu." Eyang Kakung bergurau. "Kalau sekarang modelnya gas kenceng loss dol."

Semua yang ada di ruangan tertawa, bahkan Wahyu juga. Kanaya cuma menyunggingkan senyum tipis untuk berpura-pura. Para orang tua ini tidak tahu bahwa sebenarnya Rajen juga tidak menginginkan pertunangan ini.

Kanaya merasa prihatin pada adik laki-lakinya itu. Hanya karena butuh sebuah pengakuan, Rajen rela melepas semua yang diinginkannya. Dari cita-cita hingga masalah pasangan hidup. Sayangnya tidak banyak yang bisa Kanaya lakukan untuk membantu. Dia terlalu keras kepala sehingga ia akan menentang semua tuntutan keluarga yang tidak ia sukai.

Kendati demikian, Kanaya juga selalu mempunyai cara untuk meyakinkan keluarganya bahwa yang ia pilih tidak salah. Kanaya akan berusaha membuktikan bahwa dirinya bisa bertanggung jawab pada keputusan yang ia ambil. Ia membali mengingat malam-malam sebelumnya saat Bapak mengajaknya berbicara. Malam itu mereka duduk berdua di teras belakang. Sempat terjadi keheningan panjang di antara keduanya yang di isi suara jangkrik.

"Bagaimana selanjutnya?" Itu pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Bapak.

"Maksud Bapak?"

"Kamu yakin mau menikah dengan laki-laki itu?"

"Namanya Jodhi, Pak." Kanaya mengoreksi.

"Kamu yakin tidak akan menyesal jika menikah dengan Jodhi?" Kanaya terdiam. Apakah Bapak akan merestui pernikahannya dengan Jodhi?

"Kanaya,"

"Iya pak—" Kanaya menoleh untuk menatap pada wajah yang mulai menua itu. "—Kanaya yakin."

Sebaliknya Bapak malah membuang muka. "Kamu tahu kan kalau Bapak sangat kecewa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CitrusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang