Arka berjalan menuju rumah sepulang sekolah, ia langkahkan kakinya dengan ringan. Sudah hampir sebulan sejak masing-masing Nawasena memilih kembali perlahan, dimulai dengan Vero yang memilih kembali menetap di rumah Nawasena, Kenan yang tak lagi berusaha menyibukkan diri di kantor meski pekerjaannya sudah rampung, juga Kaamil yang tak lagi mengikuti kompetisi sebanyak biasanya.
Satu-persatu, mereka mulai berdamai dengan rumah yang penuh luka, yang tembok-temboknya terasa lebih hangat dari terakhir dibiarkan berdebu, dan lantai yang menurut Kaamil dipenuhi pisau, kini sudah bisa dipijaki tanpa membuatnya tergores.
Sore ini, entah mengapa terasa lebih cerah dari biasanya, seakan langit ikut mengucap selamat pada Arka yang berhasil bertahan, dan berhasil kembali mendapatkan nyamannya.
Arka bersenandung kecil, Minggu depan adalah ulang tahunnya, selama ini Arka tak pernah mengharapkan apapun. Sebab pada tahun pertama ulang tahunnya tanpa bunda, keenam Nawasena hampir melupakannya, maka dari itu, Arka tak pernah lagi mencoba meminta pada tuhan agar kakak dan adiknya mengingat ulang tahunnya. Doa yang ia panjatkan, berganti menjadi, "Semoga abang, kakak, mas, sama adek, gak pernah pergi dari hidup Arka."
Dan tahun ini, Arka bahagia luar biasa, pasalnya, semua Nawasena-kecuali Rezvan- akan ada di rumah, di hari ulang tahunnya, meski tanpa tau bahwa itu ulang tahun Arka. Hal itu sudah membuatnya cukup.
Namun ada satu doa baru yang akan Arka panjatkan mulai hari ini, "Semoga, setelah ini, Nawasena akan terus baik-baik saja, dan selalu bahagia, bersama-sama."
Arka terus bersenandung riang sampai suara klakson mobil membuatnya terkejut setengah mati, ia langsung menunduk sembari menutup kedua telinganya, tubuhnya bergetar hebat.
"Adek gak apa-apa? Aduh maaf Ibu gak fokus." Seorang ibu-yang mengendarai mobil- segera menghampiri Arka ketika melihat Arka yang hampir tertabrak olehnya.
Sang ibu terus meminta maaf pada Arka yang masih geming ditempatnya.
Sedang sebetulnya, Arka ketakutan, semua ingatan akan hari itu memutar begitu cepat, suara Gaffi yang tengah bernyanyi di sampingnya, suara ibu-ibu yang menjemput anaknya di sekolah, suara derap kaki anak-anak yang menghampiri orang tuanya, suara roda pedagang bakso yang melewatinya, suara klakson mobil, suara teriakan hingga suara dentuman keras, semua suara yang terekam dengan jelas di kepalanya terus berputar hingga membuat kepalanya sakit. Dan inilah Arkana, yang selama 5 tahun ini bergelut dengan isi kepalanya sendiri, dengan trauma dan ketakutan yang ia alami, namun kejamnya ialah Arkana tak pernah bisa menceritakan semuanya, membuatnya perlahan mati dan kehilangan jati diri. Arkana hanyalah seorang anak kecil yang terus tumbuh bersama ingatan 5 tahun silam yang mematikan ruhnya. Namun ajaibnya, ia selalu mencoba bertahan demi sebuah janji yang bunda pinta padanya ketika umurnya baru menginjak lima. Janji bahwa ketika bunda tiada, maka Arkalah yang akan bertugas untuk memberi seluruh Nawasena cinta yang ia punya.
"Adek? Maaf." Ibu tadi terus mengelus punggung Arka yang nampak bergetar, membuat Arka perlahan kembali ke kesadarannya.
"Adek takut sekali, ya? Maafin ibu, ya? Ibu antar pulang, ya? Rumahnya dimana?" tanya sang ibu, sebab ia merasa bersalah karena membuat seorang anak ketakutan karena kecerobohannya yang bermain ponsel ketika mengemudi.
"Gak apa-apa, Bu. Saya bisa pulang sendiri, terima kasih tawarannya." Jawab Arka dengan ramah. Namun sang ibu terus memaksa mengantarnya hingga Arka benar-benar berkata bahwa ia baik-baik saja, tadi hanya terkejut dan sang ibu tak perlu khawatir. Akhirnya ibu tersebut pergi membiarkan Arka kembali menenangkan dirinya sendiri. Yang kemudian membawa ingatannya akan sebuah surat yang ia tulis disaat ia ingin menyerah. Sebuah surat yang isinya,
Bunda, maaf karena Arka kesulitan buat lakuin apa yang bunda titipin buat Arka. Arka gak kuat, Bun. Tapi Arka gak bisa nyerah gitu aja 'kan?
Hari ini, Mas Rafi cuma beliin makanan buat adek, bang Kaamil udah gak pulang 2 hari, dan Arka udah lama gak ketemu bang Kenan selain malem-malem sebelum Arka siapin susu anget, itupun Arka ngumpet-ngumpet biar gak papasan sama bang Kenan.
Dan hari ini, sore tadi, Arka gak bisa nyebrang sama sekali, bun. Kaki Arka gak bisa gerak buat nyebrang dari depan gerbang sekolah, sampe gak kerasa Arka diem di depan gerbang selama 30 menit. Bun, Arka gak sanggup.
Arka juga gak bisa cerita ke siapa-siapa, dada Arka sesak, beberapa hari ini Arka selalu kebangun tiap malem karena tiba-tiba gak bisa nafas. Katanya, kalau dada kita sesak, kita bisa cerita biar ngerasa lega, tapi Arka gak bisa, Bun. Arka pengen banget cerita ke abang-abang, tapi Arka gak berani, Arka takut abang-abang sibuk dan punya bebannya sendiri. Dan lagi , Arka juga gak tau gimana caranya buat mulai cerita ke siapapun, susah bunda.
Arka mau dielus, mau dipeluk, mau dianggap ada sebagai Arka bunda, tapi Arka bingung harus gimana. Rasanya berat banget, Arka gak sanggup. Arka gak bisa selesain hidup Arka dengan maksa ke tuhan. Tapi bunda, boleh gak tolong bilangin ke tuhan buat ambil Arka sekarang juga, Arka gak masalah kalaupun harus pulang dengan cara yang sama kayak bunda, mungkin bisa bikin Arka ngerasa lebih baik karena pulangnya bunda juga gara-gara Arka, biarin Arka pulang ya, bun?Arka mau bahagia, mau bertahan, tapi kadang rasanya sesusah ini, Bunda. Semua yang Arka rasa bikin Arka sakit, tapi Arka gak tau gimana cara sembuhinnya, Arka gak tau gimana caranya, isi kepala Arka penuh, tapi Arka gak tau gimana caranya. Tolong Arka.
Pernah dengan sangat Arka meminta agar waktunya di dunia selesai hari itu juga, namun jauh dari itu, tuhan mempunyai rencana yang baik. Maka sekarang Arka bersyukur dengan sangat sebab tuhan tak mengabulkan doanya saat itu, karena sekarang Arka bisa menemukan bahagia yang teramat sangat, bahagia yang belum pernah ia jumpa sebelumnya. Namun jika kesempatan hidupnya selesai saat ini juga, Arka tidak akan mengeluh, sebab tugasnya sudah ia selesaikan, ia sudah bisa memberi afeksi pada seluruh Nawasena sesuai permintaan bunda, dan ia sudah mendapatakannya juga.
Namun yang pasti, saat ini, Arka hanya ingin bersama Nawasena selama apapun yang ia bisa, ia ingin melihat gelak tawa Nawesena dengan ia didalamnya. Meski mungkin Arka belum bisa memberikan afeksinya pada Rezvan sebanyak pada Nawasena lain, namun ia akan terus mengirimi pesan pada Rezvan selagi ia mampu.
«☼☼«
Arka selamat berbahagia, terima kasih sudah bertahan hingga hari ini, kamu akan selalu hebat dengan juangmu yang bertahan ditengah kesulitan. Selamat menyambut tawa, Arkana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana [COMPLETED]
FanfictionPada malam paling temaram yang pernah seorang anak jumpai adalah kehilangan sepenggal bait kehangatan yang sepatutnya terus membersamai. Seorang anak yang sudah cukup dewasa sebagai pengganti bapak, seorang anak lain yang baru saja memasuki runyamny...