[C7] M15 - White Lies

2.8K 279 70
                                    

[Now playing: It's You - Ali Gatie]

"Ge, aku mau ngobrol." Shani segera menarik lengan Gracia keluar ruangan GR.

Jika ada penghargaan Member Paling-Bisa-Menahan-Emosi, Shani yakin ia bisa menjadi kandidat terkuat. Bayangkan, ia berhasil menahan geramnya sepanjang GR tadi yang memakan waktu tiga jam. Oh, dan jangan lupakan mood-nya yang sedang awur-awuran macam roller coaster karena semesta begitu mengasihinya dengan mengizinkannya mengalami siklus bulanan tepat di hari ini.

Satu hal yang menahan Shani langsung menumpahkan emosinya adalah ia tidak mau merusak mood siapa pun—terutama dirinya, sebenarnya—saat GR berlangsung. Ia tidak mau membuat latihan mereka tidak maksimal. Ia harus profesional.

"Ngobrol apa, Ci? Nggak mau di dalem aja? Barang-barang aku masih di dalem." Satu tangan Gracia sibuk memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Setelah memastikan tidak ada orang di sekeliling mereka, Shani berbalik menghadap Gracia. "Gimana tadi... apa tuh? Syuting? Live? Lancar?"

"Live, Ci." Gracia tertawa kecil karena lega. Untuk sesaat ia merasa tertipu karena pembawaan Shani yang begitu serius. "Lancar, puji Tuhan. Rame juga tadi."

"Oh ya?"

Gracia mengangguk bangga.

"Sejak kapan Syomi ngeluarin body lotion, Ge? Pemutih kulit? Baru tau aku." Nada bicara Shani seketika begitu menjadi begitu dingin dengan tatapan yang tak kalah tajam.

Senyuman lega Gracia seketika sirna. Air mukanya berubah tak tenang.

"Terus kata kakak staff, sebelum kamu ambil tawarannya, kamu diskusi sama aku. Terus aku ada bilang nggak bisa. Kapan kita diskusi, Ge? Kamu diskusi dalam mimpi?"

Gelagat gelisah Gracia meningkatkan kekesalan Shani. Bukan itu yang ia mau sekarang. Ia butuh penjelasan. "Ge, liat aku." Shani sebal karena sedari tadi mata Gracia berkelana menghindari tatapannya. Shani menangkup kedua pipi Gracia, sedikit tegas, dan memaksanya menatapnya. "Aku lagi ngomong, Ge."

Tatapan Shani begitu menusuk, sebaliknya tatapan Gracia begitu kabur. Pula tak ada tanda-tanda Gracia akan berucap sepatah kata pun.

"Aku nggak masalah kamu ambil job itu. Banyak kerjaan di sini, nggak perlu rebutan. Yang jadi masalah, kenapa nggak diskusi dulu? Kenapa harus bohong, Ge? Kamu tau aku paling nggak suka dibohongin," ucap Shani tegas dan dalam. Ia memejamkan mata sejenak, sekuat tenaga berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.

"Oh." Shani menjentikkan jarinya seakan mendapat pencerahan. "Apa karena ini brand skincare? Pemutih. Semau itu kamu pamerin ke semua orang perjuangan kamu buat glow up dari... apa kamu sebutnya? Oh, teh celup! Dari teh celup jadi kayak sekarang?" Shani tertawa sarkas.

"Ge," Shani memegang kedua bahu Gracia. "Kamu pikir cuma kamu yang berjuang untuk punya penampilan fisik yang lebih baik di sini? Enggak. Semua member, Ge. Semua member! Jangan kamu pikir kamu doang yang terbebani dengan semua tuntutan yang dikasih ke kita sebagai idol." Napas Shani memburu, emosinya memuncak. Perpaduan rasa kesal dan gejolak hormonnya yang tidak stabil saling melengkapi untuk membuatnya kacau. Rasanya sebentar lagi ia akan meledak.

Meskipun demikian, Shani tetap mempertahankan posisinya. Ia masih menatap Gracia lekat, memberikan kesempatan kepada Gracia untuk berbicara.

Bantah aku, Ge. Lawan aku, rapal Shani dalam hati.

Namun, Gracia benar-benar bungkam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Tak ada penyangkalan. Tak ada pembelaan. Dan hal itu sangat menyakitkan untuk Shani karena jauh dalam lubuk hatinya, ia berharap bahwa ini hanyalah kekeliruan belaka. Miskomunikasi atau apalah yang membuatnya dan Gracia terlibat salah paham. Namun, tampaknya bukan. Memang Gracia berbohong padanya.

Love LanguageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang