Jangan lupa baca shalawat")
”اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ“
____________________________________Don't be silent reader, please 🙏🏻
Vote, comment, and share — fardhu ain😉"Sebesar apapun hal yang kita lalukan tanpa adanya niat dan kemauan pasti akan terasa berat, sebab tidak ada rasa bahagia dalam melakukannya."
~ Zahra Nurul Aidah ~
✧
8 tahun kemudian
Zahra POV
Sinar matahari menyelinap masuk dari jendela yang telah dibuka tirainya, membuatku tersentak untuk bangun dari indahnya pulau kapuk. Benda berbentuk lingkaran di dinding menunjukkan waktu pukul 07.12, menandakan 18 menit lagi pengajian kitab Tafsir Jalalain akan segera dimulai.
Pengajian pagi ini hanya diperuntukkan untuk santri yang sudah tidak sekolah, seperti diriku. Maksudnya tidak sekolah yakni sudah tamat studi di jenjang Aliyah/SMA, bukan putus sekolah. Alhamdulillah, di pesantren An-Nur semua santri yang berada di jenjang Tsanawiyah/SMP juga Aliyah/SMA, mereka sekolah. Namun, ketika sudah lulus dan memutuskan tetap mondok, ada yang melanjutkan kuliah ada pula yang tidak melanjutkan kuliah, jadi hanya mondok saja.
Bagaimana denganku? Qadarullah, aku mendapat beasiswa prestasi untuk menempuh studi di perguruan tinggi dekat pondok. Beruntungnya lagi, kelas perkuliahan di kampus dekat pondok ini dilaksanakan pada siang hari, jadi tidak menggangu tugasku dalam mengaji dan mengabdi.
Tanpa kusadari, aku melamun dari bangun tidur hampir lima menit, padahal aku belum mandi. Tidak ingin mengulur waktu lagi, aku segera beranjak dari tempat tidurku untuk mandi dan bersiap-siap.
Setelah segala ritual tetek bengek per-skincare-an kulakukan, tiba-tiba si Urbi datang dengan pakaian khasnya, bersarung mbak santri dan kaos oblong. Dia selalu menjemputku untuk berangkat bersama ke pengajian di masjid.
“Zah, ayo budal!” ujar Urbi.
(Zah, ayo berangkat!)Urbi adalah salah satu dari tiga temanku di pondok yang sangat dekat denganku. Sebab, selain karena kami menjadi penjaga laundry pondok, kami juga sekelas sejak Aliyah. Bahkan, sekarang kuliah pun kami juga satu kelas, di fakultas tarbiyah program studi pendidikan agama Islam semester 5.
Melihat Urbi sudah memberi kode untuk segera berangkat, aku lekas memakai jilbab dan mengambil kitab juga pena keramat santri, Hi-Tec-apabila dia jatuh, sakitnya tidak berdarah tapi membekas luka. Related gak, sih?
•••
Setelah pengajian rutin kitab Tafsir Jalalain selesai, aku dan Urbi segera bergegas ke tempat laundry yang berada di sebelah kanan pondok pondok putra. Di tempat laundry inilah rutinitas pagiku dan Urbi, yakni menjalankan aktifitas mencuci, menjemur, menyetrika, dan merapikan pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biasa tapi Rumit ✓
Espiritual[Spiritual - Romance] TAMAT - PART TIDAK LENGKAP BIASA TAPI RUMIT a story by Nurul Maidah Biasa tapi Rumit. Tiga kata yang sedikit bisa menceritakan tentang alur hidup Zahra, seorang santri yang masih berkhidmah di pondok pesantren An-Nur di usiany...