Diwaktu yang seharusnya Mentari menyibukkan dirinya dengan ujian yang akan dihadapi di hari selanjutnya, semalaman Mentari malah tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana kehidupannya setelah ini? Dia masih semester lima dan sekarang malah sudah menikah. Mana pernikahannya dijalankan saat dia tidak berada di tempat, dia juga tidak dimintai pendapat untuk itu, ketika acara selesai kemarin sampai pagi ini mama dan papanya tidak ada yang bisa dihubungi termasuk Bulan, adiknya juga tidak bisa dihubungi. Mentari bangun di pagi hari smbil gamang, tidak tahu juga kenapa dia begitu. Sejak semalam dia susah tidur, pagi ini terbangun dengan kondisi yang lumayan agak sedikit kurang segar.
Mentari memijat pelipisnya, dia menoleh dan Luna masih tidur. Dia kemudian mengguncang tubuh Luna.
"Lun, bangun sekolah." Karena memang Mentari yang meminta tolong agar Luna menemaninya, maka dia bertanggung jawab memastikan kalau tetangganya itu tetap berangkat ke sekolah.
"Hmm." Luna hanya bergumam.
"Ayo bangun sekolah!" Mentari lebih kuat mengguncang tubuh bocah SMP itu, nanti mamanya marah kalau sampai Luna tidak berangkat ke sekolah.
Luna akhirnya membuka mata, mereka tidak berbicara sejak Mentari resmi menjadi istri orang. Bukan karena Luna bersalah atas kejadian itu, tapi memang Mentari seperti linglung, sulit diajak berkomunikasi dengan baik.
"Tadi malam Kakak nikah ya?" Luna malah mengingatkan itu sepagi ini.
Mentari kembali menatap ke depan dengan pandangan kosong, dia tidak menampik karena itu benar, tadi malam mereka menyaksikan papa Mentari menjabat tangan seorang pria dan menikahkan Mentari.
"Ganteng tau Kak, suami Kakak." Luna masih berceloteh.
Sialnya Mentari lupa wajah laki-laki yang dinikahkan dengannya. Dia terlalu shock mendengar namanya disebut, sampai tidak bisa berpikir jernih, juga tidak bisa fokus dengan laki-laki itu. Kini dia jadi agak sedikit menyesal. Dia hanya ingat kulit putih dan alis tebal milik laki-laki itu.
"Emang iya?" tanya Mentari, sekuat apa pun dia berusaha mengingat, nyatanya sama sekali tidak ingat.
Luna mengngguk, muka bantalnya membuatnya terlihat lucu.
"Ya udah mandi sana, sekolah."
"Tapi, kok bisa sih nikah? kakak di rumah. Terus suami Kakak di Sumatera, Kakak nikahnya pakai baju tidur lagi. Sepupu kakak masih mending."
Mentari juga merasa miris dengan itu, padahal dia punya bayangan soal pernikahan impian, dia selalu ingin memakai adat Jawa ketika menikah, sesuai suku papanya dan sukunya juga karena dia ikut papanya.
Terlalu malas berpikir pagi-pagi begini, maka, maka Mentari hanya menggeleng. "Udah sana kamu mandi, jangan mikir yang aneh-aneh, masih pagi!" Mentari mengingatkan. Dia sendiri juga langsung bangkit, dia bertanggung jawab atas Luna. Maka dia harus membuatkan sarapan untuk anak itu.
Luna akan pulang ke rumah ketika dirinya mandi dan berpakaian. Tapi akan kembali ke rumah Mentari untuk sarapan dan untuk meminta diantar ke sekolah. Mentari tidak masalah dengan itu karena memang dia masih membutuhkan Luna, awalnya dia butuh hanya seminggu, tapi kini malah butuh mungkin lebih lama karena neneknya meninggal dan orang tuanya mungkin harus tetap di sana sampai beberapa pengajian selesai.
Mentari sedikit berusaha menyingkirkan pemikiran soal dia yang menikah secara virtual kemarin malam. Dia harus fokus memasakkan sarapan untuk Luna yang beberapa hari kedepan akan menjadi anak angkatnya. Ailee mengikat rambutnya memasang apron karena di tidak suka bajunya kotor, kemudian menghidupkan kompor, kalau kemarin mereka makan nasi goreng, maka hari ini Mentari akan membuat telur ceplok. Dia sama sekali tidak kreatif, jadi ya makanan yang dia bisa masak juga yang begitu-begitu saja.
Ketika baru saja membalik telur ceplok yang kedua sebuah notifikasi masuk ke ponselnya, dari nomor baru.
082229xxxx :
'Hai Mentari.'
'Selamat pagi.'Bukannya senang karena mendapatkan ucapan selamat pagi, Mentari justru bingung, dia seorang jomblo dan memang sudah lama sekali tidak mendapat ucapan-ucapan manis seperti ini.
Mentari :
'Iya, siapa ya?'Memang selalu seperti itu, selain cuek kadang dia juga ketus. Wajar kalau pada akhirnya tidak punya pacar.
082229xxxx :
'Langit.'Mentari jadi berpikir keras, sampai akhirnya ingat salah satu kata dalam nama panjang laki-laki yang menikah dengannya adalah langit. Mentari menutup mulutnya sendiri sampai akhirnya bau gosong menyadarkannya. Iya! Telur gorengnya gosong, Mentari langsung meletakkan ponselnya kembali kemudian langsung mengangkat telur ceplok yang warnanya sudah coklat gelap. Tidak bisa dimakan, jadi Mentari membuang telur tersebut.
Dia mematikan kompor kemudian duduk di meja makan.
Mentari :
'Langit suami aku?'Dia kemudian menyimpan kontak tersebut sesuai dengan nama yang disebutkan.
Langit :
'Iya, suami kamu.'Mentari langsung membekap mulutnya, demi apa? Suaminya?
Langit :
'Lagi apa?'Langit bertanya basa-basi, mungkin kalau gebetan yang bertanya, Mentari bisa asal jawab, tapi ini suaminya? Mereka belum pernah bertemu, apa Mentari perlu menampilkan kesan yang baik? Tapi dia juga tidak mengenal siapa pria itu. Kenapa pula dia harus setuju menikah dengan Mentari padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya?
Mentari :
'Lagi bikin sarapan.'Padahal kegiatan itu sudah berhenti beberapa menit lalu karena Mentari memutuskan untuk fokus membalas chat.
Langit :
'Pantes dinikahin.'
'Udah cocok ternyata.'Mentari semakin mengerutkan dahinya, sungguh, cocok apanya? Dia malah merasa sangat tidak pantas.
Langit :
'Oke deh, salam kenal ya.'
'Aku ada yang harus dikerjain ini.'
'Sampai ketemu nanti.'Mentari :
'Iya.'Lucu bukan? Mereka adalah suami istri yang belum saling bertemu, bahkan baru berkenalan lewat chat. Aneh sekali, tapi jujur Mentari penasaran juga dengan paras pria itu, dia lupa dengan wajahnya, sekarang di kontak watsapp nya juga tidak memakai foto profil.
Mentari mencoba mengingat-ingat lagi wajahnya, tapi tetap saja tidak ada gambaran yang muncul di kepalanya. Ah sial! Seharusnya dia lebih fokus waktu itu, begini dia sendiri yang agak menyesal karena tidak melihat wajah sang suami bahkan di akad nikah mereka.
Apa yang terjadi menghancurkan ekspektasi Mentari soal pernikahan. Dia selalu bermimpi menjadi princes di hari pernikahannya, tapi yang terjadi malah dia menikah secara virtual. Dia menyaksikan dari Jakarta sementara pernikahan itu berlangsung di Sumatera sana.
Mentari menghela napas, dia mau protes juga mama dan papanya belum bisa dihubungi, keduanya seperti sengaja menghindari Mentari untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
"Kakak udah ada makanan?" Luna bertanya.
"Udah."
Dia akhirnya tersadar kemudian langsung kembali ke dekat kompor untuk menggoreng telur lagi karena memang hanya satu yang selamat tadi. Jadi dia harus mempersiapkan lagi untuk dirinya.
Selayaknya ibu pada umumnya, Mentari menyiapkan telur ceplok, mengoles selai ke roti juga untuk Luna, setelah itu memotong kan apel untuk anak angkat sementaranya itu. Dia sendiri hanya makan telur ceplok dengan nasi dan kecap.
***
Update lagiii
Main cepet aja cerita ini ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentarinya Langit
Romance~Young Adult *** Bagaimana jika kedua orang tuamu menghadiri pernikahan sepupumu, tapi tiba-tiba kamu yang hadir secara virtual dinikahkan juga? Itulah yang dialami Mentari. Ketika orang tuanya sampai di rumah mereka sudah membawa menantu yang nota...