Chapter 14

1.8K 248 13
                                    

Hari ini Mara sudah diperbolehkan pulang ke rumah, tapi gadis kecil itu masih harus beristirahat di rumahnya untuk beberapa hari kedepan. Sejak tadi pagi Mara sudah tidak sabar untuk pulang, hanya saja saat ini dia terlihat gusar karena seseorang yang berjanji akan  menemuinya sebelum keluar dari rumah sakit belum tampak batang hidungnya.

Oh, ya, soal Mara yang sebenarnya sudah bertemu dengan ayah biologisnya secara tidak sengaja, mungkin untuk sekarang Tasya memutuskan untuk tidak memberitahu Mara maupun Rafa jika mereka adalah ayah dan anak. Alasan pertama  karena Tasya takut Rafa tidak mau mengakui anaknya, mengingat perkataan laki-laki itu sebelum mereka berpisah, alasan kedua karena ayah kandung Mara itu akan segera menikah beberapa bulan lagi, Tasya hanya takut jika Rafa mengetahui kalau Mara anaknya akan berakibat pada hubungan Rafa dan Cantika.  Dan Tasya tidak mau disalahkan. Intinya ibu satu anak itu tidak ingin terjadi hal buruk pada putrinya. Untuk sementara waktu, biarkan Rafa tidak tahu kalau Mara adalah putrinya.

"Bu Ani, bukankah Bu Ani punya nomor dokter Rafa? Bolehkan Mara menghubunginya sebelum kita pulang?" ujar Mara. Tasya dan asistennya itu sedang merapikan barang-barang Mara agar tidak ada yang tertinggal.

Tasya menghela nafas, ia memang tidak akan melarang Mara bertemu dengan Rafa, awalnya dia akan pergi jika Rafa datang menemui putri mereka, biarlah dia yang akan mengalah.

"Sayang, mungkin dokter Rafa sedang sibuk, makanya dia tidak jadi datang. Kamu tau 'kan, pekerjaan jadi dokter itu bagaimana?" Tasya datang menghampiri Mara yang sedang duduk di sofa panjang yang ada ruangan itu.

"Mara kesal sama dokter Rafa. Dia kaya Daddy yang selalu sibuk. Mara masuk rumah sakit aja, dia ga datang jengukin Mara,"   bocah kecil itu mengungkapkan isi hatinya.

'Maafin Mommy, Nak. Mommy belum bisa jujur sama Mara kalau dokter Rafa itu Daddy-nya Mara,' batin Tasya.

"Ayo kita pulang, Mom. Mommy benar, mungkin dokter Rafa memang sibuk," ujar Mara. "Tapi nanti boleh 'kan, kalau Mara menghubungi dokter Rafa?"

"Boleh. Kenapa Mara ingin bertemu dengan dokter Rafa lagi?" tanya Tasya was was.

"Ga tau. Mara ingin aja ketemu dokter Rafa lagi, Mara merasa nyaman kalo dekat dengan dia."

Apakah ini yang dinamakan ikatan batin, Mara merasa nyaman berada di samping ayahnya?

"Selamat siang semuanya," ujar seseorang datang dari luar mengalihakan perhatian ibu dan anak tersebut. Wajah mungil yang tadinya sempat murung terlihat bahagia mendengar suara yang tak asing baginya.

"Hello, Princess, how are you?" Orang itu mendekati Tasya dan Mara.

"Om Dimas?!" seru Mara. "Om kapan datang?" Mara mengangkat kedua tangannya ingin memeluk Dimas.

"Tadi malam, maaf, ya, Om baru datang sekarang. Apa kabar?" Dimas langsung mengangkat tubuh mungil gadis kecil itu.

"Mara sudah sehat. Om mau jemput Mara, kan?"

"Iya, Om akan antar kalian pulang."

Mara langsung memeluk leher Dimas, menyandarkan kepalanya pada bahu kokoh laki-laki itu. Tasya bernafas lega, setidaknya kehadiran Dimas mengalihkan pikiran Mara pada Rafa. Dia sangat bersyukur Dimas datang tepat waktu.

Sementara itu, tanpa mereka bertiga sadari, seorang pria berdiri memperhatikan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Awalnya ia ingin masuk ke dalam ruangan Mara untuk menepati janjinya kemarin pada bocah cilik itu. Tadi ada pasien yang sangat membutuhkan bantuannya sehingga dia telat menemui Mara.
Melihat Mara berada dalam gendongan pria dewasa, membuatnya berpikir jika pria tersebut ayah kandung Mara, karena gadis itu tampak begitu bahagia dalam dekapan laki-laki yang dia perkirakan seusia dirinya. Dia juga melihat wanita yang sudah pasti ibu kandung Mara, hanya dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah wanita tersebut.

"Sepertinya itu Daddy-nya Mara udah datang, jadi, aku tidak usah menemuinya," ujar Rafa,  kemudian kembali melangkahkan kakinya menjauh dari ruang inap Mara dengan sebuah boneka beruang ditangannya. Dia tidak ingin mengganggu kebahagiaan keluarga kecil tersebut.

Ya, pria itu adalah Rafa. Dia sama sekali tidak lupa jika hari ini Mara akan keluar dari rumah sakit. Hanya saja tadi Rafa ada kerjaan mendadak, ada seorang pasien yang harus segera di operasi.

"Demi anak, pasti orang tua Mara terlihat akur," gumam Rafa. Teringat perkataan asisten Mara kemarin yang mengatakan jika ayah dan ibu Mara sudah berpisah, Rafa jadi berpikir mungkin kedua pasangan itu harus terlihat akur didepan anak mereka.

"Semoga mereka bisa bersama, kasihan Mara. Terlihat kalau anak itu sangat merindukan kasih sayang ayahnya." Doa Rafa tulus, entahlah, mungkin karena Rafa pernah merasakan bagaimana besar tanpa seorang ayah disampingnya membuat dia berharap kedua orang tua Mara mau kembali bersama demi anak mereka.

Bersambung,

Sabtu, 14 Mei 2022
THB

Ex Stepbrother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang