Event Off-air Pertama Generasi 10 JKT48
"La, itu kakaknya kok tatapannya sendu banget, ya? Padahal lagi acara hepi-hepi gini."
Pertanyaan Callie yang tak sengaja Indira dengar membuatnya melempar pandang ke arah para fans, mencari orang yang dimaksud temannya. Seorang perempuan muda—mungkin seumur anak kuliahan—berdiri kaku di antara barisan fans yang hendak mengantar mereka pulang. Barisan panjang berjejer hingga ke bis mereka. Keterbatasan ruang membuat jarak para member dengan fans begitu dekat, sangat rentan dan berbahaya jika ada fans yang berniat macam-macam. Belum lagi tim keamanan yang begitu terbatas karena ini hanyalah acara pentas seni SMA, sehingga tidak bisa semua member berada dalam jangkauan pengamanan mereka.
Itulah yang membuat Ella terkesiap saat sebuah tangan tiba-tiba menahan keras lengannya hingga pegangannya pada Callie yang berada di depannya terlepas. Bingung harus memberikan reaksi seperti apa, Ella hanya terdiam di tempatnya. Para petugas keamanan berada di depan sana, tak melihat kejadian itu dan terus berjalan menuju bis mereka. Hiruk-pikuk para fans pun membuat Callie tak menyadari pegangan Ella yang terlepas, sehingga meninggalkannya dan Indira yang berada di baris paling belakang.
Indira yang sama terkejutnya pun turut terdiam di tempatnya. Jika tak ada embel-embel JKT48 di belakang nama mereka, dengan mudah Ella akan menghempaskan genggaman kurang ajar itu. Sayangnya ia tak bisa.
Ella mencoba melihat sosok tak sopan itu. Ia tersenyum canggung saat mengetahui bahwa si Kakak Sendu yang mencengkram tangannya. Sesaat ia tertegun. Tak pernah ia melihat tatapan yang begitu kosong dan hampa pada seseorang. Tak pernah sesendu itu. Se-tanpa-harapan itu.
"Hai, Ella," ucap si Kakak Sendu dengan suara serak. Tak ada senyum terukir. Hanya ekspresi yang sama sekali datar yang ditampilkan. "Boleh foto bareng nggak? Habis ini aku udah nggak ada lagi kok. Aku mau bikin kenangan yang indah sebelum mati. Aku mau buktiin hidupku nggak semenyedihkan itu."
Ella sedikit meringis saat cengkraman si Kakak Sendu menguat pada lengannya hingga ia merasa nyeri pada kulitnya. "Aku layak kan bahagia kayak orang-orang?" tanyanya sambil menatap Ella. "Nggak mungkin kan hidup orang bisa sesial ini? Hari ini aku ketemu kamu pasti buat dapet kebahagiaan yang emang layak aku dapetin. Biar aku bisa mati dengan tenang."
Ella bergidik ngeri mendengar penuturan perempuan itu. Keringat dingin seketika mengalir pada pelipis Ella.
Mati? Menyedihkan? Bahagia? Sial?
Ketakutan begitu menguasai Ella hingga ia tak mampu merespons apa pun. Ella ingin berteriak dan melepaskan diri, tetapi sekujur tubuhnya membeku. Seluruh tubuhnya sama sekali kaku. Sekali itu ia merasakan ketakutan yang sangat besar. Tak pernah selama 16 tahun hidupnya ia merasa tak dapat mengendalikan tubuhnya begini. Ketakutan akan hal buruk yang akan dilakukan perempuan di depannya membuat tubuh Ella mulai gemetar. Ia takut perempuan itu akan melakukan hal jahat padanya, lebih takut lagi saat mendengar perkataan tak wajar yang keluar dari mulutnya.
Bayangan akan dirinya menentukan hidup-mati seseorang membuatnya terpaku di tempat.
Indira yang lebih dahulu tersadar pun segera melihat ke sekeliling untuk mencari pertolongan. "Kak! KAK RUDI!" panggilnya pada seorang staff yang berdiri tak jauh dari barisannya. Staff bernama Rudi itu pun segera menghampiri Indira.
"Itu, Kak..." Indira menunjuk Ella yang tak bergeming, sementara si Kakak Sendu masih menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi. Rudi yang melihatnya pun bergegas melepaskan cengkeraman itu. Jejak jari sang perempuan tampak nyata pada kulit Ella yang memerah.
"Ada perlu apa ya, Kak?" tanya Rudi sambil membawa Ella untuk berdiri di belakangnya, melindunginya.
"Saya mau foto sama Ella, Mas. Satu kali aja. Habis ini saya udah nggak ada lagi kok."
![](https://img.wattpad.com/cover/300379864-288-k786789.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Language
ChickLitSebuah cerita mengenai dua manusia dewasa yang saling mendukung untuk bertumbuh seiring pertambahan usia. Bertahun-tahun mengeksplor dunia yang sama, mendekam dalam bubble yang sama, dan mendapat banyak tuntutan yang sama mengenai cara menjalani hid...