Jangan lupa baca shalawat")
”اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ“
____________________________________Don't be silent reader, please 🙏🏻
Vote, comment, and share — fardhu ain😉"Entah, sudah berapa banyak nikmat dari-Nya yang kita terima. Namun, mengapa kita masih mempunyai celah untuk tidak bersyukur kepada-Nya?"
~ Zahra Nurul Aidah ~
✧
Zahra POV
Langkah kakiku terus berjalan dengan langkah kaki Urbi yang saling membersamai menuju tempat laundry. Selama kakiku melangkah, pikiranku 'tak henti-hentinya memikirkan dia. Iya, dia, laki-laki yang baru saja kutemui.
Sebenarnya, dia itu Mas Kernet ziarah yang dulu pernah menolongku atau bukan. Lalu, mengapa Urbi menyebutnya dengan panggilan Gus?
Ah, sudahlah, memikirkannya membuat kepalaku semakin pusing.
Begitu aku dan Urbi sampai di tempat laundry, tanpa kuminta si Urbi nyerocos menjelaskan tentang siapa laki-laki tadi. Kata Urbi, dia adalah putra pertama dari kakak Gus Malik alias keponakan dari Gus Malik—pengasuh pondok An-Nur. Dia berada di sini sekarang untuk berkhidmat sembari menunggu jadwal wisuda S1-nya di Bandung.
"Oh, berarti beliau pertama kali ke sini, yo, Bi?" tanyaku penasaran.
"Loh, yo, enggak to, Zah! Gus Ahmad itu pernah ke sini, tapi yo cuma sehari dua hari, itupun ga pernah ke mana-mana, cuma di Ndalem, keluar yo cuma buat jamaah sama ngaji," jawab Urbi sambil memasukkan baju kotor ke dalam mesin cuci.
Aku terdiam sejenak dan berpikir, kalau memang Gus Ahmad pernah berkunjung ke sini, mengapa aku tidak pernah menjumpainya? Padahal aku sering ke ndalem untuk menjaga putra putri Gus Malik dan Ning Sarah.
"Tapi, kok aku gak pernah ketemu, yo, sama beliau?" tanyaku kembali, sungguh aku masih penasaran.
Masih dengan posisi yang sama, Urbi menjawab, "Kamu saja yang terlalu acuh sama sekitarmu, makanya gak tau kalau ada orang baru, hahaha."
Aku memanyunkan bibirku saat Urbi tertawa lepas. Ya, memang, sih, aku tipe orang yang introvert. Tapi, apa seacuh itukah aku, sampai tidak merasakan jika ada orang baru di sekitarku.
"Oh, iyo, beliau itu selalu ikut setiap ada ziarah wali di pondok. Bahkan waktu dulu kita masih kelas 12 Aliyah, beliau juga ikut," lanjut Urbi.
Really? Jangan bilang yang menolongku dulu sewaktu ziarah adalah Gus Ahmad?
"Bi, kamu gak guyon 'kan?" (Bi, kamu tidak bercanda 'kan?) tanyaku memastikan bahwa Urbi tidak sedang bercanda.
"Ya Allah, Zah, nyapo aku guyon? Tenanan aku gak guyon, Gus Ahmad iku memang selalu ikut kalau ada ziarah pondok!" (Ya Allah, Zah, ngapain aku bercanda? Aku beneran gak bercanda) jawab Urbi yang berhasil membuatku menggigit bibir bawahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biasa tapi Rumit ✓
Espiritual[Spiritual - Romance] TAMAT - PART TIDAK LENGKAP BIASA TAPI RUMIT a story by Nurul Maidah Biasa tapi Rumit. Tiga kata yang sedikit bisa menceritakan tentang alur hidup Zahra, seorang santri yang masih berkhidmah di pondok pesantren An-Nur di usiany...