Chapter 6

2K 264 9
                                    

Ganti judul ya, tadinya "My Ex Stepbrother" jadi "Ex Stepbrother"
Ga tau kenapa pengen ganti aja :)

_________


Happy Reading ❤

Kembali kemasa sekarang.

"Welcome to Indonesia."

Pesawat yang ditumpangi Tasya dan putrinya mendarat di bandara Soekarno-Hatta dengan selamat. Setelah mengurus surat-surat dibagian imigrasi, Tasya langsung bersiap-siap menuju rumahnya. Mereka sudah di jemput oleh sopir yang bekerja dengan David dari dulu.

"Apa kabar, Pak Karim," sapa Rasya pada sopirnya.

"Alhamdulillah, baik, Mbak Tasya. Gimana kabar sebaliknya?" Laki-laki paruh baya itu sedikit membungkukkan badannya.

"Aku juga baik. Oh, ya, kenalin ini, Mara putriku." Tasya lalu membawa tangan Mara agar mencium lengan Karim. Meski mereka majikan, Tasya mengajarkan anaknya untuk menghormati yang lebih tua.

Awalnya Karim kaget saat melihat Mara yang mempunyai kekurangan. "Masha Allah, Non Mara, mirip Mbak Tasya waktu kecil, ya?" ujar Karim.

"Benarkah? Kata Mommy, Mara juga mirip Daddy," celetuk Mara.
"Bapak kenal sama Daddy, Mara?"

"Oh, itu, anu ..., saya?" Karim salah tingkah, dia memang tahu Tasya sudah punya anak diluar nikah, hanya tidak tahu siapa ayah dari anak Tasya.

"Pak Karim, bu Ratna masak apa, ya? Aku kangen banget nih, sama masakannya," Tasya mencoba mengalihkan pembicaraan Mara.

"Masak banyak buat kalian, ayo kita pulang."

Selama perjalanan ke rumahnya, Tasya lebih banyak diam, dia hanya sesekali menanggapi pertanyaan Mara. Tadi bocah itu tidur dipesawat, alhasil saat ini dia terlihat begitu ceria.

"Mom, apakah kita akan langsung bertemu, Daddy?" tanya Mara, Taysa menegang, padahal selama ini, putrinya itu jarang menanyakan keberadaan sang ayah, setelah Tasya mengatakan kalau laki-laki yang Mara sebut daddy itu sibuk. "Kata Mommy, daddy di Indonesia, jadi kita bisa ketemu 'kan?"

Tasya membelai surai putrinya, ingin sekali mengatakan kalau itu tidak mungkin, tapi Tasya tidak ingin Mara bersedih. "Kalau daddy ga sibuk, kita ketempat dia. Kalo sekarang daddy Mara lagi sibuk, ga bisa diganggu."

"Mara tau 'kan, bekerja jadi dokter itu ga mudah, banyak orang-orang sakit yang membutuhkan daddy kamu. Jadi, kalau daddy udah ga sibuk, dia pasti akan menemui kita. Kamu ngerti 'kan?"

Bocah berusia tujuh tahun itu mengangguk. Tasya memang tidak pernah menjelekkan Rafa pada putri mereka. Malah dia selalu memuji laki-laki itu didepan Mara. Tasya selalu bilang, kalau Rafa sibuk sebagai dokter karena harus menolong orang sakit. Untungnya gadis bernama lengkap Tamara Falisha Kamil itu mengerti dan ia bangga dengan profesi sang ayah.

Untuk saat ini memang Tasya belum berniat mempertemukan Mara dan ayahnya, ia hanya takut Rafa tidak mau mengakui anaknya, mengingat kata-kata yang pria itu lontarkan dipertemuan terakhir mereka sewindu yang lalu.

Empat puluh menit waktu yang mereka tempuh dari bandara ke rumah mewah David, rumah yang pernah memberikan Tasya kebahagiaan keluarga yang lengkap walau hanya seumur jagung. Ya, rumah yang pernah di tempati David, Bunga dan kedua anak mereka, Abi dan Tasya. Dan pada akhirnya tidak ada yang menempati rumah itu baik Tasya maupun Bunga setelah kepergian David. Selama beberapa tahun ini hanya para asisten yang menempati rumah tersebut, karena mereka memang dibayar untuk itu.

Tasya hanya mengubah beberapa kamar yang ada dirumahnya, sisa ruangan masih seperti dulu saat pertama kali dibangun oleh David. Dia sendiri menempati kamar utama yang ada di lantai dua, sedangkan untuk kamar Mara dilantai dasar. Sebelum pulang memang Tasya menyuruh asisten David menyiapkan kamar untuknya dan sang putri.

*****

Hari ini Tasya akan pergi ke perusahaan Kamil Copr. untuk perkenalan sebagai CEO baru menggantikan posisi ayahnya yang selama ini dipegang oleh orang kepercayaan David.

Saat ini Tasya sudah berada diruang meeting bersama para Direksi, Direktur, Manajer, dan beberapa orang penting lainnya diperusahaan ini. " .... Sekian kata sambutan dari saya, sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas waktu Bapak-bapak dan Ibu-ibu  sekalian. Dan saya mohon bimbingan dan kerjasama kalian semua," ujar Tasya setelah memberi kata sambutan untuk pertama kalinya setelah diangkat menjadi CEO diperusahaan ayahnya.

"Selamat datang Bu Tasya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik," ujar salah satu pegawai.

"Ya, semoga aja Anda seperti pak David. Tapi saya yakin Anda tidak akan seperti beliau, mengingat Anda sama sekali tidak punya pengalaman dibidang ini, iya, 'kan?" cetus seorang Direktur yang sepertinya tidak menyukai Tasya.

"Maksud Anda?" ujar Tasya pada pria berbadan subur tersebut.

"Ya, Nona Tasya ini hanya bocah kemarin sore yang belum tahu dunia bisnis," lanjutnya dengan senyum mengejek.

"Pak Wisnu! Siapa bilang Bu Tasya tidak tahu dunia bisnis? Dia memang baru masuk ke perusahaan kita, bukan berarti Bu Tasya tidak tahu apa-apa soal bisnis," ujar Rajab, orang yang selama ini memegang tanggung jawab di perusahaan David.

"Asal Anda tahu, Bu Tasya mempunyai bisnis butik di Jerman. Dan sudah mempunyai beberapa cabang disana," lanjut Rajab, membuat laki-laki bernama Wisnu itu terdiam.

Tasya menghela nafasnya, sebenarnya dia juga tidak begitu tertarik masuk ke perusahaan, hanya saja karena dia pewaris tunggal, mengharuskan dirinya meneruskan usaha yang telah dibangun oleh kakeknya.

"Saya akui saya memang masih baru disini, belum banyak pengalaman, itu sebabnya saya mohon bimbingan Bapak Ibu sekalian. Meski saya disini sebagai pemegang tertinggi perusahaan, tapi jika salah saya kalian bisa langsung menegur dan memberi solusi, saya akan senang hati menerima masukan dari kalian semua," ujar Tasya tegas, dia tidak ingin dianggap  sebagai wanita lemah yang membuatnya terlihat semakin tidak pantas bergabung diperusahaan sang Daddy.

"Sampai disini perkenalan kita, jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan, kalian bisa menemui saya diruangan. Dan jika ada yang tidak berkenan dengan kehadiran saya di Kamil Copr. Kalian bisa angkat kaki dari perusahaan ini, diluar sana masih banyak orang-orang yang ingin bekerja ditempat ini." Setelah mengatakan itu, Tasya langsung kembali ke ruangannya. Hari pertama masuk kerja yang tidak akan pernah Tasya lupakan. 

"Dasar bocah sombong," batin Wisnu.
Rajab dan Wisnu sebenarnya berteman denga baik sejak dulu, tapi karena David lebih mempercayai Rajab sebagai kaki tangannya, membuat Wisnu selalu iri dengan Rajab.

*****

Setelah jam makan siang, Tasya berpamitan pada sekretarisnya pulang lebih awal karena harus pergi ke sekolah baru Mara.
Saat masih berada di Jerman, Tasya memang sudah mencari banyak informasi tentang sekolah yang akan menjadi tempat menuntut ilmu putrinya, dia ingin Mara mendapatkan pendidikan  terbaik. Akhirnya pilihan ibu satu anak itu jatuh pada Sekolah Luar Biasa yang letaknya tak jauh dari kediaman mereka.

"Baiklah, Bu Tasya, mulai besok putri Anda bisa langsung masuk sekolah," ujar Kepala Sekolah. Tasya sudah berada di sekolah baru Mara. Hampir satu jam ia melihat-lihat keadaan di sekolah ini, dan berbincang-bincang dengan para staff guru.

"Terimakasih, Bu. Kalau begitu saya pamit. Selamat siang."

"Sama-sama, Bu."

*****

Tasya sudah berada di parkiran sekolah, saat seseorang memanggil namanya. "Tasya!" seru orang itu.

Tampak laki-laki tampan berbadan gagah itu berjalan menghampiri Tasya, sedangkan tubuh Tasya menegang melihat pria tersebut. "Kamu Tasya Kamil 'kan?" lanjut pria itu setelah berjarak cukup dekat dengannya.
Ibu satu anak itu mengangguk.

"Apa kabar?" ujarnya, terlihat mata pria tersebut berkaca-kaca.

"Ba-ik," jawab Tasya gugup.

'Kenapa harus bertemu mereka secepat ini,' batin Tasya.

Bersambung,

Sabtu, 26 Maret 2022
THB

Ex Stepbrother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang