5 tahun kemudian...
Ini bukan kali pertama bagi Arkana dibiarkan merana sebab penantiannya selalu tak menemui kata pasti. Siang tadi ia meminta Rafi untuk menjemputnya sepulang sekolah karena agenda kerja kelompok yang sampai sore membuatnya akan kesulitan menaiki angkutan umum yang sudah memilih berhenti beroperasi di ujung petang, lihat saja, sekarang sudah tepat menunjukan pukul 17.00 WIB. Beberapa angkutan umum memang masih ada tapi yang sesuai tujuannya sudah sangat sulit ditemukan, rintik hujan yang semula berhenti kini mulai turun kembali sedikit demi sedikit, membuat Arkana merapatkan jaket biru tuanya dan melangkahkan kakinya sedikit lebih cepat, ia hendak menuju halte sekolahnya yang tinggal berjarak 500 meter lagi, namun hujan kini makin intens memburu bumi, dan sukses membuatnya kuyup dalam 3 detik, maka ia memutuskan untuk berlari, meminimalisir air hujan yang mengenai tubuhnya, meski nihil.
Suara hela nafas lega terdengar oleh telinganya sendiri ketika Arkana berhasil mencapai halte sekolah dengan keadaan seluruh tubuhnya yang dibalut air hujan. Bahkan seragamnya yang tertutup jaket pun ikut basah karenanya. Arka melirik jaket biru tuanya yang sudah usang dan tipis, kemudian ia terseyum sendu, menyadari bahwa jaket yang biasa ia gunakan kini tak layak lagi disebut seperti itu, karena kini jaket itu telah berubah serupa kaos partai yang tipis dan bisa dijadikan lap, benar-benar setipis itu.
Dan ketika angin menerpa tubuhnya, Arkana dibuat menggigil karenanya. Di otaknya kini dipenuhi tanya, "Kapan ya terakhir kali aku beli jaket?" dan sedetik kemudian ia meringis mengingat sisa uangnya tinggal beberapa puluh ribu setelah membeli seragamnya yang sempat sobek minggu lalu, meminta pada Rafi tentu bukan perkara mudah, salah-salah waktu ia bisa diomeli seperti beberapa bulan lalu ketika Arka meminta uang untuk membeli sepatu sekolahnya yang belum diganti dari kelas 2 SMP. Rafi pasti akan mengomelinya ketika sarapan, dengan kalimat andalan, "Kamu pikir bang Vero sama Kak Ares nyari uang buat biaya sekolah kamu doang?" atau ketika uang baru saja dikeluarkan untuk keperluan Gaffi ia akan melanjutkan kalimatnya dengan, "Ditabung ka uang yang dikasih tuh, kemarin Adek abis bayar uang study tour." Arka tak pernah keberatan jika beberapa pengeluaran memang lebih diutamakan untuk Gaffi, karena menurutnya pengeluaran Arka pun tidak memiliki urgensi yang harus segera diselesaikan, dan ia bisa menunggu lebih lama untuk menunggu gilirannya.
Langit telah berganti pekat, dan rinai itu sepertinya semakin betah, maka semakin erat pula Arka memeluk dirinya. Berharap sedikit kehangatan bisa ia rasakan meski tubuhnya sudah kian menggigil. Beberapa kali ia menggosok telapak tangannya mencari kehangatan dalam gelapnya malam, beberapa kali ia melongok ke sisi jalan mencari tau apakah ada angkutan umum yang bisa ia naiki atau berharap salah satu kakaknya akan melambai dari kejauhan, dan ketika ia kembali melirik ke arah kanan, sebuah mobil melaju cepat dihadapannya, dan genangan air yang ada di depan halte tak luput dari laju mobil yang kemudian membuat genangan itu menyembur mengenai tubuh Arkana yang sudah basah. Dan wajahnya tak luput dari cipratan itu, Arka mengusap wajahnya sambil mengehela nafas. Hari kian gelap dan jalanan kian lengang karena siapa pula yang ingin keluar ditengah hujan deras seperti ini. Tapi masalahnya adalah, Arka ini mudah kedinginan dan ia takut oleh kegelapan.
Dua fakta yang sepertinya gagal memenuhi ingatan Nawasena, sebab ketika tahun lalu Gaffi berakhir pingsan karena dibiarkan seorang diri saat komplek rumahnya tiba-tiba terkena pemadaman listrik, seluruh kakaknya yang baru pulang-termasuk Arka- berteriak panik, dan saling menyalahkan mengapa sampai pukul setengah 7 malam belum ada yang sampai rumah dan tak menemani Gaffi yang memang takut gelap, dan mereka melupakan Arkana yang meringkuk di balik pintu seorang diri, menenangkan dirinya yang perlahan dilupakan dan ditinggalkan ketiga kakaknya yang membawa Gaffi menuju klikik di pertigaan blok H.
Hujan semakin deras, bahkan halte tempatnya berteduh sudah tak bisa melindunginya dari tetes air hujan. Arka memutuskan untuk masuk ke dalam pos satpam sekolahnya yang dibiarkan sepi, mungkin Pak Nandili sudah pulang sedari tadi, dan satpam yang betugas mengganti belum sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana [COMPLETED]
FanfictionPada malam paling temaram yang pernah seorang anak jumpai adalah kehilangan sepenggal bait kehangatan yang sepatutnya terus membersamai. Seorang anak yang sudah cukup dewasa sebagai pengganti bapak, seorang anak lain yang baru saja memasuki runyamny...