Mentari jarang pergi sendirian, tapi hari ini demi bertemu dengan Langit, sosok yang belakangan menempati posisi rindu paling nyaman di perasaannya, Mentari akan keluar dari zona nyaman dan berangkat untuk menemui Langit. Membawa koper kecil, hari ini papanya mengantarnya ke stasiun, Mentari akan ke Bandung naik kereta api. Dia tidak memberitahu Langit perihal kedatangannya sekarang ini, biarlah ini menjadi kejutan karena sudah pasti hari ini cowok itu juga pasti sedang sibuk. Mentari tidak datang untuk mengganggunya, dia hanya datang untuk melihat bagaimana Langit menjalani kehidupan tanpanys selama ini. Langit jauh lebih mandiri daripada Mentari, sudah pasti dia lebih bisa melakukan yang terbaik untuk hidupnya sendiri, meski tanpa Mentari di sampingnya.
Meski dia sendiri yang menikahkan Mentari, tapi baru kali ini Migdad merasakan bahwa dia benar-benar sedang mengantar anaknya untuk bertemu sang suami. Akhirnya dia bisa merasakan perasaan penuh sebagai seorang ayah yang kini anak perempuan pertamanya sudah ditanggung jawabi oleh pria lain.
"Kabari papa kalau kamu udah sampai dan ketemu Langit." Itu adalah pesan yang Migdad berikan sebelum akhirnya Mentari berjalan untuk memesan tiket dan papanya harus pulang karena percaya bahwa anak gadisnya telah tumbuh menjadi sosok mandiri.
Mentari tersenyum menatap ke luar jendela, ada perasaan lega karena akhirnya dia akan bertemu dengan Langit. Jujur saja pernikahan itu masih belum memiliki cinta di dalamnya, tapi Mentari benar-benar merindukan Langit dan masakan pria itu.
Ah begini rupanya rasanya memiliki tujuan untuk menemui seseorang. Sudah seperti manusia yang sedang kasmaran saja Mentari. Semoga saja sabtu minggu, Langit luang hingga bisa menerima kedatangannya.
***
Mentari sampai sekitar dua jam kemudian, karena memang ini adalah kejutan untuk Langit, sebuah pembuktian bahwa Mentari bisa ke mana-mana sendirian. Langit pasti sangat terkejut dengan keberadaannya di kota itu. Mentari langsung memesan taksi online menuju alamat yang dia dapat dari papanya.
Sebuah kos-kosan tiga lantai chat putih, dengan pagar hitam. Mentari langsung mencari posisi bangunan tersebut setelah dirinya turun dari taksi. Keyakinannya langsung meningkat begitu dia melihat mobil Langit berjalan melewatinya kemudian berhenti di depan sebuah bangunan.
Mentari langsung menipiskan bibirnya, rupanya Langit baru saja dari luar. Niatnya Mentari ingin melangkah cepat langsung menyapa Langit karena sudah pasti cowok itu akan langsung terkejut. Tapi, detik selanjutnya langkah Mentari malah terhenti saat Langit membukakan pintu dan seorang perempuan keluar dari jok penumpang samping.
Seorang perempuan dengan tubuh semampai, rambut lurus dan hanya memakai kaus oblong dan hotpants. Mentari melihat dari tempatnya berdiri, karena terlalu fokus dengan perempuan itu, Langit seolah tidak melihat dirinya.
Langit menggandeng tangan perempuan itu masuk ke dalam bangunan kosannya. Kalau bukan siapa-siapa tidak mungkin digandeng, bukan?
Mentari menghela napas, sekarang apa dia harus mendatangi Langit? Tapi cowok itu bahkan masuk ke dalam kosannya bersama cewek lain.
Hati Mentari sakit sekali melihat itu, niatnya dia yang memberikan kejutan, tapi malah dia yang dibuat terkejut. Langit selalu menyatakan kalau dia sibuk, dia bahkan tidak punya banyak waktu untuk Mentari, lantas bagaimana untuk perempuan lain?
Mentari sangat yakin kalau misal perempuan itu saudara atau siapa pun, sudah pasti Langit akan bercerita, ini sama sekali tidak ada. Mentari kira dia sudah tahu banyak soal Langit, tapi ternyata tidak, dia sama sekali tidak tahu apa-apa, dia masih menjadi manusia bodoh nan naif yang mudah percaya dengan orang lain. Pantas saja meminta Mentari punya pacar, ternyata ini kelakuannya selama jauh dari Mentri.
Sakitnya lagi, cewek itu naik di mobil yang dibelikan papa Mentari untuk mereka. Sekarang Mentari memilih berbalik, untuk saat ini mungkin yang bisa dia lakukan adalah memantau Langit sampai cowok itu keluar dari kosannya.
***
Mentari duduk seharian di kafe berkonsep rooftop yang tepat berada di depan kos Langit. Dari atas sana dia memantau kapan Langit akan keluar dari sana. Apa sebenarnya yang dia lakukan dengan cewek itu di dalam sana? Ah! Sial! Mentari sama sekali tidak bisa berpikir positif sekarang ini.
Dengan segelas kopi dalam cup, sampai sekarang Mentari masih menanti. Dia mau langsung menghadapi Langit begitu dia keluar dari kosan, meski harus menunggu. Dia harus tahu kalau Mentari ada di sana dan menyaksikan semuanya, menyaksikan bukti-bukti bahwa selama ini sibuk kuliah yang Langit katakan itu adalah sebuah omong kosong.
Mentari :
'Bang!'
'Lagi apa?'Padahal sekarang Langit sedang sangat senggang dan Mentari tahu itu, tapi sama sekali tidak ada balasan dari cowok itu. Mentari menghela napas kemudian meletakkan ponselnya ke atas meja begitu saja, minimal dia harus menampar pipi Langit sebelum meninggalkan Bandung, entah hari ini atau besok.
Sampai sore, sekitar jam tiga sore, barulah Langit keluar dari dalam kosannya. Mentari buru-buru bangkit kemudian membayar minumannya dan langsung menggeret kopernya menuju ke tempat Langit. Sepertinya dia akan mengantar pacarnya itu pulang karena ada beberapa barang yang dimasukkan ke bagasi.
Mentari muncul tanpa kata, hanya menunjukkan wajahnya di hadapan Langit. Langit seketika gelagapan.
"Mentari?" tanyanya, Mentari mau tertawa rasanya, wajah panik tercetak jelas di muka Langit. Padahal hanya seorang Mentari tapi Langit seperti sangat terkejut.
"Ini ya sibuk kuliah? Ini yang nggak punya waktu buat selalu balas pesan aku?"
Langit menggaruk belakang kepalanya, bukan hanya Langit, pacarnya juga tampak bingung.
"Aku... Aku bisa jelasin!"
"Apa?! Jelasin kalau kamu punya pacar di sini?! Makanya aku juga bebas buat punya pacar di Jakarta?" Mentari masih berusaha tenang, wajar bukan? Langit adalah suaminya, hubungan mereka seserius itu untuk ada perasaan cemburu di hatinya.
"Kamu sampe bawa pacar kamu ke kosan loh!" Mentari menggelengkan kepalanya, sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan Langit di dalam sana.
"Kamu..."
"Jahat kamu Bang!"
Langit berusaha mendekat, berusaha menggapai tubuh Mentari tapi Mentari memilih mundur. Mentari sendiri tidak menyanhka kalau akan ada drama rumah tangga di kota yang sebenarnya asing untuknya.
"Dia siapa Bang?!"
Langit menggeleng, tapi perempuan itu maju menghadap Mentari.
"Pacarnya!"
Tanpa rasa bersalah kemudian dia menjulurkan tangannya. "Jangan marah-marah dulu sama Langit, kenalin gue Winda."
Mentari tertawa kemudian menggeleng, spek buaya seperti Langit pasti tidak bercerita bahwa dia sudah menikah. Mungkin bukan sepenuhnya salah Winda.
Mentari lantas menatap Langit. "Lo bahkan pacaran pake mobil yang dibeliin bokap gue! Buat kita! Buat kita bukan buat lo sama pacar lo!" Mentari sudah tidak bisa menahan emosinya, nada suaranya meninggi membuat mereka kini menjadi pusat perhatian.
"Bangsat lo!" Mentari mendorong bahu Langit kemudian langsung berbalik meninggalkan tempat itu.
Mencegat tukang ojek online yang melintas dan benar-benar pergi dari sana.
Mentari tidak merasa lega, karena dia pada akhirnya tetap menangis di atas motor. Langit sejahat itu dan Mentari dibohongi perasaannya sendiri yang menganggap bahwa Langit menerimanya, bahwa Langit menerima pernikahan mereka dan bahwa Langit adalah anak yang baik karena mau menjalankan keinginan keluarga. Seharusnya Mentari paham bahwa tidak ada yang benar-benar tulus selain orang tuanya sendiri. Suaminya sendiri menyakitinya sebegininya, menguliti perasaannya tanpa belas kasih, membiarkannya beranjak dari sana, padahal Mentari sama sekali tidak tahu denah kota ini.
***
Wah udah kelihatan kan?
Jadi gimana nih setelah ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentarinya Langit
Romance~Young Adult *** Bagaimana jika kedua orang tuamu menghadiri pernikahan sepupumu, tapi tiba-tiba kamu yang hadir secara virtual dinikahkan juga? Itulah yang dialami Mentari. Ketika orang tuanya sampai di rumah mereka sudah membawa menantu yang nota...