[Now playing: High Hopes - Panic! At The Disco]
"Hai, Ci. Cepet banget datengnya?" sapa Jinan begitu mendapati Gracia sudah bertengger di kursi ruang tengah.
"Eh, Inang. Iya nih, adek aku ada kegiatan soalnya, jadi harus ngikutin jadwal dia," jawab Gracia.
Hari ini merupakan hari kedua mereka kembali berlatih koreografi untuk single terbaru mereka. Hari kedua berbagai perasaan takut dan ragu berlomba memenuhi hati dan pikiran Gracia. Namun, apa pun itu, ia harus menjalaninya.
Jalanin aja, ntar juga kelar. Begitulah prinsipnya kira-kira. Bukan pertama kali ia merasakan ketakutan semacam ini, tapi pada akhirnya ia selalu bisa melewatinya. Oleh karena itu, ia meyakinkan dirinya bahwa tantangan kali ini pun akan dapat ia lalui.
Walaupun praktiknya tak semudah teorinya.
"Waduh, waduhhh! Silau banget nih, ada apaan sih?" ucap Gracia heboh sambil menutupi matanya, seakan ada sinar yang begitu menyilaukan muncul, saat dua member lain masuk. "Oh, ternyata ada center baru kita. Berkilau banget, xixixi." Gracia tertawa sambil berlagak centil menutupi mulutnya dengan kedua tangan.
"Apaan sih, Ciiii," ucap Zee malu-malu karena candaan Gracia. "Bukan karena aku tau, Ci. Nih," Zee menunjuk Marsha yang berada di belakangnya. "Aku bawa Cahaya Asia soalnya, makanya silau, xixixi." Zee menirukan gerakan Gracia, menutupi mulutnya dengan kedua tangan.
Marsha yang tak begitu connect dengan candaan keduanya pun hanya tersenyum bingung.
"Sini, sini, Sha. Sama aku aja," ucap Jinan saat menyadari kebingungan Marsha. Memang keduanya entah bagaimana menjadi cukup dekat sejak latihan kemarin. Tak ada yang menyangka juga Jinan, sang K-poper, bisa nyambung dengan Marsha, sang wibu.
Mungkin memang benar, dua kutub berlawanan akan tarik-menarik.
Candaan mereka terhenti sejenak saat Shani masuk ke ruangan, padahal tak ada yang menginstruksikan mereka untuk diam. Hanya, entah mengapa, semua insan di ruangan itu merasa tensi yang begitu tinggi hingga bulu kuduk mereka meremang.
Gracia yang menyadari betul penyebab kejadian janggal itu pun mencoba peruntungannya sekali lagi; sekadar mengonfirmasi keresahan hatinya sejak kemarin.
"Hai, Ci," sapa Gracia mencoba riang.
"Hai," balasnya singkat pada Gracia. "Halo, semua." Senyumnya mengembang lebar saat menyapa member lain.
Gracia mencoba tak menghiraukan perlakuan berbeda yang Shani berikan pada dirinya dan member lain. Tak kentara memang jika bukan kamu sendiri yang mengalaminya. Lemot-lemot begini, kepekaan Gracia akan hal yang menyangkut dirinya cukup tinggi. Memang kadang menjadi hal buruk juga karena malah menjadi beban pikiran saat ada orang yang memperlakukannya dengan tidak baik. Dulu, ia sering kali mempertanyakan apakah ada kesalahan yang ia buat hingga pantas diperlakukan demikian?
Cukup lama ia berhasil mendapat jawaban bahwa perlakuan orang lain terhadap dirinya sama sekali bukan tanggung jawabnya.
Sebaik apa pun dirinya, orang lain bisa tetap memperlakukannya buruk. Maka dari itu, kewajibannya hanyalah untuk berbuat baik pada orang lain. Perilaku orang lain padanya—baik ataupun buruk—sama sekali bukan urusannya.
Terkesan apatis? Mungkin. Namun, itulah salah satu pelajaran yang Gracia dapat dalam 22 tahun hidupnya. Itu membuat hidupmu lebih tenang dan sedikit lebih mudah dijalani. Percayalah.
"Ci, temenin ke atas bentar yuk? Ada yang mau aku ambil," ucap Gracia. Sebenarnya tak ada yang ingin ia ambil. Ia hanya berkata asal untuk memancing respons Shani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Language
ChickLitSebuah cerita mengenai dua manusia dewasa yang saling mendukung untuk bertumbuh seiring pertambahan usia. Bertahun-tahun mengeksplor dunia yang sama, mendekam dalam bubble yang sama, dan mendapat banyak tuntutan yang sama mengenai cara menjalani hid...