Happy Reading
❤
❤
❤
___________________Berlin, Jerman.
"Mommy!" teriak seorang gadis kecil dengan rambut kuncir kuda, berjalan menggunakan tongkatnya mencari sang mommy ke dalam rumahnya.
"Mommy di dapur, Sayang," ujar sang mommy, wanita berusia dua puluh enam tahun itu menghentikan aktivitasnya memotong sayuran, lalu mengampiri putri tunggalnya.
"Bagaimana sekolah Mara hari ini?" tanya mommy gadis kecil itu, lalu menuntun putrinya duduk di atas sofa.
Dengan bangga bocah berusia tujuh tahun itu menceritakan kegiatannya di sekolah hari ini, "Tadi ada guru baru di sekolah Mara, dia baik banget. Namanya Miss Alice, Miss juga bilang kalo Mara anak yang pintar."
"Anak Mommy 'kan emang yang paling pintar." Wanita dengan rambut sebahu itu lalu mencium pipi putrinya.
"Ngomong-ngomong uncle Dimas mana?"
"Aku disini," suara barinton seorang laki-laki dewasa membuat mommy Mara menoleh pada sumber suara.
"Ada apa nanyain, aku? Kangen ya?" ujar pria berbadan tinggi dengan kulit putih hidung mancung. Pria yang bernama Dimas itu duduk di samping Mara dan mommy_nya.
"Dihh, ge-er. Tapi terimakasih, kamu sudah mau menjemput Mara di sekolah."
"Nyantai aja kali, Tas. Kaya sama siapa aja."
"Sekali lagi aku ucapin terimakasih, Dim. Karena kamu udah meluangkan waktu untuk Mara."
"Udah berapa kali aku bilang, Mara udah aku anggap putriku sendiri, jadi kamu ga usah sungkan jika butuh bantuan."
"Terimakasih, uncle. Maaf kalo Mara selalu ngerepotin Uncle." Gadis berusia tujuh tahun itu membuka suara.
"Mara itu Princess-nya, Uncle. Jadi Uncle akan selalu ada untuk Mara."
'Terimakasih, Dimas. Kamu sudah memberikan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah putriku dapatkan dari ayah kandungnya' batin Tasya.
Ya wanita yang sedang bersama putrinya tersebut adalah Tasya Daniela Kamil dan anaknya yang kini berusia tujuh tahun. Sewindu sudah Tasya tinggal di Jerman. Sejak kejadian malam itu, Tasya benar-benar pergi dari kehidupan mantan kakak tirinya, apalagi saat mengetahui dirinya tengah hamil anak laki-laki itu. Jerman merupakan negara pilihan Tasya, di negara ini dia juga melanjutkan kuliahnya. Kini putri tunggal David Kamil itu sudah menjadi seorang perancang busana sesuai cita-citanya.
Tamara Falisha Kamil, bayi kecil yang Tasya lahirkan tujuh tahun lalu, kini tumbuh menjadi gadis cantik yang pintar dan periang, meski dia lahir dengan kekurangan. Ya Mara mengalami kebutaan dari lahir. Jangan tanyakan perasaan Tasya waktu itu saat dokter memvonis putri kecilnya tidak akan bisa melihat seperti anak-anak yang lain pada umumnya. Tasya merasa sangat bersalah pada putrinya karena pada masa kehamilan Mara, wanita itu mengalami infeksi dan mengakibatkan bayinya mengalami kebutaan bawaan atau blindness congenital.
Dokter mengatakan kalau Mara masih bisa di sembuhkan dengan donor mata, tapi nanti, saat usia Mara sudah dewasa mereka baru bisa melakukan operasi pada mata putri Tasya dan Abi junior itu.
*******
"Aku pulang dulu ya, nanti malam aku jemput kalian. Dandan yang cantik Princess, Uncle," ujar Dimas. Pria itu adalah anak dari orang kepercayaan David. Dia yang selama ini menemani Tasya di Jerman, dan menjadi sosok ayah untuk Mara.
"Iya. Kamu hati-hati di jalan."
"Sampai jumpa nanti malam."
Setelah kepergian laki-laki bernama lengkap Dimas Angga Sucipto itu, Tasya melanjutkan acara masaknya. " Mommy mau lanjutin masaknya dulu, kamu mau di sini atau ke kamar?"
"Mara mau ke kamar, Mom."
"Ya udah. Jalannya pelan-pelan aja."
"Oke, Mom."
Sejak kecil Mara sudah terbiasa hidup mandiri dengan segala kekurangannya, dia belajar untuk tidak selalu bergantung pada orang lain. Di rumah ini semua barang-barang mewah di tata dengan rapi agar tidak ada yang jatuh jika Mara tak sengaja menyentuhnya. Tasya mempekerjakan dua orang asisten untuk membantunya mengurus rumah saat ia pergi bekerja.
Saat ini Mara terdaftar di salah satu Sekolah Luar Biasa ( SLB) yang ada di kota Berlin, gadis yang memiliki wajah perpaduan kedua orang tuanya itu termasuk anak yang cerdas, di usianya yang baru menginjak tujuh tahun. Mara sudah bisa membaca dan memainkan beberapa alat musik, seperti piano dan guitar.
Drrrtt .... Drrrtt
Suara dan getar smartphone Tasya mengalihkan perhatian ibu satu anak itu, ada panggilan masuk dari tanah air.
"Hallo, Tasya, bagaimana keadaanmu?" ujar seseorang dari seberang sana.
"Alhamdulillah, aku baik, Om. Mara juga sehat," ujar Tasya. Lalu menyuruh asistennya melanjutkan memasak.
"Jadi, bagaimana keputusanmu? Kapan kembali ke Indonesia?"
Tasya menghela nafas, memejamkan mata, dia belum siap kembali ke tanah kelahirannya, tapi keadaan yang mengharuskannya kembali. Ada perusahaan sang ayah yang harus dia jaga, karena Rajab Sucipto, orang kepercayaan sang ayah yang selama ini mengurus perusahaan David, sudah sakit-sakitan membuatnya tidak dapat mengelola perusahaan seperti dulu.
"Bulan depan aku akan pulang, Om. Sekarang aku harus mengurus surat-surat kepindahan Mara, juga beberapa pekrjaan di butik yang harus aku selesaikan."
"Baiklah, Nak. Biar Dimas yang membantu kamu. Om senang akhirnya kamu mau pulang, perusahaan pak David membutuhkan kamu."
"Iya, Om. Om jaga kesehatan, jangan terlalu banyak pikiran,"
"Itu pasti, Om tutup dulu teleponnya, ya. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Ya dengan terpaksa Tasya mengambil keputusan ini, kembali ke Indonesia dimana kemungkinan besar dia akan bertemu dengan ayah biologis Mara. Sedikit yang wanita itu tahu, saat ini Rafa sudah menjadi dokter di Jakarta.
"Semoga ini awal yang baik," monolog Tasya.
Bersambung,
Di lanjut nanti ya :))))
Jangan lupa vote dan komen
Semoga suka dengan cerita baruku.
Sabtu, 18 Feb 2022
THB
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Stepbrother
Short StorySquel dari Bunga Malam Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf apabila terdapat persamaan nama tokoh, tempat, dan lainnya dalam cerita, semua terjadi tanpa ada unsur kesengajaan. Cinta telah membuat seorang gadis bernama Tasya Daniela Kamil but...