5

1K 182 5
                                    

Oniel berdiri dengan gusar, jari jari tangannya itu terus terusan meremas pinggiran roknya. Menunggu seseorang dengan perasaan seperti ini tentu saja tidak mengenakan bagi siapapun.

Oniel sebenarnya bisa saja menghindar. Ia bisa saja bilang pada Ariel bahwa tidak bisa bertemu karena ada urusan. Tapi kelima temannya itu dengan kurangajarnya menahan dan menyeretnya ke ruang radio begitu bel pulang berbunyi.

"Duh, perut gue mules nih." Kata Oniel, ia lalu berbalik hendak melarikan diri.

Teman temannya yang jelas tau itu hanya alasan, langsung menahannya, "Eits! Mau kemana lo? Gak usah alasan deh. Sugesti lo doang itu mah,"

"Apa perlu gue cariin batu buat nahan mules lo?" Tanya Mira, yang sebenarnya hanya ledekan.

Pada akhirnya Oniel hanya bisa pasrah. Ia tetap berdiri disana, menunggu Ariel datang. Teman temannya ikut menemani, yang sebenarnya sangat tidak Oniel harapkan.

Dari ujung koridor, Ariel muncul. Berjalan dengan cepat ke arah ruang radio. Melihat itu Mira, Lulu, Olla, Flora, dan Adel langsung sumringah. Mereka menepuk bahu Oniel, "Good luck, sistur." Ucap mereka lalu berbalik meninggalkan Oniel.

Ariel berdiri di hadapan Oniel, "Sorry ya lama, tadi gue ada piket dulu." Ucap Ariel.

"Iya, gakpapa." Jawab Oniel, berusaha menekan gugupnya sendiri.

"Ngobrol di dalem aja. Agak panjang soalnya." Ariel membuka pintu ruang radio, mengajak Oniel untuk masuk.

Oniel hanya menurut. Ia mengikuti langkah Ariel dari belakang. Begitu Ariel duduk di kursi siaran, Oniel duduk di sebelahnya.

"Sebelumnya, maaf banget nih gue ganggu waktu lo." Ariel membuka suaranya, "Tapi ini penting."

Mendengar itu, Oniel jadi penasaran sendiri. Hal sepenting apa yang membuat Ariel harus memanggil Oniel kesini? Ia berharap ini bukan tentang minuman tadi siang.

Ariel mengeluarkan selembar kertas, yang ternyata adalah poster lomba yang sama dengan yang ditunjukkan Bu Melody, "Ini dari Bu Melody. Gue salah satu yang ditugasin buat nyari kandidat buat lomba ini."

Oniel masih menyimak, "Trus kenapa?"

"Gue mau rekomendasiin lo ke Bu Melody."

Perkataan Ariel barusan membuat Oniel mengernyitkan alisnya, "Ha?"

Respon Oniel membuat Ariel berdecak, "Lo tuh yang biasa ada di ruang musik kan? Gue pernah denger suara lo waktu lagi ngegitar disana. Gue juga udah denger suara lo secara langsung waktu di acaranya Erika."

Wajah Oniel bersemu merah, menahan malu karena ia pikir suaranya tidak akan sampai didengar oleh siapapun. Nyatanya salah. Sekarang dalam hatinya ia merutuki kebodohannya sendiri.

"Gue yang bakal dampingin lo selama latihan dan lomba. Sebagai penanggung jawab. Gimana? Lo mau?"





*~"~*





Setelah percakapan tadi siang di ruang radio, sepertinya Oniel benar benar memikirkan apa yang Ariel katakan padanya. Sejak pulang sekolah tadi, ia terus terusan melamun, memikirkan banyak kemungkinan.

Menerima tawaran untuk lomba itu memang bukan pilihan yang buruk, apalagi musik adalah salah satu hobinya. Tapi sepertinya ia juga tidak cukup percaya diri dengan kemampuannya.

Apalagi tadi Ariel mengatakan bahwa ia sendiri lah yang akan bertanggung jawab atas Oniel selama latihan dan lomba. Oniel membayangkan betapa canggung keduanya setelah kejadian teman temannya memberi minuman pada Ariel atas nama Oniel. Memalukan.

HertzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang