19

598 126 7
                                    

"Oniel!"

Kepala Oniel menoleh saat telinganya menangkap suara itu. Ia dapat melihat Ariel berjalan cepat ke arahnya.

Tangan Mira yang sedari tadi berada di bahu Oniel bergerak menutupi mata Oniel agar mengalihkan pandangannya, "Jalan aja."

Baru saja akan menuruti apa yang Mira katakan padanya, tangan Oniel ditahan oleh Ariel. Membuat langkah Oniel berhenti disana. Otomatis Mira juga berhenti.

"Lo tuh gue panggilin juga, bukannya nyaut atau apa, malah nyelonong aja kayak gak ada dosa." Omel Ariel menarik narik tangan Oniel.

Oniel menghela nafasnya samar, perlahan menoleh ke Ariel, "Apa?" Tanya Oniel.

Ariel melepaskan tangan Oniel, "Lo kenapa semalem cuma baca pesan gue? Kenapa gak dibales?"

Jujur saja Oniel tidak tau harus menjawab apa. Kepala Oniel menoleh ke Mira, yang ternyata sudah hilang entah kemana. Oniel menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan gadis itu. Ia ditinggalkan begitu saja bersama Ariel. Membuat Oniel mendengus samar.

Ariel menyadari itu, ia mengernyit, "Kenapa lo?"

"Kak Mira tadi mana? Kok hilang?" Oniel kembali menoleh ke kanan dan kirinya, mencari keberadaan Mira.

"Perasaan tadi udah pergi dari gue nahan lo," Kata Ariel.

Oniel beralih ke Ariel lagi, "Ha? Emang iya? Kok gue gak sadar?"

"Iya." Ariel yang kemudian tersadar sesuatu menggeleng cepat, "Ah, lo kok malah ngalihin topik sih? Jawab dulu pertanyaan gue."

"Pertanyaan yang mana?" Oniel balik bertanya, memasang wajah seolah bingung.

Ariel berdecak, "Itu yang tadi. Lo kenapa gak bales pesan gue? Kenapa cuma dibaca?"

Oniel memutar otaknya dua kali lebih cepat, berusaha menjawab dengan spontan, "Gue ketiduran." Jawabnya.

Ariel mengernyit. Jawaban yang sebenarnya masuk akal, mengingat ia mengirim chat pada Oniel di jam hampir tengah malam. Namun tetap saja, ia merasa sedikit janggal. Tapi Ariel berusaha untuk tidak memikirkan itu.

"Udah kan?" Tanya Oniel, melepaskan tangannya dari tangan Ariel yang masih menahannya, "Gue mau ke kelas."

Gadis bergigi kelinci itu lalu meninggalkan Ariel yang masih berdiri diam. Sampai tiba tiba seseorang merangkul pundaknya, membuatnya terkejut dan menoleh.

Ariel menghela nafas lega, "Mel, ngagetin lo anjir. Gue kira siapa,"

"Yee, emang lo ngira siapa? Siapa juga yang mau rangkul pundak lo sembarangan? Lo kan galak," Balas Amel.

Ariel berdecak, menatap Amel sinis, "Gue tabok lo ya,"

Amel tertawa, nampak tak peduli dengan tatapan sinis Ariel dan berbagai gumaman serta umpatannya itu. Dengan santai Amel justru mempererat rangkulannya, kemudian menarik gadis yang lebih pendek darinya itu untuk pergi ke kelas.

"Mel, lepas gak?! Gue bukan kambing! Lepas!" Ariel berusaha memberontak. Beberapa murid yang lewat nampak melihat ke arah mereka berdua.

Amel masih dengan tawanya melepaskan Ariel, "Lucu banget lo."

Ariel berdecak, merapihkan seragamnya yang sedikit kusut. Lalu beranjak pergi meninggalkan Amel, yang kemudian menyusulnya.

"Lo kenapa tadi?" Tanya Amel, mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ariel di tangga.

"Apanya yang kenapa?" Tanya Ariel balik.

"Itu tadi. Malah diem di koridor."

"Oh itu. Tadi gue abis ketemu si Oniel, nanyain kenapa dia semalem pesan gue gak dibales, cuma dibaca. Dia jawab ketiduran, abis tuh anaknya pergi. Aneh banget." Ariel, kemudian teringat sesuatu, "Oh iya, Erika juga tuh semalem gitu. Pesannya belum gue baca malah dihapus duluan. Abis itu bilang gakpapa."

HertzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang