14. Rumah

1.8K 240 13
                                    

Arka berjalan menuju taman belakang ketika Kaamil menyuruhnya untuk kesana setelah Arka mengeluh bahwa Rafi dan Gaffi hanya asik berdua ketika membuat cookies padahal Arka ada disana. Dulu bunda suka sekali menanam berbagai tumbuhan, hingga tanah kosong dibelakang rumah disulapnya menjadi sebuah taman. Tak besar, hanya sepetak saja, tak bisa disebut taman juga sebetulnya, tapi bunda memang suka menyebutnya taman.

Netra Arka menangkap Kenan yang sedang menyiram tanaman yang masih ada di sana dan di sampingnya, Kaamil entah sedang bercerita apa sebab sesekali keduanya tertawa. Arka mengulum senyumnya, pemandangan yang selalu ia harapkan sekarang ada di depannya.

Arka beranjak dari ambang pintu, menghampiri kedua kakaknya.

"Bang," panggilnya, membuat Kenan dan Kaamil menoleh.

"Udahan bikin cookiesnya?" Kaamil melampirkan tangannya di bahu Arka, lalu membawanya berdiri di antara Kaamil dan Kenan.

"Mas Rafi sama adek kalau udah bikin cookies suka serasa dunia milik berdua, jadi Arka kesini aja." Jelas Arka dengan wajah yang sedikit cemberut. Tapi dalam hatinya, ia bahagia bukan main. Sebab sebetulnya, Rafi mulai memperlakukannya dengan baik, tadi saja menyuapinya untuk mencoba jenis cokelat yang baru Rafi beli. Namun di lain sisi, masih ada rasa bersalah dihatinya, yang membuat Arka memutuskan untuk menghampiri Kaamil.

"Yaudah lo sama kita aja, jadi dunia serasa milik bertiga sekarang." Arka tertawa keras mendengar ucapan Kaamil, sedang kakaknya itu malah menatapnya dengan tanya.

"Arka, lo lama-lama kaya bang Vero, bengek duluan padahal si Kaamil garing."

"Enak aja lo."

"MAS SAKIT!" Teriakan Gaffi membuat ketiga Nawasena menoleh dengan khawatir, namun detik kemudian tawa mereka meledak karena melihat Gaffi berlari menuju mereka dengan wajah penuh dengan tepung.

"LO TUH MAKANYA KALAU BANTUIN HATI-HATI! STRESS GUE JADINYA!" Tak lama Rafi muncul dengan sebuah spatula yang diangkatnya tinggi, hendak memukul Gaffi sepertinya.

"SINI LO!" Teriak Rafi, sedang yang dikejar menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh besar Kenan.

"Mau gue bantuin gak?" Tawar Kaamil, sontak membuat Gaffi berlari mencari tempat yang lebih aman. Namun belum sampai satu langkah, tubuhnya sudah ditahan lebih dulu oleh Kenan.

"Hantam, Fi!" Seru Kaamil, ikut andil dalam menahan Gaffi.

"BANG AMPUN BANG!" Gaffi berusaha keluar dari dekapan Kenan dengan susah payah, namun ketika dilihatnya satu tangan Kenan yang bebas dan memegang sebuah selang, hal itu membuat Gaffi berencana mengarahkan selang yang masih mengeluarkan air itu ke wajah Kenan.

"ADEK, KOK MALAH KE ARKA?" Teriak Arka tak terima, sebab air selang itu malah tak sengaja mengenai wajah Arka. Maka, dapat dibayangkan hal seperti apa yang selanjutnya terjadi, pertempuran antara kelima Nawasena pecah di taman belakang.

«☼☼«

Pada sore yang jingganya masih kemuning, ditengah kemacetan ibu kota dengan kendaraan yang semakin ruah sebab sudah memasuki jam pulang kantor. Vero menjadi satu diantaranya, ia baru saja kembali dari perusahaan yang rencananya akan ia lamar untuk menjadi tempat kerjanya nanti. Lamat-lamat Vero mengamati berbagai manusia dengan kendaraan mereka ketika kemacetan tak bisa membuat seluruh pengemudi di jalan itu melajukan kendaraannya, mungkin beberapa dari mereka sedang menanti kehangatan rumah setelah penatnya mencari nafkah, ada pula yang sedang memangku dagu pada setang motor setang motor sembari memikirkan makan malam apa yang enak disantap dengan keluarga, atau bisa jadi diantara banyaknya pengemudi ada beberapa pemuda yang baru merantau ke ibu kota dan sedang memikirkan apa yang bisa membuatnya tak kesepian setelah kembali ke kos mereka, di dalam mobil lain Vero bisa melihat siluet dua pasangan dengan gelak tawa, ada pula yang sedang menggunakan ponselnya untuk berbincang mungkin dengan sanak saudara atau teman-temannya. Vero menghela nafas setelah radio yang ia nyalakan memutar lagu Harta Berharga yang sangat tak asing di telinganya. Sembari bersenandung kecil, sedikit demi sedikit kendaraan mulai melaju, hingga kemudian di sebuah perempatan, Vero menemukan dua anak kecil, adik kakak sepertinya, sebab yang lebih tua terus menggenggam tangan yang lebih muda.

Renjana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang