BTR 17 • Mimpi Buruk

3.9K 617 88
                                    

Please! Don't be silent reader 🙏🏻

•••

“Bagaimana bisa aku bahagia, jika yang kucinta telah bersama yang dicintainya.”

~Zahra Nurul Aidah~
🍁🍁🍁

Zahra POV

Perlahan aku membuka mata dengan rasa sakit yang masih menjalar di sekujur tubuh. Aku berusaha bangun dari tidurku dengan memegang kepala bagian kanan yang masih sedikit pening. Samar-samar terdengar suara ramai dari luar kamar, membuatku penasaran dan ingin sekali memastikan sedang ada apa di luar sana.

Ah, iya, Mas Abil, di mana dia sekarang?

Retinaku pun menyapu seluruh sisi kamar mencari keberadaan suamiku. Namun, hasilnya nihil. Mas Abil tidak ada di sini. Jujur, aku begitu merindukannya. Dalam pikiranku saat ini hanya ada nama Mas Abil. Semenjak aku mengetahui sebuah fakta, bahwa ada perempuan lain yang ternyata mencintai Mas Abil. hatiku tidak terima. Iya, kuakui aku cemburu. Aku tidak ingin kehilangan dirinya, aku sudah terlalu mencintainya.

Apa Mas Abil belum pulang?
Lalu jika Mas Abil belum pulang, lantas siapa yang membawaku ke dalam kamar?

Ketika terdengar suara pintu terbuka, senyumku merekah dan menghilangkan sakit yang kurasakan. Nampak mas abil dari balik pintu dengan memakai baju koko dan sarung hitamnya. Namun, rambut basahnya ia biarkan berantakan, yang membuatku gemash ingin menyisirkannya. Mas Abil berjalan masuk dan mendekatiku ke tempat tidur sambil tersenyum.

Jika subuh kemarin Mas Abil yang mengucapakan ayat fabiayyi ala irobbikuma tukadziban tepat di depanku. Maka kali ini, izinkan aku yang mengucapakan ayat itu untuknya. Sungguh, nikmat tuhanmu mana lagi yang kau dustakan.

Mas Abil duduk di tepi ranjang tepat di sampingku, dia mengusap pipiku dengan lembut, lalu menyelipkan anak rambut yang sempat mengganggu pandanganku. Kurasakan kupu-kupu dalam perut berterbangan. Jantungku berdetak lebih cepat dari irama biasanya.

“Jaga diri baik-baik, ya, Sayang,” ucap Mas Abil sembari menatap lekat kedua mataku.

Aku langsung tercengang mendengar ucapan Mas Abil. Ucapannya berhasil membuatku mengernyitkan dahi, bertanya-tanya apa maksud dari kalimat yang diucapakannya.

“Maksudnya apa? memangnya Mas Abil sudah gak mau lagi jagain aku?” tanyaku khawatir. Entah mengapa, rasanya aku sedikit sensitif dengan ucapan Mas Abil.

Mas Abil tersenyum sembari memegang daguku lalu menjawab, “Mas akan selalu jagain kamu, Sayang.”

“Lalu, mengapa Mas Abil menyuruhku menjaga diri?” tanyaku kembali.

“Ya, gapapa. Mas cuma takut kalau Mas udah gak ada, kamu gak ada yang jagain. Jadi, mas harap kamu bisa jaga diri baik-baik.” Ucapan Mas Abil semakin ngawur.

“Ah, Mas Abil ... Gak boleh ngomong gitu, Aku yakin Mas bakal selalu jagain aku. Nanti, biar aku dulu aja yang mati biar Mas gak kepikiran sama aku,” ujarku yang kuakhiri dengan kekehan.

“Mas ...  Mas janji ya gak akan bahas kayak gini lagi,” pintaku.

Bukannya menjawab permintaanku, Mas Abil malah mengelus puncak kepalaku kemudian mencium keningku. Lima detik setelahnya, dia memelukku begitu erat sembari mengusap lembut punggungku. Dekapannya menghangatkan, hingga tanpa sadar aku membalas pelukannya dan hanyut di dalamnya.

Baru beberapa menit aku merasakan ketenangan dalam dekapan mas abil. Tiba-tiba terdengar suara ibu  memanggil namaku. Aku pun terkejut, sebab ketika membuka mata bukan mas abil yang pertama kulihat melainkan ibu.

Biasa tapi Rumit ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang