BTR 3 • Have a Crush

4.6K 622 55
                                    

Jangan lupa baca shalawat")
”اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ“
____________________________________

Don't be silent reader, please 🙏🏻
Vote, comment, and share — fardhu ain😉

“Jagalah mahkota cintamu hanya untuk dia yang benar-benar Allah takdirkan sebagai nahkoda yang membawamu menuju Surga-Nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jagalah mahkota cintamu hanya untuk dia yang benar-benar Allah takdirkan sebagai nahkoda yang membawamu menuju Surga-Nya.”
~Zahra Nurul Aidah~

Zahra POV

Semenjak Gus Ahmad melontarkan perkataannya yang membuatku tercengang, suasana di dalam mobil pun hening selama perjalanan menuju toko mainan. Situasi ini membuatku canggung, ditambah AC mobil yang hidup membuatku berkeringat dingin.

Beberapa menit kemudian, mobil yang kutumpangi berhenti diparkiran sebuah toko mainan yang lumayan besar di kota. Gus Ahmad pun segera turun dan membukakan pintu mobil Ning Nazil, lalu beliau pun menggendong Ning Nazil keluar mobil.

Sedangkan aku lebih dulu membenarkan posisi Gus Dhuha untuk kugendong, yang awalnya Gus kecil ini duduk di pangkuanku. Namun, ketika aku hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba Gus Ahmad lebih dulu mengambil alih ganggang pintu mobil luar. Beliau membukakan pintu mobil untukku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kiri beliau menggendong Ning Nazil.

Ketika pintu mobil sudah terbuka, aku tidak langsung keluar, melainkan masih terpaku pada penampilan keponakan Gus Malik ini. Sungguh, beliau sangat menawan dengan kaos hitam dan sarung hitam bercorak aksara jawa, 'tak lupa songkok hitam yang bertengger sedikit ke belakang pada kepala beliau, yang membuat bagian rambut depan beliau sedikit terlihat. Eits, satu lagi, masker hitam model duckbill yang dipakai Gus Ahmad juga menjadi pelengkap ootd-nya tanpa mengurangi kadar ketampanannya.

Darimana saja aku tadi, padahal sejak di ndalem  aku bersama beliau, tapi mengapa baru sekarang aku terpana pada penampilannya. Ditambah sekarang ini, beliau tengah berdiri tegap menggendong Ning Nazil sambil menatap jalanan ramai. Tiga detik kemudian, beliau membenarkan letak songkok hitamnya, menyembunyikan rambut depan yang tadinya terlihat.

Please! How charming he is!

Kalimat istighfar spontan terucap dari bibirku, saat  sadar apa yang telah kulamunkan sejak tadi.

“Mbak!” panggil Gus Ahmad.

Dalem,” jawabku.

“Ayo turun!”

Inggih, Gus.”
(Iya, Gus)

Aku pun keluar dari mobil sambil menggendong Gus Dhuha, kemudian berjalan mengekor di belakang Gus Ahmad menuju ke toko mainan. Sesampainya di depan toko, Ning Nazil pun turun dari gendongan Gus Ahmad dan berlari mencari mainan yang ia inginkan, sedangkan aku dan Gus Ahmad hanya melihat Ning Nazil dari depan toko.

Biasa tapi Rumit ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang