1

1.5K 237 20
                                    

Motor yang Oniel kendarai perlahan berhenti di parkiran sekolah. Gadis itu melepas helm, lalu merapihkan rambut yang sedikit berantakan akibat angin. Kemudian berjalan menuju kelasnya.

Suasana sekolah sepertinya tidak ada yang berubah setelah dua hari Oniel tidak masuk. Kecuali poster poster kampanye Ketua OSIS yang sudah dicopot dari mading dan kaca jendela kelas, membuatnya tampak lebih bersih dan lapang. Cukup lebih nyaman dilihat daripada sebelumnya.

Sampai di kelas, Oniel meletakan tas dan duduk di bangku. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, lalu menoleh ke arah Lulu yang sepertinya sedang sibuk menyalin tulisan dari buku cetak ke buku tulisnya.

"Ada PR?" Tanya Oniel.

"Gak ada. Ini rangkuman catetan Bu Kinal, gue belum selesai." Kata Lulu tanpa menoleh, "Lo udah sehat?"

"Ya kalo belum, gue gak bakal masuk sekolah hari ini."

"Masuk akal." Lulu kemudian menutup bukunya dan meletakan pulpen, lalu menoleh ke Oniel, "Lo dicariin Kak Mira. Ngomel mulu tuh anak dari kemaren."

Oniel mengernyit, "Kenapa?"

"Biasalah Kak Mira kalo kita gak lengkap,"

"Dih, biasanya juga sering gue tinggal ke ruang musik,"

"Tau. Gak jelas emang tuh opung opung satu," Lulu mendengus.



*~"~*



"Riel, gue tadi ketemu Bu Melody, katanya lo disuruh siaran siang ini."

Ariel menoleh ketika Amel selesai mengatakan itu, dahinya mengernyit, "Lah, gue kan cuma ngurusin ruang radio anjir, bukannya ngikut siaran."

"Lo ketauan pernah nyiar di radio luar anjir, makanya disuruh." Kata Amel, ia kemudian menepuk bahu Ariel, "Turut prihatin deh buat lo. Semangat ya,"

Ariel menghela nafasnya pasrah. Padahal tadinya ia sudah menyembunyikan bahwa ia seorang penyiar. Hanya Amel sebagai orang terdekatnya yang tau. Tapi entah gurunya itu bisa mendapatkan informasi darimana, Ariel juga heran.

"Gue rasa jadi penyiar radio sekolah waktu makan siang juga gak buruk buruk amat deh, Riel. Emang kenapa sih lo gak mau?"

"Ya males aja, Mel. Gue tuh maunya pas jam makan siang ya makan siang dengan tenang, bukannya ngurusin begituan." Kata Ariel, "Dan lo tau sendiri lah, Eve."

Amel tertawa, "Yaelah Eve doang, biasa juga beranteman kan,"

Ariel mendelik sebal. Amel pasti tau seberapa menyebalkannya Eve ketika bertemu dengan Ariel di sekolah. Tapi yang Amel tidak tau, Eve jauh lebih menyebalkannya ketika di rumah.

Dengan Ariel menjadi penyiar sekolah, akan bertambah lah bahan ledekan Eve untuk menyerang dan membuat Ariel kesal. Dan yang bisa Ariel lakukan untuk membalasnya adalah dengan memukul Eve. Kemudian berakhir dengan perang antar kedua saudara itu.

"Yaudah jadi intinya lo mau atau nggak?" Amel bertanya lagi.

"Ya kalopun gue gak mau, Bu Melody pasti bakal maksa kan?"

"Masuk akal sih. Yaudah semangat ya, semoga banyak yang mau denger,"

Ariel menghela nafas, "Jangan berharap deh Mel,"

Amel kembali tertawa. Kali ini lebih keras, mengundang Ariel untuk ikut tersenyum.




HertzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang