[C3] M5 - Response

4.2K 366 38
                                        

32 missed calls from Gee🤍

Shani merutuk dalam hati melihat banyaknya panggilan yang ia lewatkan. Call terakhir jam 22.02. Sekarang 22.05. Masih bangunlah ya...

"Ge...?"

"Kondisi kamu gimana?" cecar Gracia segera setelah wajahnya muncul di layar ponsel Shani. Matanya merah penuh air mata. "Kenapa sih nggak cerita? Nggak percaya kamu sama aku? Nggak bisa ya aku dijadiin temen diskusi? Maaf ya, Ci... Maaf, emang aku masih kayak bocah. Maaf nggak bisa diandalin begini..." Suara Gracia begitu parau dan lirih.

"Ge..." Shani bingung harus memberi respons apa. Bukan ini yang ia pikirkan akan terjadi.

"Emang aku judgmental banget, padahal kamu lagi kesusahan. Nggak peka banget aku." Gracia mencemooh dirinya sambil menelungkupkan wajah pada tangannya. Tangisnya yang kembali pecah begitu memilukan bagi Shani. Bukan, sama sekali bukan ini yang Shani kira akan terjadi.

"Ge," panggil Shani lagi karena sedari tadi belum berkesempatan bicara. Ia dibuat begitu kebingungan karena perilaku Gracia. "Ge, liat aku."

Gracia masih menutupi wajahnya dengan tangan, tangisnya bertambah parah.

"Ge, aku bilang liat aku." Terdapat sedikit ketegasan dalam ucapan Shani, tidak sampai hati terus melihat Gracia menangis seperti ini.

Butuh beberapa waktu hingga Gracia menyingkirkan tangannya dan menampakkan wajahnya ke kamera.

"Lihat aku, Gracia," pinta Shani lagi karena Gracia melayangkan pandangannya ke arah lain, menghindari tatapan Shani. Akhirnya Gracia pun mengarahkan pandangan ke kamera. "Kenapa kamu nangis?"

Masih sesenggukan, Gracia berkata, "Aku udah denger ceritanya dari anak gen sepuluh."

Shani menggeleng, menolak jawaban Gracia. "Aku tanyanya, kenapa kamu nangis? Hm?"

"Karena saat kamu nahan pedih sendiri, aku malah bikin kamu tambah sakit. Tanpa tau yang kamu alamin, aku malah sok-sok kritik kamu. Aku nggak bisa jadi orang kamu andalin padahal kamu lagi butuh bantuan..." Tangis Gracia kembali pecah, lebih keras dan memilukan daripada sebelumnya.

Shani... benar-benar tidak suka situasi ini.

"Ge..." Panggilan Shani melembut. Ia memberi jeda agar Gracia berhenti terisak. "Dengerin aku, ya? Aku minta maaf."

Tangis Gracia sontak mereda, membuat suasana menjadi hening. Ia mengerutkan dahi saat rasa bersalahnya berubah menjadi kebingungan.

"Maaf tadi aku nggak cerita ke kamu. Aku nggak mau ganggu fokus kamu untuk syuting. Maaf tadi aku terlalu emosional sampai keluarin kata-kata kasar dan bilang kritikan kamu nggak berdasar." Shani menggeleng tegas. "Itu nggak bener. Aku bersyukur banget punya kamu yang bersedia ingetin aku pas aku salah. Memang aku salah. Bahkan member lain juga bilang hal yang sama: keliatan banget aku nggak niat."

Rasa bersalah kini ganti menyesakkan Shani saat ia kembali menyadari perbuatannya yang sama sekali tidak profesional. Ia menarik napas yang seketika menjadi berat. Biarkan ia menyelesaikan perkaranya dengan Gracia dulu.

"Aku nggak mikir bahwa para staff dan tim kreatif bisa aja merasa nggak dihargai. Aku cuma mikirin diri aku tadi, ngebiarin rasa sedih ngambil alih aku. Maaf ya, Sayang, aku bikin kamu sedih karena kata-kataku..." Ekspresi wajah Shani menunjukkan penyesalan dan rasa bersalah yang teramat dalam. Lagi-lagi dalam hati ia merutuki diri saat mengingat perbuatannya yang semena-mena pada orang yang begitu baik padanya. "Ke depannya, please, please banget, let me know kalo aku emang salah. Jangan lelah tegur aku kalau aku salah ya. Maaf kalau aku bebal..." Shani menundukkan kepala menyesal.

Love LanguageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang