“Indah, tapi hanya bisa dikenang. Berkesan, tapi tidak akan terulang.”
✿
~Zahra Nurul Aidah~🍁🍁🍁
Zahra POV
“Mas berangkat, baik-baik di rumah. Assalamualaikum,” pamit Mas Abil setelah aku mencium punggung tangan kanannya.
“Waalaikumsalam,” jawabku yang langsung dibalas kecupan di kening oleh Mas Abil.
Pagi ini Mas Abil pergi ke pondok pesantren An-Nur untuk memenuhi dawuh Gus Malik. Katanya, ada hal penting yang akan disampaikan oleh Gus Malik mengenai Mas Abil. Awalnya dia mengajakku untuk menemaninya, tapi urung karena dia tahu kalau aku sedang tidak enak badan. Alhasil, Mas Abil dengan berat hati meninggalkanku di rumah sendirian.
Beberapa menit setelah Mas Abil pergi, aku memutuskan mengambil laptop di meja khusus milik Mas Abil. Aku meminjam laptop Mas Abil untuk merevisi dan self editing naskahku yang telah di pinang oleh penerbit. Diiringi dengan lantunan sholawat yang kuputar di media player laptop, aku mulai mengedit naskah pertamaku.
Kalau tidak ada halangan, in Syaa Allah naskah pertamaku ini akan terbit dua bulan mendatang. Rasanya bahagia sekali, Allah telah memberi nikmat sebanyak ini padaku. Mulai dari akan terbitnya novel pertamaku, sampai mempertemukanku dengan jodoh yang sangat-sangat memuliakanku.
Setengah jam berlalu, punggungku mulai ngambek karena terlalu lama duduk tanpa berpindah tempat. Tak lama kemudian, aktivitas editing-ku terhenti karena ada suara ketokan pintu dari luar rumah. Aku segera mengambil jilbab dan berjalan menuju pintu depan dengan sedikit tergesa-gesa.
Ketika aku membuka pintu, ternyata yang mengetok pintu adalah driver GoFood delivery. Bapak driver tersebut memberiku tiga kotak makanan lengkap dengan air mineral dan es teh. Akan tetapi, aku bingung sebab tidak merasa memesan makanan sama sekali.
“Maaf, Bapak, saya kayaknya gak pernah pesan makanan deh, mungkin Bapak salah alamat,” ungkapku.
“Tidak, Cah ayu, ini benar kok alamatnya,” kata Bapak driver GoFood meyakinkanku.
“Kalau boleh tahu nama yang pesan ini siapa, ya, Pak?” tanyaku penasaran.
“Ini yang pesan atas nama Abil Irsyad,” jawab Bapak driver GoFood sambil melihat gawainya.
Ya Allah, Mas, perhatian sekali kamu, tapi bisa-bisanya kamu memesankanku makanan sebanyak ini.
“Oh, baik, Pak. Saya terima ya, Pak. Ternyata yang pesan itu suami saya.” Aku segera mengambil uang tip dari saku gamisku untuk kuberikan pada Bapak driver GoFood delivery.
“Terima kasih, ya, Cah ayu, semoga rezekinya lancar,” kata Bapak driver GoFood begitu tulus.
“Aamiin,” jawabku.
“Oh, iya, ini buat bapak, ya,” sambungku sembari memberi sekotak makanan pada Bapak driver GoFood.
“Bapak terima, ya, sekali lagi terima kasih banyak.” Beliau menerima makanannya, setelah itu beliau berpamitan untuk kembali mengantar makanan yang lain.
Aku pun masuk membawa pesanan food delivery yang dipesankan oleh Mas Abil. Tahu saja Mas Abil kalau cacing di perutku ini sudah demo sejak dia tinggal pergi tadi. Namun, rasanya tidak afdhol kalau aku makan makanan ini sebelum aku berterima kasih pada Mas Abil.
Akhirnya kuputuskan untuk mengirim pesan pada Mas Abil terlebih dahulu. Awalnya basa basi menanyakan makanan yang dipesannya untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biasa tapi Rumit ✓
Spiritualité[Spiritual - Romance] TAMAT - PART TIDAK LENGKAP BIASA TAPI RUMIT a story by Nurul Maidah Biasa tapi Rumit. Tiga kata yang sedikit bisa menceritakan tentang alur hidup Zahra, seorang santri yang masih berkhidmah di pondok pesantren An-Nur di usiany...